Liputan6.com, Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengatakan bahwa sepanjang 2020 data pengaduan diperoleh 701 pengaduan.
“Data pengaduan yang masuk ke BPKN tahun 2020 sampai 26 Juni ada sekitar 701 pengaduan. Kalau kita perbesar lagi dari 701 pengaduan ini terdiri dari apa saja, kita akan mendapatkan sebaran pengaduan ada jasa keuangan yang menempati urutan kedua tertinggi, setelah sektor perumahan,” kata Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal E Halim, dalam Konferensi Pers, Jumat (3/7/2020).
Untuk pengaduan sektor perumahan sebesar 54,92 persen, Jasa Keuangan 17,97 persen, jasa telekomunikasi 13,12 persen, jasa transportasi 0,99 persen, sektor barang elektronik dan telekomunikasi serta kendaraan bermotor 0,99 persen, listrik dan gas rumah tangga 1,28 persen, obat dan makanan 0,29 persen, layanan kesehatan 0,29 persen, dan lainnya 5,99 persen.
Advertisement
Baca Juga
“Kalau kita break down lagi jasa keuangan itu apa saja, kita akan mendapati sub sektor jasa keuangan, yakni reksa dana, pembiayaan atau leasing, asuransi, perbankan dan asuransi pegadaian,” ujarnya.
Menurutnya memang reksadana ini kaitannya dengan akhir tahun 2019 menjelang awal 2020 banyak persoalan terkait reksadana, juga kasus asuransi banyak muncul, ternyata ada kaitannya dengan sub sektor keuangan khususnya nonperbankan yang saling berhubungan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Asuransi
Karena kata Rizal, penempatan asuransi biasanya digabungkan dengan mekanisme instrumen investasi, misalnya di reksadana, pasar modal, obligasi, dan lainnya. Maka itulah yang membuat asuransi keuangan banyak bermasalah.
“Ketika satu asuransi besar milik negara melibatkan banyak sub sektor keuangan yang lain, kami sudah memetakan potensi kerugian konsumen akan masif dan besar sekali.
Ketika terjadi proses hukum tadi meskipun pelaku dikenakan sanksi pidana dan asetnya disita, konsumen tidak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya, itulah yang sering terjadi,” ujarnya.
Rizal, menyebut masalah yang sering muncul mengenai asuransi keuangan itu operasi sebagai kejahatan konvensional, yang kemudian dikonversi ke jasa keuangan.
“Karena di asuransi banyak terminologi-terminologi yang bisa digunakan untuk sebagai kedok, banyak istilah-istilah dalam bisnis asuransi ini yang sebenarnya tidak cukup familiar untuk masyarakat, inilah yang menjadi celah bagi para pelaku kejahatan di bisnis asuransi ini,” pungkasnya.
Advertisement
Deretan Aduan Konsumen Asuransi, Klaim Sulit Cair hingga Agen Tak Jujur
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat terdapat 32 pengaduan konsumen asuransi dalam tiga tahun terakhir atau pada periode 2018 hingga 2020. Sebagian besar soal pencairan klaim.
Koordinator Komisi Advokasi BPKN Rizal E Halim mengatakan, beragam pengaduan permasalahan yang diadukan kepada BPKN diantaranya terkait klaim pencairan asuransi pendidikan, yang seharusnya sudah dapat dicairkan tetapi belum dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi.
“Kemudian klaim asuransi kesehatan yang tidak dapat dicairkan, klaim atas kecelakaan kerja yang tidak dapat dicairkan,” kata Rizal dalam Konferensi Pers, Jumat (3/7/2020).
Pengaduan selanjutnya, yakni banyak perusahaan asuransi jiwa yang melakukan auto debet dari produk investasi yang tidak dipahami konsumen. Polis yang tidak diberikan kepada konsumen dan penerapan klausula baku.
“Dari produk asuransi itu yang tidak dijelaskan secara detail kepada konsumen, walaupun dalam perjanjian polisnya ada, polis yang tidak diberikan ke konsumen sehingga konsumen melakukan tuntutan,” katanya.
Agen Tak Jujur
Selain itu, financial advisor atau agen asuransi yang tidak jujur dalam menawarkan produk investasi kepada konsumen, sehingga nilai dana konsumen justru menjadi berkurang hingga 30-60 persen.
“Agen asuransi yang kita temui adalah agen-agen yang hanya dibekali dengan skill marketing, yang hanya ditargetkan pada sisi penjualan, tapi tidak dilengkapi dengan skill terkait bagaimana pengolahan risiko bagi konsumen, apa yang terjadi maka seluruh penjelasan agen ketika tidak tercapai konsumen merasa mereka tidak mendapatkan gambaran di awal,” ujarnya.
Demikian persoalan lainnya terkait dengan hal-hal yang ditanggung dan hal-hal yang tidak ditanggung oleh perusahaan asuransi.
Advertisement