Liputan6.com, Jakarta Direktur Cyber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Polisi (Kompol) Silvester mengungkapkan efek buruk akibat melakukan pinjaman kepada fintech ilegal. Yakni mendorong nasabah melakukan aksi kriminal.
Menurutnya kemudahan akses yang ditawarkan oleh fintech ilegal membuat masyarakat kian tergiur untuk melakukan pinjaman. Terlebih ditengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini, membuat mereka rentan terjerat fintech ilegal.
"Fintech ilegal sangat marak, termasuk dalam kondisi COVID-19. Di mana masyarakat butuh uang tapi banyak platform-platform yang menyediakan pelayanan pinjaman belum berizin dari OJK (ilegal)," katanya dalam video conference via Zoom, Jumat (3/7).
Advertisement
Baca Juga
Silvester mengatakan modus yang kerap digunakan oleh fintech ilegal ialah mempermudah proses peminjaman. Namun disertai bunga yang tinggi dan jangka waktu pengembalian yang pendek.
Hal itu membuat nasabah dalam situasi tertekan. Sehingga mendorong melakukan berbagai perbuatan melawan hukum, seperti tindakan kriminal mencuri dan lainnya.
"Sumber masalah dari bunga yang tinggi, apabila masyarakat tidak bisa bayar akan diteror setiap hari. Maka, dari situ muncul situasi masyarakat yang merasa khawatir," jelasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Nasabah Terlilit Utang
Silvester menambahkan, berdasarkan temuan di lapangan banyak nasabah fintech ilegal yang terlilit hutang berlimpah. Sebab mereka harus aktif mencari pinjaman untuk melunasi hutang beserta bunga yang berlipat.
Untuk itu, pihaknya aktif mengimbau masyarakat untuk menghindari peminjaman dana lewat fintech ilegal. Hal. Ini demi mengantisipasi berbagai dampak buruk yang harus ditanggung masyarakat.
Bareskrim juga terus meningkatkan aksi penindakan terhadap fintech ilegal. Serta menjalin kerjasama dengan Kemenkominfo untuk melakukan pemblokiran.
"Masyarakat harusnya melakukan pinjaman uang lagi di tempat lain. Jika tidak ingin terlibat berbagai tindak pidana," tutupnya.
Advertisement
Fintech Ilegal Marak karena Mudahnya Membuat Aplikasi
Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi mencatat terdapat 2.591 entitas yang melakukan kegiatan fintech peer to peer lending ilegal atau fintech ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 2018. Jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat di saat masyarakat harus berhadapan dengan kondisi sulit akibat pandemi Covid-19.
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Tongam L Tobing mengatakan, suburnya fintech ilegal saat ini diakibatkan oleh proses pembuatan aplikasi yang cukup mudah.
"Ini banyak contohnya. Di mana pembuat aplikasi fintech ilegal yang sudah terciduk atau kita tangkap, akan membuat aplikasi baru dengan nama berbeda," ujarnya dalam video conference via Zoom, Jumat (3/7/2020).
Selain itu, perluasan akses media bisnis membuat gerak fintech ilegal kian masif. Sebab saat ini tidak hanya lewat sosial media, namun juga sudah merambah short message service (SMS) atau pesan singkat.
Alhasil aplikasi fintech ilegal tidak hanya dapat diunduh melalui playstore namun mereka juga menyebarkan link unduhan melalui pesan SMS. Sehingga masyarakat banyak yang dapat mengunduh aplikasi fintech ilegal tersebut karena kemudahan akses yang ditawarkan.
"Padahal keberadaan fintech ilegal di tengah pandemi Covid-19 sangat merugikan bagi masyarakat. Sebab, pinjaman yang diberikan dikenai bunga sangat tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek," jelasnya.
Gandeng Google
Oleh karena itu, Satgas Waspada Investasi telah menjalin kerja sama dengan Google untuk mendeteksi sejak dini pergerakan aplikasi fintech ilegal tersebut.
Tak hanya dengan Google, SWI juga menjalin kerjasama dengan Kemenkominfo untuk pemblokiran serta Bareskrim Polri untuk penindakan hukum.
"Tapi memang para pelaku yang melakukan kegiatan pembuatan aplikasi-aplikasi ilegal dalam rangka fintech lending ini sangat aktif. Terlebih masyarakat juga kerap termakan penawaran yang tidak rasional," keluhnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.comÂ
Advertisement