Liputan6.com, Jakarta - Kembali, pandemi Covid-19 membuat sejumlah perusahaan di Tangerang terpaksa harus gulung tikar dan memutus kerja ribuan buruhnya. Kali ini, giliran di Kabupaten Tangerang, ada 13 perusahaan yang bangkrut akibat pandemi.
Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar, mengungkapkan, hingga awal Juli, sudah 14 ribu lebih pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Dan bakal kembali terjadi pada akhir bulan ini, diprediksi ada sekitar 8.800 karyawan PT Freetren Balaraja akan terkena PHK.
“13 perusahaan alami bangkrut. Satu lagi perusahaan yang akan tutup di akhir Juli dan akan melakukan PHK sebanyak 8.800 karyawannya, yaitu PT Freetrend. Jadi jika ditambah dengan karyawan PT Freetrend, total pekerja yang kena PHK di Kabupaten Tangerang hampir 23 ribu orang,” kata Zaki.
Advertisement
Baca Juga
Dari sekitar 23 ribu karyawan yang terkena PHK tersebut, Pemerintah Kabupaten Tangerang siap menampung sebanyak 15 ribu orang untuk diberikan bantuan sosial (Bansos). Namun, kata Zaki, datanya harus benar, karena dari belasan ribu karyawan itu ada yang terkena PHK dari sektor formal dan sektor informal.
“Untuk mendapatkan Bansos itu, mereka (korban PHK) harus bisa menjelaskan korban PHK dari sektor mana, karena Pemkab Tangerang tidak mungkin bisa menampung semuanya,” ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bantuan Korban PHK
Zaki juga mengungkapkan Pemkab Tangerang juga telah menyiapkan bantuan lain bagi korban PHK melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS), baik itu pelatihan atau modal usaha. Bantuan itu dilakukan untuk menekan angka pengangguran.
“Itu yang kita masih rumuskan sambil menunggu petunjuk dari Pemerintah Pusat. Jadi nanti mereka akan diberikan pelatihan dan modal untuk berwiraswasta,” katanya.
Sebelumnya, pada masa awal pandemi, perusahaan Shang Yao Fung yang berada di Kota Tangerang, juga memutus kerja ribuan pekerjanya. Bukan hanya lantaran pandemi saja, namun perusahaan tersebut akan memindahkan pabrik produksinya ke daerah Brebes. (Pramita Tristiawati)
Advertisement
Dampak Corona ke Taksi Express, Tutup Operasional hingga PHK Karyawan
PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI), perusahaan pengelola taksi Express memutuskan untuk membatasi serta menghentikan beberapa layanan. Selain itu, perseroan juga terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ke pegawai.
Direktur Utama Express Transindo Utama Johannes BE Triatmojo menjelaskan, perseroan melakukan menghentikan dan membatasi operasional sejak fase pertama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal 10 April 2020.
Terdapat tiga jenis operasional taksi Express yang terdampak. Pertama adalah Pembatasan operasional taksi reguler dan taksi premium di Jadetabek maupun luar kota. Kedua pembatasan operasional pada layanan penyewaan kendaraan dan layanan limusin di Jakarta dan Bali.
"Ketiga penghentian operasional pada layanan penyewaan bus di Jadetabek," jelas dia dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Minggu (5/7/2020).
Johannes menjelaskan, penghentian dan pembatasan operasional tersebut disebabkan adanya pemberlakukan PSBB dan penurunan permintaan atas layanan transportasi umum.
"Hingga kini kondisi penghentian dan pembatasan operasional taksi Express ini masih berlangsung di segmen-segmen usaha dan entitas anak baik di Jadetabek maupun luar kota," lanjut Johannes.
PHK Karyawan
Johannes juga mengatakan, jumlah karyawan perseroan juga mengalami penurunan dari sebanyak 471 karyawan untuk periode 31 Desember 2019 menjadi sejumlah 390 karyawan saat ini.
Penurunan jumlah karyawan ini merupakan bagian dari penyelesaian atas masa kontrak karyawan yang sejalan dengan restrukturisasi internal perseroan yang dilakukan melalui konsolidasi operasional, baik di kantor pusat maupun di pool sehubungan dengan kondisi bisnis yang menurun sebagai dampak pandemi Covid-19.
Selain itu, sebanyak 390 karyawan masih bekerja saat ini juga terkena dampak, yaitu penyesuaian gaji. "Terdapat pemotongan gaji karyawan sebesar 40 persen dari total gaji per bulan yang diperkiraan akan berlangsung hingga periode yang belum dapat ditentukan," kata dia.
Menurut Johannes, perseroan sampai saat ini belum bisa menentukan apakah akan kembali melakukan pemutusan hubungan kerja atau melakukan penyesuaian gaji mengingat pandemi ini belum bisa ditentukan kapan berakhirnya.
Advertisement