Liputan6.com, Jakarta - Dana penanganan Covid-19 terus meningkatkan sehingga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABN) pun membesar. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Bank Indonesia (BI) pun kembali merumuskan prinsip untuk melakukan burden sharing, berbasis pada kerangka kebijakan makro yang prudent dan juga untuk meningkatkan kapasitas Indonesia dalam menangani Covid-19.
“Kami bersama BI kembali merumuskan prinsip-prinsip untuk melakukan burden sharing secara baik yang tetap berpacu atau berbasis kepada kerangka kebijakan makro yang prudent dan juga di dalam rangka untuk bisa meningkatkan kapasitas dari Indonesia untuk menangani Covid-19 ini,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers usai Rapat Kerja (raker) dengan Komisi XI DPR, Senin (6/7/2020).
Baca Juga
Prinsip-prinsip burden sharing yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) nantinya, lanjut Sri Mulyani, yakni dengan tetap menjaga keberlangsungan fiskal dan menciptakan fiscal space dalam jangka menengah panjang, sekaligus tetap menjaga stabilitas dan kredibilitas dari kebijakan moneter di dalam menjaga nilai tukar, tingkat bunga dan inflasi secara terkendali.
Advertisement
“Jadi dalam hal ini kebijakan fiskal dan moneter dua-duanya diletakkan di dalam posisi sejajar sebagai penjaga sekaligus pengelola kondisi ekonomi Indonesia agar tidak hanya terpaku pada kondisi covid, namun kita juga berpikir di dalam pengelolaan jangka menengah panjang secara prudent, sustainable, kredibel dan hati-hati,” beber Sri Muyani.
“Kita berdua dari sisi moneter dan fiskal juga bersama-sama untuk bisa memulihkan perekonomian indonesia secara sustainable,” Sambung dia.
Dengan demikian, Sri Mulyani menekankan bahwa upaya ini selain untuk menangani Covid-19, juga untuk langkah pemulihan Indonesia pasca pandemi.
Sri Mulyani Bocorkan Skema Pendanaan Burden Sharing dengan BI
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terus berkomunikasi dengan Bank Indonesia (BI) terkait langkah-langkah terhadap pendanaan burden sharing. Upaya tersebut dilakukan untuk menjaga tata kelola yang baik antara pemerintah dan bank sentral.
"Kami bicara dengan BI mengenai langkah-langkah burden sharing yang masih kita upayakan. Beberapa yang sudah disampaikan di Badan Anggaran dan komisi XI dan kami dan BI adalah hal-hal yang sifat bermanfaat public goods langsung akan dilakukan burden sharing," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (29/6/2020).
Sri Mulyani mengungkapkan beberapa hal yang menjadi opsi untuk dilakukan burden sharing kepada BI yakni di bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan pada sektoral Pemerintah Daerah (Pemda). Di mana, BI akan menanggung sampai 100 persen beban bunga.
"Kita beberapa masih diskusi dengan BI jadi total dari Rp 903,46 triliun dari total dampak covid dalam APBN, Rp 397 triliun menyangkut kepentingan publik yaitu kesehatan, perlindungan sosial dan dukungan pada kementerian lembaga pemda untuk dukungan sektoral, seperti ketahanan pangan dan lain-lain," katanya.
Advertisement
Non-Publik
Sementara untuk yang bersifat non publik pada dunia usaha, seperti UMKM, koperasi, BUMN yang nilainya Rp 505 triliun, Sri Mulyani meminta kepada BI agar manfaat publik ditanggung 100 persen bunganya.
"Untuk non publik kita menggunakan diskon 1 persen dari BI reverse repo rate. Non public goods ditanggung pemerintah," kata dia.
Bendahara Negara ini mengatakan sejauh ini pihaknya bersama dengan BI tengah melakukan finalisasi perhitungan terhadap burgen sharing yang akan dilakukan.
"Kami sekarang dengan BI lakukan finalisasi mengenai perhitungan komponen dan berapa yang issuance ke market dan issuance private placement ke BI. Ini kami finalkan ke BI berapa issue market dan berapa private placement dan komposisi dari burden sharing," tandasnya.