Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan melaporkan aset Kementerian dan Lembaga (K/L) tertinggi dipegang oleh Kementerian Ketahanan (Kemhan).
Nilai aset kementerian yang dipimpin Menteri Ketahanan, Prabowo Subianto ini, mencapai Rp 1.645,56 triliun. Jumlah tersebut setara 27,06 persen dari total aset tetap.
Direktur Barang Milik Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Encep Sudarwan menyebutkan aset negara atau Barang Milik Negara (BMN) yang telah direvaluasi periode 2018-2019 mencapai Rp 10.467,53 triliun. Angka ini naik hingga 65 persen dari sebelum direvaluasi sebesar Rp 6.325,28 triliun.
Advertisement
“Kok naik tinggi? Itulah hasil revaluasi. Menaikkan aset sekitar Rp 4.000 triliun," kata Encep dalam Bincang Bareng DJKN dengan tema Dukungan Kekayaan Negara dalam Upaya Pemerintah Menanggulangi Covid-19, Jumat (10/7/2020).
Adanya kenaikan ini, lanjut Encep, membuat ekuitas pemerintah juga meningkat menjadi Rp 5.127,31 triliun, naik dari catatan sebelumnya Rp 1.407,8 triliun. Demikian juga dengan kewajiban yang naik menjadi Rp 5.340,22 triliun dari sebelumnya Rp 4.917,47 triliun.
"Alhamdulillah sudah selesai, diaudit BPK dan opininya WTP. Aset tetap meningkat, dulu aset kita Rp 6.000 triliun," kata dia.
Adapun peringkat kedua setelah Kementerian Pertahanan, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan nilai aset tetap sebesar Rp 1.564,61 triliun, atau serata 26 persen dari nilai total aset BMN.
Encep juga membeberkan bahwa sebelumnya Kementerian PUPR yang memiliki nilai aset paling tinggi. Namun kemudian disalip oleh Kementerian Pertahanan.
“Dulu yang urutan pertama itu PUPR, sekarang kesalip oleh Kementerian Pertahanan karena aset-aset Kementerian Pertahanan dulunya di pinggir kota, sekarang di tengah kota. Jadi nilainya meningkat. Kemudian juga pembenahan aset-aset yang tadinya nggak tercatat sekarang tercatat,” kata Encep.
Selanjutnya, urutan 10 K/L dengan nilai aset tertinggi secara runtut yakni, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Perhubungan, Kementerian Ristek dan Dikti, POLRI, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pertanian. “Sepuluh K/L ini menguasai sekitar 90 persen BMN,” kata Encep.
Saksikan video di bawah ini:
Optimalkan Barang Milik Negara, Kemenkeu Terbitkan Aturan Baru
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 28/2020. PP ini sebagai perubahan atas PP 27/2014 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D).
PP 28/2020 Kemenkeu ini mengatur mengenai penyempurnaan yang termuat dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D).
Yaitu antara lain pada Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah. Pada Penggunaan BMN/D berupa penambahan pengaturan mengenai "Pengelola Barang" sebagai subjek yang dapat melaksanakan Penggunaan Sementara BMN/D.
Kemenkeu juga mencatat, dalam rangka mendukung program percepatan pembangunan infrastruktur, peran BMN dioptimalkan melalui penambahan bentuk baru Pemanfaatan BMN yaitu Kerja Sama Terbatas Untuk Pembiayaan Infrastruktur.
Pada Pemindahtanganan BMN/D, untuk mengakomodir Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat penambahan "desa" sebagai pihak yang dapat melakukan proses Tukar Menukar dan Hibah untuk BMN/D, serta adanya perubahan di pemindahtanganan BMN dalam bentuk penyertaan modal.
“Bagaimana barang milik negara yang sekarang ini sudah berfungsi, tapi mau ditingkatkan lagi fungsinya sambil kita mendapatkan revenue dari situ untuk membangun infrastruktur yang lain. Ini biasanya berkaitan dengan pembangunan infrastruktur,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Isa Rachmatarwata dalam Bincang Bareng DJKN dengan tema Dukungan Kekayaan Negara dalam Upaya Pemerintah Menanggulangi Covid-19, Jumat (10/7/2020).
Isa menyebutkan bahwa pemanfaatan BMN/D ini banyak digunakan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Pasalnya K/L ini memiliki banyak Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti bandara dan pelabuhan.
“Kementerian Perhubungan yang banyak akan memanfaatkan, karena mereka kan punya bandara, pelabuhan, dan sebagainya, yang sebetulnya bisa dioptimalisasi revenuenya. Kemudian juga bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang lain terutama yang sejenis. Walaupun tidak ada batasan untuk itu, asal memang untuk infrastruktur,” kata Isa.
Advertisement