Sukses

Transaksi Kartu ATM, Debit dan Kredit Anjlok 24 Persen di Mei 2020

Bank Indonesia terus mempercepat implementasi cetak biru Sistem Pembayaran Indonesia 2025.

Liputan6.com, Jakarta - Uang kartal yang diedarkan oleh Bank Indonesia (BI) pada Juni 2020 tumbuh 2,34 persen atau sebesar Rp 744,9 triliun. Sejalan, transaksi kartu ATM, debit, kredit, dan uang elektronik juga turun. Kondisi ini disebabkan menurunnya aktivitas ekonomi pada kuartal II 2020.

"Pertumbuhan Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) pada Juni 2020 tercatat 2,34 persen (yoy) sehingga menjadi sebesar Rp 744,9 triliun," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (16/7/2020).

Hal yang sama juga terjadi pada transaksi non-tunai menggunakan ATM, kartu debit, kartu kredit, dan uang elektronik. Pada bulan Mei 2020 mengalami penurunan 24,46 persen (yoy).

Namun kata Perry, bila dipilah lebih rinci, transaksi uang elektronik dan volume transaksi digital banking pada Mei 2020 tumbuh cukup tinggi. Transaksi uang elektronik tumbuh 17,31 persen (yoy) dan transaksi digital banking sebesar 30,33 persen (yoy).

Demikian pula, elektronifikasi penyaluran program bantuan sosial Pemerintah Pusat dan elektronifikasi transaksi keuangan Pemerintah Daerah. Keduanya berkembang pesat sejalan dengan program digitalisasi sistem pembayaran Bank Indonesia.

"Perkembangan positif ini menunjukkan akseptasi transaksi ekonomi dan keuangan masyarakat secara digital semakin meningkat di tengah pandemi Covid-19," kata Perry.

Ke depan, Bank Indonesia terus mempercepat implementasi cetak biru Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Ini dilakukan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan keuangan digital di era kenormalan baru. 

Bank Indonesia (BI) juga akan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah dan otoritas terkait. Agar bisa mendukung penyaluran bantuan sosial nontunai dalam rangka pemulihan ekonomi.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Survei: Pandemi Bikin Konsumen Indonesia Lebih Pilih Bayar Nontunai

Sebelumnya, Visa, perusahaan pembayaran digital, menemukan beberapa temuan yang menunjukkan pergeseran kebiasaan dan perilaku berbelanja masyarakat Indonesia seiring era 'new normal'. 

Menurut survei tersebut, 6 dari 10 responden Indonesia (62 persen) mulai membentuk kebiasaan nontunai, dengan lebih memilih untuk membayar dengan menggunakan kartu atau aplikasi mobile dibandingkan dengan uang tunai.

Selain itu, proporsi yang sama mengatakan konsumen berniat untuk tetap menggunakan pembayaran digital dan tidak kembali ke uang tunai ketika kondisi darurat saat ini berakhir.

Temuan ini berasal dari survei Visa yang melibatkan konsumen dari 40 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

“Survei ini bertujuan memperoleh gambaran bagaimana perilaku konsumen Indonesia berubah menghadapi tantangan saat ini. Kami berbagi temuan ini dengan harapan dapat mendukung ekosistem keuangan di Indonesia dengan data untuk beradaptasi dan menyambut realita baru," ujar Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia, Riko Abdurrahman dalam keterangannya, Kamis (11/6/2020).

Meskipun kesehatan fisik tetap menjadi perhatian utama di seluruh dunia, survei ini menemukan bahwa masyarakat Indonesia sangat peduli dengan kesehatan keuangannya.

Sebesar 4 dari 5 (78 persen) masyarakat Indonesia setuju bahwa situasi saat ini mengharuskan untuk lebih proaktif dalam perencanaan keuangan. Sementara 55 persen responden mengindikasikan kekhawatiran akan jatuh sakit.

Banyak konsumen Indonesia yang mencoba e-Commerce untuk pertama kalinya dan berniat untuk semakin sering belanja online ke depannya.

Berdasarkan survei, sebanyak 56 persen responden Indonesia mengatakan mereka kemungkinan besar akan meningkatkan belanja online mereka, jauh lebih tinggi dibandingkan persentase responden global (35 persen) dan di Asia Pasifik (47 persen).

Dalam hal pengalaman berbelanja, 56 persen responden Indonesia mengatakan bahwa belanja online memberikan pengalaman yang lebih positif dibandingkan dengan belanja tatap muka, sementara hal yang sama diutarakan oleh 46 persen responden di Asia Pasifik dan 37 persen responden global.