Sukses

Ancam Keberlangsungan Industri, Pemerintah Diminta Tak Jalankan Simplifikasi Cukai

Penyederhanaan struktur tarif cukai akan berdampak buruk bagi kelangsungan pabrik rokok kecil dan menengah.

Liputan6.com, Jakarta Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menyesalkan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.

Pasalnya, dalam Perpres 18/2020 yang diundangkan 20 Januari 2020, terdapat beberapa klausul yang mengancam keberadaan industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia.

Menurut Henry Najoan, klausul yang mengancam keberlangsungan industri kretek nasional adalah pemerintah akan terus menggali potensi penerimaan melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT), dan peningkatan tarif cukai hasil tembakau, revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, dan rencana atas larangan iklan/promosi dan perbesar gambar peringatan kesehatan.

Menurut kajian GAPPRI, tiga klausul itu justru mempersulit industri, sehingga tidak sejalan dengan semangat gotong royong dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera memulihkan kegiatan ekonomi sektor riil secara gotong royong.

"GAPPRI yang merupakan konfederasi IHT jenis produk khas tembakau Indonesia, yaitu kretek, beranggotakan pabrikan golongan I, golongan II, dan golongan III (besar, menengah, dan kecil) terancam dengan Perpres 18/2020 itu," tegas Henry Najoan di Jakarta, Sabtu (18/7/2020).

GAPPRI yang saat ini menguasai market share dalam negeri sebesar 70 persen itu mengkhawatirkan masa depan industri hasil tembakau nasional.

"Kami keberatan atas rencana optimalisasi penerimaan cukai melalui penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif cukai sebagaimana tertuang dalam Perpres 18/2020," terang Henry Najoan.

Merujuk kajian GAPPRI, penyederhanaan struktur tarif cukai, baik dengan menggabungkan golongan pabrik maupun jenis produk, akan berdampak buruk bagi kelangsungan pabrik kecil dan menengah dalam jangka pendek dan juga pabrik besar dalam jangka panjang.

"Penggabungan dapat berdampak akan gulung tikar pabrikan kelas kecil dan menengah karena harga produk tidak terjangkau oleh segmen pasarnya dan konsumennya akan pindah ke rokok illegal yang lebih murah," tegas Henry Najoan.

Dampak berikutnya, lanjut Henry Najoan, banyak pabrik kecil akan dikorbankan, sementara pabrik besar tertentu yang mengusulkan akan diuntungkan dengan adanya simplifikasi struktur tarif cukai sehingga akan terciptanya oligopoli dan selanjutnya monopoli.

"Hal ini berbahaya bagi kedaulatan bangsa Indonesia!," terangnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kebijakan IHT di RPJMN

GAPPRI juga menyoroti semua kebijakan terkait IHT di RPJMN ini tidak akan muncul jika melalui proses standar prosedur perumusan kebijakan publik yang mensyaratkan tiga dimensi, yakni transparansi, partisipasi dan dukungan bukti.

Menurut GAPPRI upaya pemerintah melakukan optimalisasi penerimaan melalui kenaikan tarif cukai ke depan sebaiknya mempertimbangkan indikator ekonomi, misalnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi serta kondisi daya saing.

Dalam catatan GAPPRI, pemerintah setiap tahun membuat kebijakan cukai yang terlalu eksesif. Hal ini berdampak pada tutupnya pabrik, selain juga memicu tumbuhnya produk illegal di pasar rokok kelas kecil dan menengah.

Oleh karena itu, GAPPRI meminta pemerintah mempertahankan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagaimana diatur dalam PMK No. 152/PMK.010/2019.

"Struktur tarif cukai hasil tembakau yang terdiri dari 10 layer adalah paling ideal, berkeadilan dan bijak bagi jenis produk serta golongan pabrik I, II dan III (besar, menengah, dan kecil) yang banyaknya 700-an unit pabrik aktif dengan ukuran/skala dan pasar yang bervariasi," kata Henry Najoan.

Henry Najoan meyakini bapak Presiden Jokowi secara bijak akan mempertimbangkan masukan GAPPRI demi kelangsungan usaha IHT.

Sektor IHT sebagai bagian dari anak bangsa yang saat ini mengalami kondisi sulitnya ekonomi di tengah pandemi Covid-19, terus berupaya menjaga kelangsungan nadi dan pembangunan dari cukai dan pajak IHT yang cukup signifikan.

"Juga terjaganya penciptaan nilai tambah dan lapangan kerja dalam negeri, nafkah bagi petani dan pekerja perkebunan tembakau dan cengkeh serta pemiliknya dan pekerja distribusi sampai pedagang kaki lima serta terjaga berbagai kegiatan di sepanjang rantai pasok IHT," pungkas Henry Najoan.