Liputan6.com, Jakarta - Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE), Piter Abdullah menyebut sektor perbankan masih menunjukkan kondisi yang relatif aman di tengah pandemi Covid-19. Hal itu tercermin dari beberapa indikator seperti pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang relatif baik.
"Walau perbankan alami tekanan besar akibat covid tapi indikator perbankan masih menunjukkan kondisi aman, relatif aman, range aman," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (21/7).
Baca Juga
Dia menyadari tekanan terbesar terhadap perbankan pada masa pandemi sebenarnya adalah potensi melonjaknya kredit macet. Pertumbuhan kredit memang melambat, namun diiringi pertumbuhan DPK relatif baik atau meningkat.
Advertisement
"Terkait DPK ini kalau dilihat memang sangat dipengaruhi oleh arah knsumsi masyarakat untuk masyarakat yang bawah itu mereka untuk jaga tingkat konsumsinya mereka harus gunakan tabungan dan itu meggerus jumlahnya besar," kata dia.
Di samping itu indikator lain yang menunjukkan perbankan masih sehat adalah dilihat dari Non Performing Loan (NPL). Meski tekanan NPL tinggi namun masih relatif terjaga. Di mana NPL masih di 3,01 persen masih jauh di bawah batas 50 persen.
Sementara sisanya, indikator lain seperti Return On Asset (ROA), biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dan net interest margin (NIM) perbankan juga masih terjaga.
"Kondisi perbankan kita masih terjaga, ini walau masih terjaga harus tetap berhati-hati karena risiko di perbankan masih besar, masih tinggi selama wabah covid masih berlangsung," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lebih Baik Dibanding Saat Krisis
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti memastikan kondisi perbankan saat ini lebih baik dibandingkan krisis keuangan yang terjadi pada 1998 maupun saat terjadinya di 2008. Bahkan di tengah pandemi, likuiditas perbankan juga masih longgar dan modal perbankan pun masih cukup.
"Saat ini jadi banyak orang khawatir dengan perbankan, kalau dilihat secara industri, kondisi kita jauh lebih baik dibandingkan 97-98 ataupun 2008," ujar Destry dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat (17/7).
Dia melanjutkan, hingga saat ini BI juga telah menurunkan suku bunga acuan 175 basis poin ke level 4 persen. Kendati begitu, penurunan bunga acuan ini belum direspons cepat oleh perbankan.
"Kita sejauh ini sudah menurunkan 175 basis poin, tapi memang transmisi di perbankannya masih lambat, jadi kita sudah menurunkan 175 bps tapi suku bunga kredit baru turun sekitar 74 basis poin. Dan banknya juga masih keberatan untuk memberikan pinjaman, karena melihat risiko," jelasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Meski Dihantam Corona, Manajemen Risiko Perbankan Nasional Dinilai Masih Baik
Meskipun masih cukup banyak aspek yang perlu dibenahi dalam pengawasan perbankan, namun secara keseluruhan manajemen risiko dan pengawasan berjalan cukup baik. Ini terlihat salah satunya dari CAR atau Rasio Kecukupan Modal yang masih kuat di level 22,16 persen dan NPL 3,01 persen per Mei 2020.
Kendati demikian, Eko menilai persoalan yang dihadapi oleh pemangku kepentingan saat ini adalah sektor riil Indonesia mengalami perlambatan tajam. Padahal sektor riil ini berinterelasi dengan kinerja bank.
“Sehingga stabilitas indikator kuatnya modal dan terjaganya risiko tsb (CAR dan NPL) juga akan sangat ditentukan seberapa cepat sektor riil bangkit dari keterpurukan,” jelas Pengamat Perbankan dari INDEF, Eko Listiyanto di Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Dia menambahkan, berdasarkan aturan umum untuk CAR perbankan saat ini dikaitkan dengan profil risikonya, namun secara umum di angka 11 persen. Dengan demikian, menurut Eko, dengan posisi CAR perbankan di angka 22,16 persen per Mei 2020, menggambarkan CAR perbankan yang masih stabil.
“Masalahnya distribusi angka 22,16 persen tersebut kemungkinan besar tidak merata atau sama besar antar bank, bank BUKU I dan BUKU II mungkin lebih bervariasi tetapi setidaknya tetap di atas batas yg ditetapkan OJK,” imbuhnya.
Sementara itu, indikator lain yang menunjukan ketahanan perbankan adalah pada rasio kredit bermasalah. Jika aturan menetapkan batas NPL 5 persen, lanjut Eko, saat ini secara umum NPL perbankan berada di angka 3,01 persen.
“Ini juga masih di bawah threshold OJK meskipun memang data kredit yang direstrukturisasi saat ini tidak menambah angka NPL,” pungkas dia. Adapun aturan CAR dan NPL tersebut berlaku umum, sehingga dalam situasi Covid-19 pun aturan tersebut juga masih tetap dipakai.
“Memang ada sedikit relaksasi sampai Maret 2021 pada aturan CAR terkait Capital Conservation Buffer dan ATMR (bagi BUKU III dan IV). Tetapi intinya, justru Covid-19 ini menguji apakah aturan CAR dan NPL tersebut memang terbukti relevan untuk merepresentasikan stabilitas perbankan,” jelas Eko.