Sukses

BPK Surati Menteri PUPR soal Penyaluran Rumah Subsidi, Apa Isinya?

BPK mengirimkan surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengirimkan surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas adanya sejumlah temuan terkait penyaluran rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan, surat itu diberikan kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pagi hari ini. Isinya, terkait masalah seputar subsidi bunga kredit dan subsidi bantuan uang muka dalam penyaluran rumah subsidi.

"Jadi tadi pagi bapak Menteri menerima laporan hasil pemeriksaan BPK untuk Kementerian PUPR. Ini ada permasalahan dengan subsidi bunga kredit dan subsidi bantuan uang muka," ujar Eko dalam webinar bersama Real Estate Indonesia (REI), Kamis (23/7/2020).

Dalam laporan tersebut, ia menyampaikan, disinggung soal pengenaan yang tidak tepat sasaran, pemanfaatan rumah tidak sesuai dengan ketentuan, serta pemantauan dan evaluasi belum optimal.

"Untuk yang tidak tepat sasaran dan pemanfaatan rumah ini kami lakukan pantauan sejak awal. Kemudian kalau kita men-screening calon debitur itu agak ketat untuk urusan ini, supaya dia tetap tepat sasaran," jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Evaluasi

Ke depan, ia melanjutkan, BPK meminta pemantauan dan evaluasi masalah ini untuk lebih dioptimalkan. Beberapa rekomendasi yang diberikan yakni menghitung, menarik dan menyetorkan atas realisasi belanja subsidi selisih bunga (SSB) yang tidak tepat sasaran.

Rekomendasi berikutnya, menghitung, menarik dan menyetorkan subsidi bantuan uang muka (SBUM) rumah subsidi yang tidak tepat sasaran, dengan jumlah sekitar Rp 1,5 miliar.

Kementerian PUPR disebutnya coba meresapi anjuran tersebut, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah ke depannya tidak lagi harus terusir dari rumah yang sudah ditempatinya.

"Mohon dipahami, ketika seseorang sudah akad kredit kemudian menempati rumah, lalu ini dipermasalahkan. Maka satu-satunya cara adalah mencoba untuk supaya yang sudah menghuni rumah bantuan pemerintah jadinya keluar, dan itu lebih menyakitkan dibandingkan kita melakukan secara preventif," tuturnya.

"Jadi mohon untuk para pengembang yang membangun rumah bersubsidi atau rumah murah, hal-hal seperti ini akan kami kurangi dengan cara mempersiapkan sejak awal screening yang relatif lebih ketat. Supaya kalau MBR sudah masuk di rumah itu, kans dia untuk terusir itu sedikit," ujar Eko.