Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi pandemi akan memberi kontraksi 10 persen kepada penerimaan negara. Pandemi Virus Corona telah memberi dampak yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia.Â
"APBN juga terkena (dampak Virus Corona) luar biasa. Penerimaan negara menurun kontraksi hingga 10 persen diperkirakan," ujar Sri Mulyani saat memberi paparan dalam diskusi online, Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Baca Juga
Sri Mulyani mengatakan, tidak hanya kepada penerimaan negara pandemi juga membuat belanja negara bengkak. Hal tersebut karena pemerintah banyak mengucurkan dana untuk penanganan dampak pandemi.
Advertisement
"Belanja negara meningkat sangat besar, untuk tangani kesehatan, masyarakat kehilangan pekerjaan, pertambahan kemiskinan. Sehingga perlu meningkatkan bansos dan stimulus UMKM, kepada sektoral maupun daerah dan dunia usaha serta mencegah agar krisis tidak meluas jadi krisis keuangan," jelas dia.
Dengan kondisi saat ini, kata Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut, maka proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 akan mengalami revisi luar biasa sangat besar.
Pada awalnya memasuki 2020, Indonesia miliki optimisme cukup tinggi. Kondisi global ekonomi diperkirakan tumbuh 3,3 persen sementara Indonesia ditarget tumbuh 5,3 persen.
"Dengan Covid-19 sebagai pandemi, proyeksi ekonomi dunia mengalami kontraksi luar biasa. Saat ini berbagai institusi memproyeksi kontraksi minus 5 bahkan OECD jika terjadi second wave bisa mencapai minus 7,6 persen," jelasnya.
"Indonesia pun tidak luput dari pengaruh luar biasa. proyeksi ekonomi tadinya 5,3 persen kuartal I telah turun menjadi hanya 2,97 kuartal II diperkirakan lebih berat lagi dengan berbagai kebijakan penutupan atau pembatasan sosial meluas, perekonomian bisa minus 0,4 persen hingga 1 persen," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video di bawah ini:
Sri Mulyani: Defisit APBN Semester I 2020 Belum Separah 2016
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan defisit pada semester I-2020 sebesar Rp257,8 triliun atau 1,57 persen dari produk domestik bruto (PDB) bukan menjadi salah satu yang terburuk.
Sebab, dalam catatan empat tahun kebelakang, Indonesia juga pernah mengalami defisit yang lebih besar secara PDB pada semester I.
"Kalau kita lihat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya defisit mengalami pemburukan yang cukup signifikan di (2016)," kata Sri Mulyani dalam APBN kita, di Jakarta, Senin (20/7/2020).
Bendahara Negara ini mengatakan, pada 2016 Indonesia juga sempat mengalami defisit hingga mencapai 1,82 persen dari PDB atau setara dengan Rp230 triliun pada semester I. Hanya saja secara level atau nilai yang tercatat masih lebih rendah daripada defisit yang dialami sekarang ini.
"Meskipun kalau dilihat dari level yaitu defisit anggaran Rp257 triliun kalau dibandingkan tahun 2016 dari sisi presentasi GDP lebih rendah. Artinya APBN kita sampai dengan semester I di tahun 2016 dulu pernah mengalami defisit hingga 1,82 persen," kata Sri Mulyani.
Dia melanjutkan, pada 2016 pengendalian defisit semester I pemerintah terus menggenjot dan konsolidasi agar pada semester ke-2II defisitnya bisa terkendali. Namun pada tahun ini dirasa sulit karena defisit bakal akan terus melebar hingga akhir tahun.
"Kita akan melihat defisitnya akan melebar karena memang pada semester kedua nanti kita akan melihat belanja-belanja akan mulai meningkat ini seiring dengan kebutuhan untuk penanganan covid," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga semester I-2020 mencapai Rp257,8 triliun. Defisit ini lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp135,1 triliun.
"Defisit tahun ini mencapai 1,57 persen dari GDP lebih dalam dari defisit tahun lalu sebesar 0,85 persen dari GDP," kata Sri Mulyani di Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Kamis (9/7).
Sri Mulyani mengatakan defisit ini masih dalam posisi kecil. Mengingat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020 pemerintah mengindikasikan atau menaikan defisit APBN pada tahun ini hingga mencapai 6 persen.
Dwi Aditya Putra
Merdeka.com
Â
Advertisement