Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan mengajak pemerintah daerah (pemda) untuk menyiapkan strategi pembangunan perumahan yang tepat untuk masyarakat.
Selain itu, adanya sinkronisasi program perumahan antara Pemda dan Kementerian PUPR diharapkan dapat meningkatkan penyediaan perumahan melalui program Sejuta Rumah.
Baca Juga
"Pemda mulai saat ini harus memiliki strategi yang tepat dalam pembangunan perumahan untuk masyarakatnya," ujar Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Perumahan Dwityo Akoro Soeranto dalam keterangan tertulis, Jumat (24/7/2020).
Advertisement
Dwityo menerangkan, kegiatan sinkronisasi dan koordinasi program perumahan pusat dan daerah ini merupakan rencana penganggaran yang dilaksanakan Ditjen Perumahan.
Dalam kegiatan tersebut juga dilaksanakan koordinasi membahas penyusunan dan peyiapan strategi perencanaan program perumahan tahun anggaran 2022 agar lebih efektif dan efisien.
"Saat ini Pemda dapat mengajukan usulan program perumahan melalui Sistem Informasi Usulan Pembangunan Perumahan (Sibaru). Pengajuannya dilaksanakan oleh petugas dari dinas perumahan daerah," jelas dia.
Sibaru merupakan suatu sistem berbasis elektronik dan daring yang dirancang untuk mendukung proses bisnis di lingkungan Ditjen Perumahan.
Mulai dari tahap pengusulan bantuan, monitoring pelaksanaan, sebaran hasil pelaksanaan, hingga akhirnya bantuan tersebut diserahterimakan ke calon penerima manfaat.
Lebih lanjut, Dwityo menyatakan, Sibaru sangat penting guna memangkas jalur birokrasi, menghemat waktu lantaran berkas dikirimkan berupa softcopy.
Sibaru juga mengurangi penggunaan kertas lantaran mengunakan pengajuan pengusulan program perumahan dengan sistem digital.
"Melalui sistem informasi tersebut, Kementerian PUPR ingin agar seluruh masyarakat Indonesia bisa memiliki rumah yang layak huni serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya," terangnya.
Saksikan video di bawah ini:
Dana Rp 40 Triliun yang Dialihkan ke Tapera Tetap Jadi Hak Peserta FLPP
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mengalihkan dana Rp 40 triliun dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ke Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Pelimpahan dana tersebut bakal dilakukan secara bertahap mulai 2021.
Dana tersebut akan dipakai BP Tapera untuk menggulirkan dana pembelian rumah. Adapun pada proses awal, BP Tapera akan melayani aparatur sipil negara (ASN) atau PNS, TNI dan Polri untuk mendapatkan dana iuran pembelian rumah pertamanya.
Lantas, bagaimana nasib para peserta program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) FLPP? Apakah dana simpanannya akan hilang dan diserahkan pada peserta Tapera?
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto menyatakan, pemerintah tetap menjamin hak peserta FLPP untuk mencairkan tabungannya. Selain itu, BP Tapera disebutnya tidak akan mengambil uang Rp 40 triliun tersebut untuk dana operasionalnya.
"Dan yang lebih penting diketahui, kenapa pemerintah mengalihkan dana FLPP itu dianggap sebagai porsi pemerintah sebagai pemberi kerja, ditaruh di sana," ujar dia dalam sesi teleconference, Kamis (16/7/2020).
"Bukan untuk operasional BP Tapera, karena BP Tapera sudah dapatkan modal awal untuk operasionalnya. Tidak akan menyentuh tabungan atau simpanan yang disetorkan masyarakat," tegasnya.
Eko menjelaskan, selama ini data FLPP dipegang oleh Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (LPPDPP) Kementerian PUPR. Bahkan, ia menambahkan, Kementerian PUPR masih akan mengalokasikan anggaran untuk fasilitas FLPP di tahun depan.
"Kami ingin yakinkan sampai saat ini, sebagai contoh saja, untuk FLPP itu masih dianggarkan di tahun 2021. Nanti yang akan kami segera lakukan adalah apakah rumah untuk dana FLPP itu tetap di PPDPP atau di BP tapera. Jadi yang dialihkan itu dananya," jelasnya.
Menurut dia, pemerintah saat ini masih mengkaji secara matang bagaimana teknis peralihan dana dari KPR FLPP yang akan disumbangkan kepada BP Tapera.
"Apa dana yang dialihkan itu outstandingnya FLPP yang sejak 2010 sampai sekarang Rp 40 triliun, atau pengembalian pokok yang tiap tahun belakangan ini cuman Rp 2 triliun? Itu yang tekniknya akan siapkan peralihannya," tuturnya.
Â
Advertisement