Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, telah menghitung belanja perpajakan atau tax expenditure pada 2019 yang mencapai lebih dari Rp 250 triliun. Angka tersebut akan segera dievaluasi untuk melihat seberapa besar dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
"Tax expenditure sudah pendataan dengan baik dan hitung dengan berbagai pendekatan. Untuk 2019 total tax expenditure di atas Rp 250 triliun, itu sangat besar. Dan kita harus evaluasi," ujar Febrio dalam diskusi virtual, Jakarta, Jumat (24/7).
Baca Juga
Pemerintah akan melihat sejauh mana dampak pemberian stimulus melalui perpajakan mampu meningkatkan kinerja industri dan penyerapan lapangan kerja. Selain itu, pemerintah juga akan mengkaji dampak pemberian stimulus tersebut terhadap tax ratio.
Advertisement
"Data yang disebutkan harus jadi awal lebih baik untuk evaluasi tax expenditure. Sejauh mana mendorong industri, lapangan kerja dan tax ratio," jelasnya.
Febrio juga mengungkap persoalan lain di sektor perpajakan. Salah satunya adalah basis pajak yang tidak pernah bertambah. Oleh karena itu, perpajakan di Indonesia harus diperbaiki tata kelolanya, agar basis pajak bertambah.
"Jadi perekonomian tumbuh, tapi yang bayar pajak itu-itu aja. Itu sebabkan pertumbuhan penerimaan perpajakan tidak bisa keep up pertumbuhan ekonomi. Di mana pertumbuhan ekonomi yang bagian membaik itu tidak dipajaki," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Insentif Gaji Karyawan Bebas Pajak Terganjal Masalah Teknis
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, hingga kini stimulus PPh Pasal 21 atau pembebasan pajak penghasilan bagi masyarakat yang ditanggung pemerintah (DTP) masih mengalami sejumlah kendala teknis. Pendataan jumlah penerima insentif gaji bebas pajak ini hingga kini belum rampung.
"Satu hal yang kita agak concern itu adalah pemanfaatan stimulus PPh 21 DTP. Ini tadinya harapannya untuk menjadi uang yang diterima oleh pekerja di kelompok kelas menengah, ini adalah yang pendapatannya di bawah Rp 200 juta selama 1 tahun," ujarnya dalam diskusi online, Jakarta, Jumat (24/7/2020).
Febrio mengatakan, untuk mempercepat realisasi stimulus gaji bebas pajak tersebut pemerintah akan segera melakukan penyederhanaan administrasi. Di mana sebelumnya, pemerintah sudah menyediakan anggaran sebesar Rp 25 triliun untuk stimulus ini.
"Ini, mengalami kendala karena masalah teknis, masalah administrasi, masalah pendataan. Ini akan di-simplify segera supaya budget yang disediakan di sana sekitar Rp 25 triliun itu harapannya bisa sampai ke kantong masyarakat," jelasnya.
Febrio menambahkan, masyarakat yang menjadi target insentif PPh 21 atau gaji bebas pajak ini terutama adalah kelas menengah karena tidak sedikit dari mereka yang sudah dirumahkan bahkan di PHK.
"Jadi ini memang yang harus segera kita sampaikan. Pemerintah harus kerja lebih cepat lagi mengubah skema-skema yang tadinya terlalu rumit menjadi skema-skema yang lebih sederhana, dan lebih cepat untuk sampai ke masyarakat," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Gaji Pekerja di 1.062 Industri Bebas Pajak, Nilainya Tembus Rp 25,6 Triliun
Sebelumnya, permintah telah mengubah insentif perpajakan bagi dunia usaha dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Perubahan tersebut nantinya akan tertuang di dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam desain baru pemulihan ekonomi tersebut PPh 21 atau pajak karyawan lebih dari 1.062 kelompok industri atau sektor akan masuk ke dalam insentif pajak. Adapun total PPh 21 yang ditanggung pemerintah mencapai Rp 25,6 triliun.
"Lebih dari 1.062 kelompok industri atau sektor masuk di dalam, sektor yang mendapatkan insentif pajak ini. Total ditanggung pemerintah mencapai 25,6 triliun," kata dia usai rapat terbatas di Jakarta, pada Rabu 3 Juni 2020.
Dia menyadari dunia usaha tertekan akibat Covid-19. Oleh karena itu, perlu mendapatkan ruangan nafas bagi mereka (perusaha) agar bisa survive mengatasi kondisi yang sangat berat melalui berbagai insentif perpajakan.
"Selain kredit modal kerja, terutama untuk kecil dan membantu restructuring, kita juga bantu dalam insentif perpajakan agar beban dunia usaha bisa dikurangi sebesar mungkin," katanya.
Kemudian pemerintah juga menanggung pajak UMKM. Sehingga pelaku usaha tersebut tidak perlu bayar pajak final 0,5 persen. "Jadi tahun ini mereka dapat subsidi untuk tidak bayar pajak," kata dia.