Liputan6.com, Jakarta - Jaringan Masyarakat Sipil untuk Indonesia Bergerak mengkritisi pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi yang digagas Presiden Joko Widodo. Kehadiran lembaga itu dianggap tidak memiliki kejelasan secara struktural.
Anggota Koalisi Indonesi Bergerak, Nur Hidayati, mengatakan pembentukan tim yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2020 itu justru akan menimbulkan masalah baru. Sebab secara kepemimpinan saja arahnya belum begitu jelas.
"Ini akan menimbulkan manajemen krisis yang sebenernya leadership itu harus jelas komandonya kalau sekarang juga di dalam PP yang baru ini saya juga tidak melihat kejelasan," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (25/7).
Advertisement
Dia menilai, kehadiran Ketua Pelaksana Menteri BUMN Erick Thohir yang membawahi dua satgas menjadi pecuma. Karena masing-masing satgas itu ujung-ujungnya akan memberikan laporan langsung kepada Presiden Jokowi.
"Jadi sebetulnya itu rantai komandonya seperti apa di dalam menangani manajemen krisis itu mesti jelas karena kalau tidak ini akan terjadi kebingungan kebingungan di lapangan dan ketidakjelasan tumpang tindih," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi. Kehadiran tim tersebut sebagai bentuk mitigasi di bidang kesehatan dan perekonomian secara beriringan.
Pembentukan tim dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 tahun 2020. Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto ditunjuk menjadi ketua dengan Menteri BUMN, Erick Thohir sebagai ketua pelaksana.
Reporter Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekonom Sebut Komite Penanganan Covid-19 Perpanjang Birokrasi
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Aviliani, mengkritisi pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Sebab, ia menilai kehadiran komite anyar ini berpotensi memperpanjang alur birokrasi.
"Sebenarnya kehadiran komite ini masih belum urgent. Justru adanya komite akan memperpanjang proses birokrasi di tengah pandemi," tegas dia dalam rilis survei nasional via daring, Kamis (23/7/2020).
Alviliani menjelaskan adanya komite tersebut berpotensi membuat laporan kinerja dapat terhadap Presiden Jokowi menjadi lebih rumit. Mengingat komite harus terlebih dahulu melalui Koordinasi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selaku ketua. Kemudian, baru menunggu keputusan persetujuan Jokowi.
Imbasnya akan memperpanjang proses birokrasi yang mengakibatkan lambannya upaya penanganan dan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi ini. Sebab, cara kerja seperti ini dinilai tidak cocok diterapkan dalam kondisi sulit.
"Apalagi saat ini kita dalam kondisi luar biasa sulit. Tapi penanganannya dilakukan malah seperti ini dan masih bersifat business as usual," tegasnya.
Advertisement
Upaya Pemulihan Ekonomi
Pun, tambah Aviliani, sejatinya tanpa membentuk komite upaya pemulihan ekonomi oleh pemerintah sudah tepat. Karena telah memiliki berbagai program intensif yang dibutuhkan dunia usaha, khususnya UMKM.
Akan tetapi, ia menyoroti soal lambatnya realisasi ataupun implementasi dari manfaat berbagai program. Yang mana permasalahan itu dipicu oleh buruknya koordinasi antar kementerian/lembaga terkait.
Maka dari itu, ia mendorong pemerintah lebih fokus terhadap percepatan penyaluran dari berbagai program yang telah di keluarkan. Terlebih Indonesia tengah dihantui ancaman resesi akibat memburuknya kinerja perekonomian nasional,"
"Jadi, sebenarnya program penanganan pemerintah selama ini sudah tepat. Hanya di masalah penyaluran saja," tukasnya.
Merdeka.com