Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik tipis pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Pendorong utama kenaikan harga minyak adalah pelemahan dolar AS dan keluarnya stimulus pemerintah AS yang diperkirakan akan mendorong ekonomi.
Namun, kenaikan harga minyak ini terbatas karena peningkatan kasus Corona baik di AS maupun secara global. Selain itu, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dengan China juga membuat kenaikan harga minyak tertahan.
Mengutip CNBC, Selasa (28/7/2020), harga minyak mentah Brent naik 7 sen dan menetap di USD 43,41 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate naik 31 sen atau 0,75 persen menjadi USD 41,60 per barel.
Advertisement
Indeks dolar AS yang merupakan indeks yang menghitung nilai tukar dolar AS dengan beberapa mata uang utama lainnya mencapai titik terendah sejak September 2018. Penurunan indeks dolar ini karena memburuknya hubungan AS-China. Pelemahan dolar AS ini menjadi mendorong kenaikan harga minyak.
Selain itu, Senat Partai Republik AS mendorong diberikannya paket bantuan virus Corona baru senilai USD 1 triliun. "Stimulus moneter besar-besaran memiliki implikasi bullish untuk harga minyak," jelas analis dari Raymond James mengatakan dalam sebuah catatan.
Harga minyak secara historis bergerak ke atas dengan lonjakan inflasi dan bahwa peningkatan pasokan uang AS saat ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Perdagangan Sebelumnya
Harga minyak bergerak naik pada perdagangan Jumat (Sabtu waktu Jakarta) didukung oleh data ekonomi dari Eropa. Namun kenaikan tersebut dibatasi ketegangan antara Amerika Serikat dan China yang tengah meningkat.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (25/7/2020) harga minyak mentah berjangka Brent ditutup turun 3 sen ke level USD 43,34 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate naik 22 sen menjadi USD 41,29 per barel.
Ketegangan meningkat usai China memerintahkan Amerika Serikat untuk menutup konsulatnya di kota Chengdu pada Jumat kemarin. Â Hal ini sebagai respon dari permintaan AS agar China menutup konsulatnya di Houston.
Ketegangan baru antara dua konsumen minyak teratas dunia memicu kekhawatiran tentang permintaan minyak, yang sudah lesu termasuk akibat meningkatnya kasus virus corona di Amerika Serikat.
Barclays Commodities Research mengatakan, harga minyak bisa melihat koreksi jangka pendek jika pemulihan permintaan bahan bakar melambat lebih lanjut, terutama di Amerika Serikat.
Namun, bank menurunkan perkiraan surplus pasar minyak di 2020 menjadi rata-rata 2,5 juta barel per hari (bph) dari 3,5 juta bph sebelumnya.
Advertisement