Sukses

OJK Prediksi Kebutuhan Modal Kerja Capai Rp 81 Triliun di 2021

OJK memperkirakan, akan ada penambahan modal kerja mencapai Rp 81 triliun pada 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Sampai dengan Desember 2020, diperkirakan kebutuhan modal kerja mencapai Rp 50 triliun. Bahkan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso memperkirakan, akan ada penambahan modal kerja mencapai Rp 81 triliun pada 2021.

“Kami dapat angka bahwa untuk sampai dengan Desember 2020 ini perlu pertambahan modal kerja Rp 50 triliun. Ini informasi yang perlu kami ungkapkan. Belum lagi nanti di 2021 lebih besar lagi, kita perkirakan 2021 sekitar Rp 81 triliun untuk tambahan modal kerjanya untuk korporasi yang di atas Rp 10 miliar sampai dengan Rp 1 triliun,” ujar Wimboh di Jakarta, Rabu (29/7/2020).

Sebelumnya, Pemerintah meluncurkan program penjaminan kredit modal kerja bagi pelaku usaha korporasi. Hal ini untuk mendukung percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan target realisasi kredit modal kerja yang dikucurkan mencapai Rp 100 triliun hingga 2021.

Dalam rangkaiannya, program ini melibatkan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), dan 15 perbankan yang akan mengimplementasikan kebijakan ini.

“Jadi potensi yang besar sekali. Kita bersama-sama dengan perbankan harus mengkomunikasikan ini dengan baik, karena tadi berbagai insentif pada penjaminan dari LPEI dan PII ini luar biasa,” kata Wimboh.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Insentif

Menurutnya, insentif ini dinilai cukup besar. Sehingga suku bunganya pasti lebih murah. “Kita perkirakan itung-itungan dengan cost yang lebih murah saat ini bisa sekitar 7 persen, mestinya untuk korporasi ini tolong kita sama-sama kita komunikasikan

“Inilah kita sebut Survival time. Kita sudah mulai berakhir. Kita mulai recovery, sampai angkanya bisa kita lihat di Kuartal 3 nanti dan sampai akhir tahun,” tukas Wimboh.

3 dari 4 halaman

Pemerintah Jamin Modal Kerja Korporasi Rp 100 Triliun

Pemerintah Jokowi-Ma'ruf memberikan penjaminan kredit modal kerja kepada korporasi atau perusahaan dengan total Rp 100 triliun hingga 2021. Penjaminan modal kerja ini dilakukan demi keberlangsungan bisnis perusahaan yang terdampak virus corona.

Dukungan tersebut dilakukan dengan skema penugasan kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII). Pengaturannya telah dimasukkan dalam Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020.

“Skema penjaminan kredit modal kerja kepada korporasi akan diberikan pada kredit dengan plafon Rp 10 miliar sampai dengan Rp1 Triliun, dan ditargetkan menciptakan Rp100 Triliun Kredit Modal Kerja sampai dengan 2021,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam acara penandatanganan Program Penjaminan Korporasi dalam rangka PEN, Rabu (29/7/2020).

Menko Airlangga menjelaskan, dukungan ini tidak kalah penting karena korporasi pun mengalami kesulitan operasional maupun kesulitan keuangan akibat pandemi Covid-19. Terutama korporasi padat karya yang jika kesulitan beroperasi akan berdampak pada PHK.

“Program ini menjadi penting sebagai daya tahan agar korporasi bisa melakukan rescheduling, bahkan bisa meningkatkan kredit modal kerja. Terutama untuk sektor padat karya yang mempekerjakan banyak tenaga kerja,” katanya.

4 dari 4 halaman

Meningkatkan Peran Ekonomi

Program PEN, papar Airlangga, dirancang untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usaha dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, implementasi Program PEN dilakukan melalui modalitas Penempatan Dana ke Perbankan, Penjaminan Kredit Modal Kerja, Penyertaan Modal Negara, Investasi Pemerintah, serta dukungan belanja negara. Pelaksanaan kelima modalitas Program PEN terus diakselerasi agar dapat segera dirasakan manfaatnya oleh dunia usaha.

“Dari program PEN tersebut, ada yang sudah dijalankan yaitu jaminan UMKM melalui PT Jamkrindo dan PT Askrindo. Kemudian PT SMI juga menandatangani dengan berbagai BPD,” tutur Airlangga.

Dengan demikian, lanjutnya, program yang memfokuskan pada non UMKM dan non BUMN ini juga tidak kalah penting. “Dengan terlibatnya seluruh perbankan, diharapkan semuanya bisa menyalurkan untuk melakukan restructuring sehingga ekonomi indonesia dan sektor korporasi bisa kembali seperti semula,” jelas Menko Airlangga.