Liputan6.com, Jakarta - Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi pada penutupan perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta). Hal ini terjadi setelah Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) tidak mengubah suku bunga acuan.
Mengutip CNBC, Kamis (30/7/2020), harga emas di pasar spot naik 1 persen menjadi USD 1.979,53 per ounce, Sementara harga emas berjangka AS naik 0,4 persen menjadi USD 1.953,4 per ounce. Ini merupakan rekor penutupan harga emas terbaru.
Baca Juga
Bank Sentral AS mempertahankan suku bunga mendekati nol persen usai rapat yang berlangsung selama dua hari. Suku bunga ini sudah bertahan sejak 15 Maret atau di awal virus Corona menyerang seluruh dunia.
Advertisement
Seiring dengan mempertahankan suku bunga tetap rendah, The Fed juga menyatakan komitmennya untuk mempertahankan pembelian obligasi dan serangkaian program pinjaman dan likuiditas yang juga terkait dengan respons virus.
"Kami berkomitmen untuk menggunakan berbagai alat kami untuk mendukung ekonomi di lingkungan yang menantang ini," kata Gubernur The Fed Jerome Powell.
Harga emas cenderung naik ketika suku bunga rendah. Emas juga dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Perdagangan Sebelumnya
Harga emas naik pada hari Selasa menjelang pertemuan kebijakan Federal Reserve AS yang diharapkan akan memberikan lebih banyak stimulus moneter untuk mendukung ekonomi yang terkena virus corona. Harga emas batangan urun dari level tertinggi sepanjang masa yang dicapai sebelumnya.
Harga emas di pasar spot naik 0,3 persen pada USD 1.947.51 per ounce. Sementara emas berjangka AS naik 0,93 persn menjadi USD 1,949.00 per ounce.
Emas melonjak ke rekor tertinggi USD 1.980,57 per ounce di awal sesi. Tetapi harga telah turun sebanyak 3,7 persen sejak saat itu karena investor membukukan keuntungan dan dolar bangkit kembali.
"Ketika Anda mendapatkan momentum kuat untuk datang, Anda mendapatkan banyak spekulan yang ingin menghasilkan keuntungan cepat," kata Michael Matousek, kepala pedagang di Global Investors AS seperti dikutip dari CNBC, Rabu (29/7/2020).
"Tidak ada yang berubah secara fundamental sama sekali, defisit dan suku bunga yang lebih rendah memicu inflasi masih akan ada di sini, jadi tidak ada alasan untuk tidak memiliki emas sebenarnya," tambahnya.
Advertisement