Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengadakan pertemuan secara virtual dengan Menteri Transportasi Singapura, Ong Ye Kung. Dalam pertemuan ini Budi Karya Mengusulkan kesepakatan travel bubble.
Ong Ye Kung ini merupakan Menteri Transportasi Singapura yang baru dilantik pada 27 Juli 2020. Menggantikan Menteri sebelumnya, Kwan Boon Wan.
Baca Juga
“Selain untuk berkenalan dengan Menteri transportasi Singapura yang Baru Mr. Ong Ye Kung, kami juga membahas sejumlah hal terkait perkembangan kerjasama di sektor transportasi di kedua negara, serta upaya pemulihan kembali konektivitas di masa pandemi dengan mengedepankan protokol kesehatan,” jelas Menhub Budi seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat (30/7/2020).
Advertisement
Pada pertemuan tersebut, Budi menjelaskan, pemerintah telah menerapkan masa adaptasi kebiasaan baru (AKB). Dimana masyarakat tetap bisa produktif untuk beraktivitas, termasuk bertransportasi, namun tetap aman dari penularan Covid-19.
Untuk itu pihaknya telah mengusulkan inisiasi kepada Menteri Transportasi Singapura sebelumnya (Kwan Boon Wan) terkait dengan potensi pembentukan travel bubble antara kedua Negara di masa Pandemi Covid-19.
“Indonesia sedang berupaya memulihkan konektivitas penerbangan internasional dari dan ke Indonesia. Pembentukan travel bubble dilakukan untuk menormalkan atau membuka kembali konektivitas transportasi antar kedua negara dengan tetap menjalankan protokol kesehatan, sehingga perjalanan tetap aman dan sehat,” ungkap Budi.
Menteri Transportasi Singapura Ong Ye Kung menyambut baik inisiasi dari Menhub terkait travel bubble.
Selain itu, kedua Menteri juga membahas sejumlah peluang kerja sama di sektor transportasi seperti : rencana pengembangan transportasi di Ibu Kota Negara Baru, dan sejumlah kerjasama lainnya di sektor darat, laut, udara, dan kereta api.
Wacana Travel Bubble Negara ASEAN pada Era New Normal Pariwisata
Sebelumnya, sembari tetap menerapkan protokol kesehatan, sektor pariwisata tengah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk kembali bergeliat pada masa pandemi. Salah satunya adalah bersinergi dengan berbagai pihak.
Prof. Dr. Walter Jamieson, selaku Academic Consultant Tammasat University, mengatakan, masa pandemi seperti sekarang ini adalah momen paling tepat untuk membuat berbagai inovasi.
"Jadi, jangan hanya new normal. tapi better normal," ucapnya dalam webinar bertajuk "The Impact of COVID-19 and the New Normal: the Southeast Asia Travel and Tourism Industry’s Perspective", Kamis, 18 Juni 2020.
Mengelaborasi poin itu, President of the Federation of ASEAN Travel Association (FATA), Datuk Tan Kok Liang, mengajukan narasi travel bubble negara ASEAN sebagai langkah awal mengembalikan pergerakan sektor pariwisata.
"Dengan begitu, butuh kolaborasi dalam banyak pihak. Pemerintah pun harus terus secara aktif membantu dalam promosi wisata," tuturnya. Wacara travel bubble ini kemudian disambung kembali oleh Eddy Krismeidi Soemawilaga selaku Deputy President ASEAN Tourism Association (ASEANTA).
Tak ditampik Eddy bahwa pariwisata domestik kemungkinan memang bakal kembali pulih, mengingat membuka perbatasan bukanlah perkara mudah di masa pandemi.
"Berkaca pada travel bubble yang sudah diberlakukan negara-negara United Nations, sistem travel bubble ini bakal diadopsi negara tetangga atau kelompok negara tertentu seperti ASEAN," ucapnya.
Apakah travel bubble itu? Mengutip weforum.org, travel bubble adalah konsep pariwisata yang memungkinkan dilakukan bila terjadi kesepakatan antar negara atau beberapa negara yang memiliki tingkat infeksi Covid-19 rendah dan terkendali sehingga warga negaranya bisa keluar masuk negara lain secara bebas.
Advertisement
Harus Pulih Lebih Dulu
Tak ditampik Eddy bahwa masa new normal pariwisata bakal jadi proses jauh dari definisi mudah. "Yang harus diingat, di masa seperti ini, ada tantangan sekaligus kesempatan," tuturnya.
Pihaknya menyebut tengah terus mendiskusikan cara melakukan perjalanan senyaman mungkin tanpa mengabaikan upaya memutus rantai penyebaran COVID-19, salah satunya bagaimana bisa menghindari karantina 14 hari.
Dalam penerapannya, harus ada integrasi antarnegara memberlakukan travel bubble. Koneksi ini dikatakan Eddy bisa memanfaatkan teknologi. Kendati, belum ada wacara lebih lanjut perihal penerapannya.
Datuk Tan mengatakan, ia percaya bahwa narasi pariwisata adalah sektor terakhir yang pulih dari pandemi merupakan salah besar. "Justru pariwisata harus lebih dulu karena dengan begitu bisnis terakit juga bisa ikut naik, mulai dari mikro ekonomi sampai transportasi, semua punya kesempatan pulih sekaligus," imbuhnya.
Traevel bubble ini juga disebut I Putu Winastra, Sekretaris ASITA Cabang Bali sebagai salah satu rencana strategi. Setelah domestik, pihaknya bakal menyasar wisatawan dari negara ASEAN. "Barulah meluas ke wilayah lain, seperti Australia, Jepang, Korea Selatan, dan China," ucap Putu.