Sukses

Harga Minyak Melompat 2 Persen karena Data Ekonomi Membaik

Harga minyak mentah Brent naik 86 sen atau 2 persen menjadi USD 44,38 per barel.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik hampir 2 persen pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). kenaikan harga minyak ini karena data ekonomi yang positif baik di Eropa, Asia, maupun di Amerika Serikat (AS).

Namun, investor tetap khawatir mengenai kenaikan kasus Corona Covid-19 secara global dan kelebihan pasokan minyak karena OPEC memangkas pembatasan produksi.

Mengutip CNBC, Selasa (4/8/2020), harga minyak mentah Brent naik 86 sen atau 2 persen menjadi USD 44,38 per barel. Sementara, harga minyak mentah West Texas Intermediate naik 74 sen atau 1,84 persen ke level USD 41,01 per barel.

Aktivitas manufaktur AS menuju ke level tertinggi dalam hampir 2 tahun pada bulan Juli karena permintaan meningkat. Kenaikan aktivitas manufaktur tersebut terjadi di tengah kenaikan angka inveksi virus covid-19.

Hal serupa juga ditunjukkan di zona Eropa yang mengalami kenaikan untuk pertama kalinya sejak awal 2019. Sementara data manufaktur yang positif di Asia juga mendorong kenaikan harga minyak.

"Sektor industri kembali bergerak dan itu menandakan baik untuk permintaan minyak ke depan," kata analis Again Capital LLC, New York, John Kilduff.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kekhawatiran

Namun, para pelaku pasar masih tetap khawatir tentang pemulihan ekonomi karena di waktu yang bersamaan terjadi peningkatan kasus yang terinveksi virus Corona. Diketahui, virus Corona sudah menginveksi hampir 18 juta orang secara global.

Dengan peningkatan ini, lebih banyak negara-negara yang akan memberlakukan kembali pembatasan untuk mengurangi penyebaran virus. Tentu saja hal ini akan berimbas kepada sektor industri sehingga harga minyak juga akan terganggu.

Prospek kelebihan pasokan juga membayang-bayangi harga minyak. Hal ini karena terjadi karena OPEC dan sekutunya yaitu Rusia kembali akan mengurangi angka pembatasan produksi. Di saat yang sama, produksi AS juga terus meningkat.

"Karena pelemahan permintaan akibat pandemi dan bersinggungan dengan peningkatan produksi, maka kemungkinan rekor baru pasokan akan tercipta," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch Oil Associates.