Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia di kuartal II 2020 tercatat minus 5,32 persen. Padahal sebelumnya, pemerintah memproyeksi kontraksi ekonomi hanya di kisaran 4 persen.
Namun dengan catatan ekonomi negatif ini, apakah Indonesia resmi memasuki jurang resesi, seperti yang sering diperbincangkan?
Ekonom Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menyatakan, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami minus di kuartal II 2020, Indonesia belum masuk ke jurang resesi.
Advertisement
"Walaupun kita minus 5,32 persen y-o-y, tetapi secara formal kita belum disebut resesi. Definisi resesi terjadi ketika pertumbuhan ekonomi negatif y-o-y dua triwulan berturut-turut," jelas Piter kepada Liputan6.com, Rabu (5/8/2020).
Piter melanjutkan, jika nanti di kuartal III Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis data pertumbuhan ekonomi negatif, maka secara resmi, Indonesia bisa dikategorikan mengalami resesi.
Lantas apakah di kuartal III pertumbuhan ekonomi akan kembali negatif? Jika wabah masih ada, ekonomi diproyeksi masih akan mengalami kontraksi.
"Sangat besar kemungkinan triwulan III negatif, selama ada wabah hampir mustahil kita positif. Tapi dengan pelonggaran PSBB, kontraksi ekonomi yang terjadi akan lebih mild, tidak sedalam kuartal II," jelasnya.
Karena itu, kunci utama pemulihan ekonomi Indonesia ialah penanganan wabah Covid-19. Meskipun pemerintah sudah menggelontorkan berbagai stimulus, jika wabah masih ada, ekonomi tidak akan tumbuh positif.
"Stimulus hanya bisa menahan agar tidak terlalu dalam (kontraksi ekonomi). Tujuan stimulus itu sebenarnya untuk meningkatkan daya tahan masyarakat dan dunia usaha, sehingga bisa recover dengan cepat ketika wabah berlalu," ujar Piter.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen di Kuartal II-2020, Indonesia di Ambang Resesi
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen, di kuartal II 2020 secara tahunan (year on year). Angka ini di atas atau lebih besar dari prediksi sebelumnya.
Sebelumnya, pemerintah memproyeksi ekonomi Indonesia akan terkontraksi di angka -4,3 persen. Hal ini diungkapkan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, ekonomi Indonesia juga terkontraksi secara quartal to quartal (q to q) yang sebelumnya 2,97 persen (kuartal I 2020). Pertumbuhan ekonomi di kuartal II minus 4,19 persen.
"Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia semester I 2020 dibandingkan semester I 2019 terkontraksi 1,29 persen," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
Dia menjelaskan, pandemi Corona yang melanda Indonesia sejak awal tahun menjadi penyebab utama penurunan pertumbuhan ekonomi ini.
Pandemi Covid-19 telah menciptakan efek domino dari masalah sosial dan ekonomi, dan dampaknya menghantam seluruh lapisan masyarakat mulai dari rumah tangga, UMKM hingga korporasi.
Harga komoditas migas dan hasil tambang di pasar internasional pada kuartal II 2020 secara umum mengalami penurunan baik q to q maupun yoy.
Sementara harga komoditas makanan seperti gandum, minyak kelapa sawit dan kedelai mengalami penurunan q to q, tetapi meningkat secara yoy.
"Di satu sisi negara mengutamakan kesehatan dengan menerapkan lockdown, PSBB dan lainnya, di sisi lain pemerintah juga berupaya agar tingkat ekonomi berjalan. Dan untuk menyeimbangkannya bukan persoalan gampang. Dan bisa dilihat, banyak negara yang mengalami kontraksi," kata Suhariyanto.
Advertisement