Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini, menilai pemerintah belum bisa menangkap peluang di tengah pandemi corona. Akhirnya, peluang-peluang tersebut terlewat begitu saja tanpa bisa membantu memulihkan ekonomi nasional.
“Banyak peluang yang hilang. Memang hampir keseluruhan dari sektor itu mengalami pertumbuhan negatif tapi sebenarnya saat krisis itu justru ada peluang. Saat ini beban krisisnya tidak teratasi, sektor-sektor transportasi dan akomodasi tumbuhnya negatif berat sekali,” kata Didik dalam Press Conference INDEF, Kamis (6/8/2020).
Baca Juga
Kendati begitu, ia melihat peluang-peluang yang sebenarnya bagus yaitu di sektor informasi dan komunikasi (Infokom) Seharusnya sektor infokom tumbuh dua digit, namun nyatanya tidak.
Advertisement
Didik menyebut kinerja Menteri Komunikasi dan Informatika hanya diam menunggu arahan dari Presiden tanpa inisiatif sendiri.
Ia menyarankan kepada pemerintah bahwa sektor infokom ini gampang, pemerintah hanya perlu melakukan revolusi tiang listrik bekerjasama dengan perusahaan IT, kemudian disebarkan ke seluruh Indonesia melalui tiang-tiang listrik.
“Nah sekarang tiang listrik itu sewanya dipatok mahal sekali. Sekarang diberi gratis saja atau diskon separuh atau disubsidi Pemerintah karena tingkat Elektrifikasi atau pengaliran listrik sudah 95 persen seluruh Indonesia,” katanya.
Jika ada banyak daerah yang hingga kini tidak dapat sinyal listrik, itu mutlak ketidakmampuan pemerintah dalam kebijakan infokom. Ia menegaskan Kembali revolusi tiang listrik itu mudah.
“Fiber optic itu murah, yang mahal itu sewa tiang listrik, padahal kalau nempel di tiang listrik tidak bayar demi Pendidikan dan seterusnya tidak masalah. Justru dalam keadaan krisis harus menciptakan peluang yang banyak,” ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Impor di Sektor Kesehatan
Selain sektor potensial infokom yang tidak bagus, ia juga menyebut sektor Kesehatan mengalami hal serupa. Ia menyebut sektor Kesehatan itu seperti 'drakula' yakni menghisap darah devisa.
“90 persen itu diimpor dan banyak mafia, masyarakat susah mendapatkan akses kepada obat itu gara-gara ada indikasi monopoli dan perhantuan di sektor Kesehatan. Pengusaha-pengusaha di sektor Kesehatan itu kaya-kaya,” sebutnya.
Demikian dengan sektor Pendidikan seharusnya tidak mengalami hambatan. Namun, karena kinerja Pemerintah yang dinilai tidak becus dalam menangani dampak pandemi, maka banyak masyarakat yang menjadi korban, salah satunya anak sekolah.
“Banyak anak-anak di daerah tidak bisa belajar karena tidak dapat internet, mereka harus naik ke atas pohon untuk memasang antena atau lainnya. Masalahnya Pemerintah tidak berpikir saja,” pungkasnya.
Advertisement