Liputan6.com, Jakarta Sebagaimna diinformasikan sebelumnya Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa menyampaikan kuota solar subsidi yang diberikan BPH Migas untuk PT. KAI pada tahun 2019 adalah sebesar 243.262 KL dan realisasinya sebesar 246.025 atau sebesar 101,14% sehingga terjadi over kuota 1,14%.
"Tahun 2019 BPH Migas telah memberikan Kuota BBM Subsidi Untuk KAI sebesar 243.262 KL, jika dikalikan dengan harga jual ecerannya sebesar Rp5.150, maka senilai Rp1,2 Triliun" jelas Ifan sapaan untuk M. Fanshurullah Asa. Untuk mencegah terjadinya over kuota ditahun 2020, penetapan kuota BBM subsidi ditetapkan setiap triwulan.
Baca Juga
"Untuk Triwulan I ditetapkan kuotanya sebesar 51.250 KL dan realisasinya 55.332 KL (107,96%). Kemudian untuk Triwulan II dinaikan menjadi 61.000 KL, akan tetapi karena adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSPBB) untuk pencegahan covid-19 yang berdampak pada pembatasan operasional kereta api, realisasinya hanya 12.774 KL (20,94%). Untuk Triwulan III kuotanya sama dengan Triwulan II yaitu 61.000 KL," jelas Ifan.
Advertisement
Lebih lanjut Ifan menyampaikan bahwa dirinya sudah cek ada angkutan kereta api barang untuk batubara ekspor yang menggunakan BBM Subsidi.
"Berdasarkan pengecekan dilapangan terdapat kereta api barang untuk batubara eksport ke China, India, Vietnam, Malaysia, dan Brunei rata-rata mengangkut 1 juta ton perbulan dengan konsumsi BBM sebanyak 3,5 ribu KL/bulan atau sekitar sekitar Rp15,7 Milyar/bulan atau 188 Milyar setahun," tegas Ifan
Ifan berharap bahwa penggunaan minyak solar subaidi ini dapat digantikan dengan Liquified Natural Gas (LNG) sehingga subsidi BBM dapat lebih hemat. Selain Harga LNG yang lebih murah, penggunaan LNG juga lebih clean energy. Suplai LNG dapat dipasok dari Blok Migas yang ada di wilayah Sumatera Selatan yang terkenal dengan lumbung gas yang bahkan sampai diekspor ke Singapura dan juga dialirkan ke Pulau Jawa melalui Pipa Transmisi.
"LNG untuk kereta api diwilayah Sumsel, tinggal tapping dari Pipa Transmisi, lalu diregasifikasi masuk storage LNG di wilayah Kertapati dan sekitarnya kemudian disalurkan dalam ISO tank yg dipasang di belakang lokomotif kereta api sebagai bahan bakar lokomotif penggerak dan kereta pembangkit untuk penerangan gerbong kereta api seperti yang telah digunakan USA, Kanada, Rusia, dan India,"jelas Ifan.
Sementara itu Gubernur Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru menyambut baik kedatangan Anggota Komisi VII DPR-RI H. Yulian Gunhar dan Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa serta Komite BPH Migas Ahmad Rizal ke Sumatera Selatan.
“Kita menerima kabar baik yang dibawa oleh beliau-beliau ini yang akan membawa kemajuan bagi Sumsel,” ujar Herman Deru usai menggelar pertemuan di ruang rapat gubernur dengan para pihak tersebut di Palembang, Jumat (7/8/2020).
Herman Deru mengemukakan, kabar baik tersebut pertama berkaitan dengan kuota BBM Solar bersubsidi untuk Sumsel yang dinaikan sebanyak 2.796 KL (0,5%) dari kuota tahun 2019 sebesar 554.892 KL menjadi 557.688 KL di tahun 2020 dan sudah mendekati kesepakatan dengan pihak PT KAI yang akan mengkonversi bahan bakar dari solar menjadi menggunakan LNG dan Untuk di Sumsel ini akan menjadi negara yang kelima yang menggunakan LNG sebagai bahan bakarnya.
Hal ini akan sangat menguntungkan karena dengan mempergunakan LNG ini akan lebih bersifat ramah lingkungan dan hemat. Sedangkan untuk memulainya diharapkan agar segera realisasi dalam waktu dekat dengan adanya kesepakatan PT KAI, BPH Migas dan DPR RI yang telah memberikan dukungan.
“Kalau saya sendiri berharap secepatnya karena ini akan mengurangi emisi gas buang dan mudah-mudahan ini menjadi contoh negara dunia ini yang kelima. Tapi ini harus ada keputusan dari manajemen,” tambah Herman.
Sedangkan pemilihan Sumsel sebagai daerah yang menerapkan pemakaian LNG untuk kereta api karena lalu lintas penggunaan kereta api di Sumsel sangat tinggi. Misalnya untuk mengangkut batu bara, minyak dan lainnnya. Termasuk untuk konsumen pengguna Kereta Api Umum Penumpang dan Angkutan Barang pada PT. Kereta Api (Persero) Divre III Palembang.
Selain itu pada pertemuan dengan Gubernur tersebut juga dibahas optimalisasi penerimaan pendapatan daerah dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang dipungut dari penjualan BBM baik dari JBT, JBKP, maupun JBU (BBM Non subsidi) melalui pertukaran data penjualan yang ada di Sumsel dan BPH Migas. Selain itu juga dibahas optimalisasi pendirian Sub Penyalur untuk melayani kebutuhan BBM pada lokasi tertentu yang masih jauh dari penyalur dan Percepatan Pembangunan Program BBM 1 Harga agar masyarakat di Wilayah 3 T (terdepan, Tertinggal, Terluar) yang di Sumatera Selatan menikmati harga BBM yang sama yaitu solar sebesar Rp5.150,-/liter dan Premium 6.450/liter sebagai bentuk pemerataan keadilan di bidang energi sekaligus untuk meningkatkan kesejahterahan dan perekonomian masyarakat di wilayah 3 T.
(*)