Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris FPKS DPR RI, Ledia Hanifa menyebut lambatnya respon pemerintah terkait sertifikasi halal membawa pada implikasi yang lebih rumit di masa sekarang.
Mulanya, RUU mengenai sertifikasi produk halal ini digagas pada 2006 dan baru ditetapkan pada 2013 sebagai Undang-undang dengan Ledia sebagai ketua panja. Undang-ungang ini, kata Ledia, dimaksudjkan untuk memberikan jaminan produk halal bagi masyarakat, utamanya muslim.
Baca Juga
“Hulunya adalah bagaimana memberikan jaminan produk halal bagi seluruh rakyat indonesia terutama bagi yang muslim. Itu yang menjadi hal paling penting. Sehingga yang pertama harus dilakukan adalah sosialisasi, itu kewajibannya ada di Kementerian Agama, tapi itu tidak dilakukan,” kata Ledia dalam diskusi daring, sabtu (8/8/2020).
Advertisement
Kedua, lanjut dia, ketika UU tersebut sudah ada, Pemerintah juga lambat dalam implementasinya. Menurutnya, dalam tempo 2 tahun seharusnya Peraturan Pemerintah terkait sertifikasi produk halal ini sudah ada.
“PP 31 itu baru tahun 2019, 5 tahun (dari ditetapkannya UU pada 2013) baru keluar, padahal ini kan sangat berkaitan,” imbuh dia.
“Kalau mau diterapkan 5 tahun sejak Undang-Undang ditetapkan maka harus ditarik mundur, kan logikanya begitu. Tapi kenyataanya baru terjadi di 2019. Gimana nggak kusut coba?," lanjut dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Butuh Respon Cepat
Ledia mengatakan, andai pemerintah dengan cepat merespon, maka penentuan tarifnya juga tarifnya juga akan cepat rampung. “Orang PP nya baru ada, baru ngomongin tarif, nggak bisa kebayang Pak Adhi (ketua GAPMMI) dan kawan-kawan juga rumit bener. Sementara kita menginginkan agar usaha itu bisa berjalan dengan baik apalagi yang ultra mikro,” beber Ledia.
Menyinggung Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Ledia menyebutkan, terkait regulasi merupakan kewenangan Kementerian agama, dan bukan tugas dari BPJPH.
“Jadi begitu Kementerian Agama lambat responnya, lambat juga ke semuanya. itu fatal akibatnya,” kata dia.
Kledia menambahkan, jika kemudian ada sistem baru, maka mestinya ini bisa dilakukan upgrading bagi auditor lama yang sudah disertifikasi oleh MUI sebelumnya.
“Kalau mau mengenalkan sistem yang baru, ya tinggal diperkenalkan karena auditor halal yang sudah bekerja, mereka sudah punya pengalaman. Kalau yang baru, mereka baru lulus bagaimana mau audit,” kata Ledia.
Advertisement