Liputan6.com, Jakarta Kementerian Koperasi dan UKM memastikan stimulus yang diberikan Pemerintah untuk penanganan dampak pandemi covid-19 di sektor koperasi dan UMKM sebesar Rp 123,46 triliun, tidak merusak mekanisme pasar.
Dalam webinar Gotong Royong untuk #JagaUMKMIndonesia Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, yang diwakili Staf Khusus Menteri Bidang Ekonomi Kreatif, Fiki Satari, mengatakan setelah bantuan sosial sembako disalurkan, pihaknya memastikan agar bantuan itu tidak merusak pasar.
Baca Juga
“Contoh bantuan kebutuhan pokok yang disalurkan kita beli ditoko-toko sembako di masyarakat, kalau kita beli di grosir besar maka yang terdampak adalah warung-warung kelontong,” kata Fiki dalam webinar, Selasa (11/8/2020).
Advertisement
Lanjut Fiki, memang pada awal pandemi covid-19 terjadi di Indonesia yang dikedepankan oleh Kementerian Koperasi dan UKM utamanya adalah gotong royong, dengan kebijakan refocusing dan restrukturisasi anggaran yang sebelumnya dilaksanakan berbeda di tahun sebelumnya, kali ini harus didesain ulang karena pandemi.
Menurutnya kolaborasi gotong royong menjadi kata kunci utama dalam menangani suatu krisis yaitu dengan fase mitigasi survive agar bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat bisa memenuhi kebutuhan kesehariannya.
“Saat ini kita ada di level reaktivasi recovery, bahwa kita narasi rasa aman ini penting untuk disampaikan sehingga dalam setiap fase proses ini kita juga jaga soal sosialisasi, bagaimana pelaku UMKM agar menjaga protokol Kesehatan,” ujarnya.
Tambah Fiki, level reaktivasi ini Pemerintah mendorong bantuan produktif untuk usaha mikro. Sebelumnya di level mitigasi sudah diamankan usaha UMKM dan sekarang dihidupkan Kembali usahanya.
“Program PEN Rp 123,46 triliun untuk koperasi dan UMKM ini adalah fase bagaimana untuk mengekspansi masuk ke fase selanjutnya yaitu re-growth atau berkelanjutan, maka desain ini harus tetap dijaga,” pungkasnya.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan video di bawah ini:
98 Persen UMKM Indonesia Masih Berskala Usaha Mikro
Meskipun dalam situasi pandemi covid-19, Pemerintah memanfaatkan kondisi itu untuk mendorong UMKM naik kelas supaya struktur komposisi UMKM lebih banyak di usaha menengah dengan pendekatan low touch dan high touch.
“Saat ini bentuk komposisi UMKM Indonesia itu bentuknya piramida, sangat besar jumlahnya di kelompok usaha mikro dengan jumlah 63,3 juta atau 98 persen. Usaha kecil 783 ribu atau 1,28 persen, usaha menengah itu hanya 60 ribu atau 0,09 persen. Sehingga strukturnya sangat besar di usaha mikro,” kata Deputi Produksi dan Pemasaran Kemenkop UKM Victoria Simanungkalit, dalam webinar Membangun UMKM Berkelanjutan, Selasa (11/8/2020).
Victoria menjelaskan, dengan adanya usaha mikro, kecil dan menengah, maka pendekatannya pun tentu berbeda. Untuk usaha mikro dan kecil dilakukan pendekatan low touch.
Yakni lebih banyak diarahkan memberikan konsultasi, pendampingan dan pendaftaran usaha agar mereka lebih informal. Selain itu, Kementerian Koperasi dan UKM juga memberikan pendekatan inkubasi bisnis dan sharing mindset kewirausahaan.
“Supaya mereka berbisnis itu tidak semata-mata karena kepepet, tapi mereka memang ingin punya mimpi untuk mengembangkan bisnisnya secara berkelanjutan,” ujarnya.
Pendekatan berikutnya membuat packaging mereka menarik dan brand bersama, karena mereka sangat kecil-kecil, jika dibiarkan pelaku usaha kecil bertanding di pasar mereka akan ketinggalan. Sehingga kita dorong mereka mempunyai brand Bersama.
Kemudian pendekatan lainnya mengkampanyekan atau menunjukkan kisah-kisah sukses dari pengusaha-pengusaha mikro yang naik kelas, membuat konten-konten tutorial dan best praktis bisnis UMKM yang populer termasuk modul manajemen keuangan operasional, pengembangan pemasarannya, dan pengembangan SDM nya.
“Kita lebih memfokuskan usaha kecil kepada permodalan sekedar modal kerja agar mereka bisa menggerakkan ekonominya, untuk tetap eksis,” ujarnya,
Sementara untuk usaha menengah akan didorong menjadi usaha besar, dengan pendekatan high touch seperti digitalisasi bisnis modelnya, pemasarannya, dan membantu mereka memperluas pasarnya dengan membuka kanal-kanal distribusi.
“Ini perlu kita kembangkan dan meng scaling up mereka menjadi UMKM yang go internasional, dan kita mendorong pendamping-pendamping, jadi di dua kelompok ini memang kita memberikan pendampingan yang berbeda,” ujarnya.
Menurutnya kelompok usaha menengah yang high touch tidak cukup hanya membutuhkan modal kerja, melainkan perlu dikembangkan sisin permodalan dan investasinya agar mereka mampu mengembangkan teknologi dan pasar.
Advertisement