Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani ternyata pernah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 22 tahun lalu. Hal ini diungkapkan Sri Mulyani dalam unggahannya di laman Facebook (FB) miliknya.
Pada 13 Agustus 1998, diceritakannya, Sri Mulyani mengaku diundang Jokowi yang kala itu masih menjadi pengusaha eksportir furniture, untuk menjadi pembicara dalam sebuah seminar. Selain pengundang, Jokowi juga sebagai sponsor utama acara tersebut.
Baca Juga
Dalam seminar tersebut, diceritakannya, Sri Mulyani diminta untuk menjelaskan mengenai krisis ekonomi yang dialami Indonesia kala itu. Namun di tengah itu, Jokowi merupakan salah satu dari beebrapa orang yang mendapat berkah dari krisis yang terjadi saat itu.
Advertisement
Untuk cerita lengkapnya, berikut unggahan Sri Mulyani di FB miliknya yang dikutip Liputan6.com, Kamis (13/8/2020):
Throwback 22 Tahun yang Lalu.
14 Agustus 1998 - 22 tahun lalu kamu ada dimana?
Tahun 1998 - Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dahsyat. Ekonomi merosot tajam minus 13,7%, mata uang Rupiah kolaps dari Rp 2350 menjadi Rp 16.000 per dollar Amerika. Banyak perusahaan dan bank besar kecil mengalami kebangkrutan.
Sebagai ekonom yang mengajar di Universitas Indonesia - saya diundang dalam sebuah seminar di Solo- untuk menjelaskan mengapa krisis ekonomi terjadi dan bagaimana menyelamatkan ekonomi Indonesia ke depan.
Pengundang dan sponsor seminar tersebut adalah Pak Jokowi seorang pengusaha eksportir furniture yang justru mendapatkan berkah luar bisa dalam kondisi krisis tersebut - karena penerimaan ekspor dalam US dollar melonjak lebih dari enam kali lipat, Pak Jokowi menggunakan “windfall profit” secara bijaksana dengan menambah kapasitas produksi, berhasil memanfaatkan situasi krisis justru untuk mengembangkan usahanya.
22 tahun kemudian, Pak Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia, dan saya diminta beliau menjadi Menteri Keuangan. Dunia menghadapi krisis akibat Pandemi Covid-19. Dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi kita berupaya mengatasinya.
Program pemulihan ekonomi terus digenjot - untuk membantu masyarakat, memulihkan dan membangkitkan usaha kecil menengah, dan menumbuhkan kembali kegiatan ekonomi.
Kalian 22 tahun kedepan bisa menjadi apa saja. Rajut masa depanmu dengan tidak berhenti belajar, bekerja keras, jujur dan cerdas. Miliki mental baja, jangan menyerah menghadapi cobaan dan ujian apapun. Jangan lupa selalu berdoa..!
Jakarta 13 Agustus -2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indonesia Diyakini Mampu Bertahan dari Krisis Ekonomi, Ini Rahasianya
Sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang patut diperhitungkan di ASEAN, Indonesia mampu bertahan di tengah krisis ekonomi akibat Covid-19.
Sebelum krisis global yang terjadi akibat Covid-19, Indonesia pernah mengalami kondisi serupa pada tahun 1998. Apabila dibandingkan dengan krisis 1998, ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kuat dan sehat.
Hal tersebut tercermin pada beberapa aspek termasuk peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga lima kali lipat menjadi 1,1 triliun Dolar AS, dan peningkatan cadangan devisa sekitar tujuh kali lipat menjadi 129 miliar Dolar AS.
Selalu menjadi kekhawatiran, pinjaman luar negeri naik sebesar 3,1 kali lipat menjadi 404 miliar. Adapun, hal yang perlu di garis bawahi adalah rasio utang Indonesia terhadap PDB yang mengalami penurunan dari 57 persen menjadi 36 persen.
Uniknya, tahun 1998 dan 2020 mencatat depresiasi Rupiah yang serupa yaitu sekitar Rp16.500 sampai Rp16.600. Hal yang berbeda di tahun 2020 adalah tingkat depresiasi sebesar 16 persen, dari 500 persen di tahun 1998.
Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna mengungkapkan bahwa perbedaan yang paling berarti terasa dari segi kestabilan politik.
"Berbeda dengan situasi politik tahun 1998 yang sangat tidak stabil, kondisi saat ini jauh lebih stabil di mana Presiden Jokowi memasuki periode kedua. Selain itu, pemerintahan Jokowi juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus yang ditargetkan untuk mengurangi kemiskinan," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Berbeda dengan masyarakat pada1998 yang belum berbekal jaminan sosial, masyarakat kini memiliki program jaminan sosial atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan pengobatan gratis.
Dalam upaya meminimalisir dampak Covid-19, pemerintah meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 27 miliar Dolar AS untuk pembiayaan pelayanan kesehatan.
Advertisement