Sukses

Ekonom Sebut Investasi Belum Bisa Pulih dalam Waktu Dekat

Sektor investasi dinilai masih akan mengalami perlambatan dalam waktu dekat

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah indikator pereonomian mulai menunjukkan tren pemulihan pasca dilonggarkannya PSBB akibat pandemi covid-19. Namun demikian, sektor investasi dinilai masih akan mengalami perlambatan dalam waktu dekat. Hal ini turut dipengaruhi kondisi ekonomi global yang masih belum stabil.

“Yang cukup menjadi tantangan adalah investasi. Di sini kalau kita lihat investasi karena terkait capex dari sisi private sector dan juga belanja modal pemerintah masih menjadi challenge tersendiri khususnya di tahun ini,” kata VP Economist Bank Permata, Josua Pardede dalam Tanya BKF: Strategi Pemulihan & Percepatan Serta Perluasan PEN, Rabu (19/8/2020).

Menurut hematnya, investasi pada kuartal II baik bangunan maupun nonbangunan masih mengalami kontraksi. Untuk investasi bangunan, terbukti dari penjualan semen yang masih terkontraksi sekitar 12 persen.

“Dari BKPM sendiri juga menunjukkan sama, bahwa komitmen investasi dari investor-investor domestik maupun investor asing pun juga masih mengalami penurunan,” sambung dia.

Josua menilai, hal ini seiring dengan kondisi global yang belum stabil. Bahkan diperkirakan terjadi perlambatan yang lebih lanjut.

“Karena ini juga cukup inline dengan kondisi Global yang diperkirakan memang perlambatannya cukup signifikan di tahun ini. Sehingga investor masih wait and see, khususnya investor asing,” kata dia.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Korupsi jadi Hambatan Utama Investasi di Indonesia

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rofik Hananto mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan investasi di Indonesia. Pada 2019, investasi hanya tumbuh sebesar 12 persen masih jauh dari target pemerintah.

"Fraksi PKS mengkhawatirkan perlambatan pertumuhan investasi. pada 2019 investasi hanya tumbuh 12 persen saja," ujarnya saat memberi tanggapan RUU Pelaksanaan APBN 2019, Jakarta, Selasa (18/8).

Perlambatan investasi tersebut, kata Rofik disebabkan oleh indeks persepsi korupsi Indonesia yang masih tinggi. Indonesia menduduki peringkat 85 dari 180 negara dalam rangking indeka persepsi tersebut.

"Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk memperbaiki indeks persepsi korupsi di Indonesia karena sangat berdampak pada investasi dan perekonomian secara keseluruhan. Pada 2019 indeks persepsi korupsi di Indonesia berada pada 85 dari 180 negara," katanya.

Pada tahun lalu, indeks persepsi korupsi Indonesia bahkan lebih rendah dibandingkan beberapa negara tetangga. "Indeks persepsi korupsi di Indonesia masih di bawah Singapura, Brunei dan Malaysia," paparnya.

 

3 dari 3 halaman

Belanja Perpajakan Rp600 T di 2019 Tak Maksimal

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rofik Hananto mengkritik belanja perpajakan pemerintah di 2019 yang mencapai Rp600 triliun. Menurutnya, besarnya insentif perpajakan tersebut belum memberi dampak maksimal bagi penerimaan negara.

"Fraksi PKS menilai kebijakan insentif perpajakan yang telah menelan biaya lebih dari Rp600 triliun belum memberi hasil maksimal. Belanja perpajakan Indonesia terus meningkat tetapi investasi untuk sektor industri prioritas masih jalan ditempat," ujarnya di Jakarta, Selasa (18/8).

Pada 2019, realisasi investasi pada beberapa sektor seperti logam dasar dan pertambangan hanya mencapai 15 persen dari total investasi. Kalah jauh dari sektor jasa yang mencapai 57,5 persen. Sektor tersebut justru minim mendapat fasilitas perpajakan.

"Tanpa ada reformasi perpajakan maka sejumlah insentif perpajakan yang diberikan pemerintah tidak akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan," kata Rofik.

Tak Berhasil Tingkatkan Tax Ratio

Rofik juga menilai, pemerintah tidak berhasil mendorong peningkatan tax ratio yang selama 5 tahun ini mengalami penurunan dari 10,85 persen 2014 menjadi 9,76 persen pada 2019. PKS mendesak pemerintah meningkatkan tax ratio.

"Dengan cara memperluas basis perpajakan terutama kepada wajib pajak yang berada di luar negeri dan memiliki aktivitas ekonomi di dalam negeri, mendorong kepatuhan wajib pajak dan kepastian hukum perpajakan," katanya.

Langkah lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan restitusi dan audit PPN yang optimal mendorong penerimaan PPN. Pemerintah juga masih kurang dalam mendorong penerimaan PNBP terlihat dari rasio yang terus mengalami penurunan setiap tahun.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com