Liputan6.com, Jakarta Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Mukhaer Pakkanna mengungkapkan satu fakta terkait bantuan sosial (bansos) yang diberikan pemerintah. Ditemukan jika, banyak masyarakat yang justru memakai dana bantuan ini untuk membeli rokok.
"Ada beberapa riset yang kami temukan di Muhammadiyah banyak bantuan misalnya Bantuan Langsung Tunak (BLT) yang lalu itu alokasinya ketika bantuan diberikan apalagi kepada kepala rumah tangga itu banyak untuk konsumsi rokok," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (23/8/2020).
Baca Juga
Dia menilai, tidak sepatutnya dana bantuan dipergunakan untuk konsumsi rokok. Mengingat, arah kebijakan dan strategi dalam RPJMN 2020-2024 dalam kebijakan cukai penyaluran bantuan sosial atau subsidi mencakup pengembangan variasi bantuan pangan.
Advertisement
Dia menyebut, hampir sekitar 70 persen perokok itu adalah masyarakat menengah ke bawah atau masyarakat rentan miskin. Sehingga ketika diberikan dana bantuan sosial, masyarakat justru mengalokasikan dana tersebut untuk konsumsi rokok.
"Beberapa bantuan lain di masa pandemi ini bisa dicurigai itu alokasi untuk konsumsi rokok itu naik itu perlu kita kendalikan," jelas dia.
Sebagai informasi saja, di masa pandemi terjadi sekarang ini Pemerintah telah menyiapkan alokasi dana untuk perlindungan sosial sebesar Rp 203,9 triliun.
Terdiri dari PKH Rp 37,4 triliun, sembako Rp 43,6 triliun, bansos Jabodetabek Rp 6,8 triliun, bansos non-Jabodetabek Rp 32,4 triliun, kartu Prakerja Rp 20 triliun, diskon listrik Rp 6,9 triliun, logistik/pangan/sembako Rp 25 triliun, dan BLT dana desa Rp 31,8 triliun.
 Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Tonton Video Ini
Pemerintah Diminta Kaji Kembali Kenaikan Tarif Cukai Rokok Hasil Produksi Petani
Pemerintah diminta kembali mempertimbangkan kenaikan tarif cukai rokok, khususnya untuk rokok berbahan baku hasil produksi para petani. Ini merupakan permintaan Bupati Temanggung, M Al Khadziq.
Seperti diketahui, kenaikan tarif cukai rokok sendiri sudah berlaku efektif sejak awal tahun sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
"Mohonlah kenaikan cukainya jangan terlalu tinggi untuk memberikan ruang hidup bagi masyarakat kita sendiri. Toh mereka adalah saudara-saudara kita para petani tembakau yang juga dari dulu ikut berjuang mendirikan negara ini mereka adalah saudara-saudara kita semua yang harus kita bela yang harus kita tempatkan untuk tempat yang layak," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Mengakhiri Polemik Kebijakan Cukai' yang diadakan di Jakarta, Minggu (23/8/2020).
Dia mengatakan, kalaupun pemerintah ingin melakukan perubahan di industri tembakau dan pergeseran maka para petani harus dibina dan dipikirkan betul.
"Kalaupun memang cukai ini harus dinaikkan oleh pemerintah yang mohonlah bagi hasilnya yang bisa dirasakan oleh petani tembakau porsinya diperbesar," kata dia.
Sebagai daerah penghasil tembakau terbesar, Kabupaten Temanggung hanya memperoleh dana bagi hasil cukai hasil tembakau sekitar Rp30-31 miliar saja. Sementara kabupaten lainnya menerima porsi lebih besar.
Dia menyampaikan, pihaknya menjadi pemerintah daerah pertama yang protes saat pusat berencana menaikkan tarif cukai tembakau. Karena jika itu terealisasi akan mengganggu atau berdampak pada harga tembakau di tingkat petani.
"Kita adalah satu-satunya Pemerintah Daerah yang waktu itu mengajukan keberatan soal rencana kenaikan cukai tembakau. Saya tidak tahu setelah kami datang apakah ada pemerintah daerah lain kami memberikan masukan waktu itu kepada bapak Dirjen,"Â jelas dia.
Dalam pertemuan itu, dia sempat menyarankan jika memang cukai dinaikan maka kenaikan itu diberlakukan kepada rokok-rokok yang menggunakan bahan baku impor. Sedangkan rokok-rokok yang jelas menghidupi masyarakat dan petani cukainya tidak perlu dinaikan.
"Ini untuk memberikan ruang bagi para petani kita saudara-saudara kita yang sudah jelas berkontribusi pada pembangunan bangsa dan negara ini," tandasnya.
Seperti diketahui, pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 25 persen dan berlaku efektif pada 1 Januari 2020 lalu. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Dalam aturan itu, Kementerian Keuangan merinci satu persatu jenis rokok dan besaran tarif kenaikannya. Untuk jenis rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I buatan dalam negeri, batasan harga jual eceran per batang dinaikkan dari Rp 1.120 per batang menjadi Rp 1.700 per batang. Cukainya naik dari Rp 590 menjadi Rp 740 per batang atau 25,4 persen.
Sementara itu, untuk jenis Sigaret Putih Mesin (SPM), batas harga jual eceran per batang naik dari Rp1.120 per batang menjadi Rp1.790. Kenaikan tarif cukainya naik dari Rp625 menjadi Rp790 per batang atau 26,4 persen.
Ada juga Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan I, yang harga eceran dinaikkan dari Rp1.260 menjadi Rp1.460 per batang. Di mana arif cukainya, naik dari Rp 365 menjadi Rp 425 per batang.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement