Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan awal pekan ini.
Mengutip Bloomberg, Senin (24/8/2020), rupiah dibuka di angka 14.755 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnhya yang ada di angka 14.772 per dolar AS.
Baca Juga
Namun menjelang siang, rupiah melemah ke level 14.797 per dolar AS.
Advertisement
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.755 per dolar AS hingga 14.800 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,72 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.794 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.786 per dolar AS.
Analis pasar uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto memperkirakan rupiah hari ini akan cenderung terapresiasi didukung data domestik.
"Memang pagi ini rupiah melanjutkan penguatan, karena mostly data ekonomi menunjukkan kondisi yang cukup stabil, khususnya CAD dan trade balance," ujar Rully dikutip dari Antara, Senin (24/8/2020).
Selain itu, lanjut Rullly, permintaan valas sepertinya juga mulai menurun sedikit demi sedikit.
Dari eksternal, pergerakan nilai tukar dipengaruhi oleh kebijakan akomodatif dari bank sentral AS The Fed dan pemerintah AS.
"Hal itu mendorong peningkatan supply mata uang dolar AS," katanya.
Rully memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp14.665 per dolar AS hingga Rp 14.780 per dolar AS.
Â
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ancaman Pandemi Gelombang Kedua Berpotensi Lemahkan Rupiah
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih mengalami pelemahan, meski ada sedikit perbaikan seiring dengan membaiknya mekanisme pasar.
Menurut catatannya, rupiah pada Juli 2020 terdepresiasi 2,92 persen secara rata-rata dibanding Juni 2020. Perry mengatakan, pelemahan itu terjadi karena beberapa faktor, seperti ancaman pandemi Covid-19 gelombang kedua.
"Itu antara lain disebabkan kekhawatiran terhadap gelombang kedua pandemi Covid-19, prospek pemulihan ekonomi global, dan ketidakpastian pasar keuangan akibat kenaikan tensi geopolitik Amerika Serikat dan China," katanya dalam sesi teleconference, Rabu (19/8/2020).
Kecemasan serupa turut berlanjut pada Agustus ini, yang menyebabkan kurs rupiah masih mengalami pelemahan. "Per 18 Agustus, ada depresiasi 1,04 persen secara rerata dibandingkan Juli 2020," terangnya.
Namun ke depan, Perry optimis nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued.
Kemudian didukung inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan rendah, daya tarik keuangan domestik yang tinggi, hingga premi risiko yang turun.
Perry pun yakin, prospek pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang dapat menguat pada semester kedua tahun ini juga dapat mendongkrak penguatan nilai tukar rupiah.
"Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan likuiditas, baik di pasar keuangan maupun valas dan memastikan bekerjanya mekanisme pasar," ujar dia.
Advertisement