Sukses

DPR dan Pemerintah Sepakat Bentuk Panja Bahas RUU Bea Materai

.DPR dan pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk pembahasan RUU Bea Materai.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk pembahasan RUU Bea Materai. Kesepakatan tersebut diambil dalam keputusan rapat antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bersama dengan Komisi XI DPR RI.

Ketua Komisi XI, Dito Ganinduto menyampaikan, berkaitan dengan selesainya masa sidang maka pembahasan RUU Bea Materai akan ditindaklanjuti ke dalam Panja. Nantinya, Panja akan dilanjutkan atau dijadwalkan pada Senin dan Selasa pekan depan.

"Sudah kita sepakat untuk sampaikan ke ketua umum untuk di geser dari kom 11 untuk itu mohon persetujuan kita membentuk panja RUU tentang Bea Meterai," kata Dito usai rapat bersama dengan pemerintah di Ruang Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (24/8).

Sebelumnya, dalam kesempatan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan pembahasan RUU Bea Materai ini harus tetap dilakukan secara proporsional dan konsisten sesuai dengan niat pemerintah untuk terus mendukung pemulihan ekonomi.

Dia pun memproyeksikan RUU Bea Materai bakal berada pada kisaran Rp11,3 triliun atau meningkat 5,7 triliun dari 2019. Di samping aspek penerimaaan RUU Bea Materai mengatur pemberian fasilitas berupa pembebasan pengenaan bea materai terutama untuk situasi bencana alam dan untuk pelaksanaan program pemerintah serta dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasionl dengan memeprtimbangkan apa yang telah disepakati RUU bea materai.

"Sebagai RUU prioritas 2020 sifatnya carry over telah disepakati berbagai cluster materi antara DPR RI dan pemerintah.

Selama ini, kesempatan ini kami berharap untuk pimpinan dan anggot komisi XI dapat melanjutkan pembahasan RUU bea materai secara bersama-sama dengan pemerintah dan tentu kita berharap untuk bisa diselesaikan untuk 2 cluster sisa yang selama ini belum disepakati dalam panja.," jelas dia.

Bendahara negara ini meyakini bahwa RUU materai diharapkan bisa memberikan manfaat keseluruhan masyarakat bangsa dan negara dan bagi kebutuhan negara. "Semoga yang kita lakukan selalu dapatkan petunjuk dan Allah SWT . Sehingga dapat menjalankan tugas konstitusional dan legislasi berkeadilan bagi rakyat Indonesia," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Tips Bedakan Materai Asli dan Palsu dari Perum Peruri

Meterai palsu atau meterai bekas pakai (rekondisi) masih beredar di toko online. Salah satu indikasi bahwa meterai tersebut palsu, yakni dijual dengan harga murah, di bawah harga nominal yang tertulis pada meterai yakni Rp 3.000 dan Rp 6.000.

Selain itu, masih ada beberapa perbedaan antara meterai asli dan palsu. Masyarakat harus tahu, agar tidak mudah terperdaya.

Kepala Unit Pemeriksaan Keaslian Produk Perum Peruri Fuguh Prasetyo mengungkapkan sejumlah perbedaan antara meterai palsu dan yang asli. Perbedaan pertama, meterai asli memiliki lambang Garuda serta cetakan bunga yang memakai tinta alih warna atau berubah warna.

Meterai asli juga memiliki 17 digit nomor seri yang tercetak dengan jelas. Nomor seri ini memiliki angka yang berbeda-beda di setiap meterai. Meterai palsu yang dijual biasanya memiliki nomor seri yang sama antara satu meterai dengan yang lainnya.

Cara mengecek meterai menggunakan prinsip yang sama ketika hendak mengecek keaslian uang, yakni 3D. Hanya saja dalam mengecek meterai 3D berarti, dilihat, diraba, digoyang.

"Untuk mengetahui keaslian pakai 3D, dilihat diraba, dan digoyang. Identifikasi pertama dilihat dari cetakan," kata dia, dalam acara sosialisasi, di kantor pusat DJP, Jakarta, Senin (18/11).

Meterai asli, jelas Fuguh, memiliki desain security, yakni terdapat logo Kementerian Keuangan, teks DJP, dan angka nominal. Juga terdapat teks berukuran mikro bertuliskan Ditjen Pajak.

"Jadi kalau diraba ini (meterai) sama seperti uang. Cetakan akan terasa kasar. Fitur ini sama seperti yang diterapkan di uang. Yang digoyang ini bunga yang memiliki tinta alih warna," urai dia.

Jika uang kertas memiliki benang pengaman, maka di meterai asli terdapat hologram. "Kalau meterai itu hologram. Itu silver dan color image, kalau dari sudut pandang tertentu akan berubah warnanya," imbuhnya.

Meterai palsu biasanya memiliki gambar yang kurang jelas dengan warna yang kurang solid. Nomor yang terdiri dari 17 angka di meterai palsu pun biasanya sama dengan meterai-meterai palsu yang lain.

"Ketika menemukan gambar tidak jelas, itu bisa dipastikan meterai palsu. Kalau palsu akan hilang efek perabaannya saat diraba dengan ujung kuku atau ujung jari. Tinta alih warna palsu dicetak dengan metalik atau glossy," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com 

3 dari 3 halaman

Hingga Oktober, Penerimaan Bea Materai Tembus Rp 4,6 Triliun

Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berupaya meningkatkan penerimaan negara. Salah satunya dari pos penerimaan dari bea materai.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan, sejauh kontribusi penerimaan pajak dari bea materai berada di kisaran Rp 4 triliun hingga Rp 5 triliun. Per Oktober 2019, penerimaan dari bea meterai menyentuh angka Rp 4,6 triliun.

"Kalau kita lihat perkembangan penerimaan dalam 6 tahun terakhir penerimaan dari bea materaistabil di angka Rp 4-5 triliun. 2013 Rp 4,42 triliun, 2018 Rp 5,4 triliun, 2019 sampai Oktober Rp 4,6 triliun," kata dia, dalam acara sosialisasi, di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (18/11).

Patut diakui bahwa pertumbuhan bea materai cenderung lambat. Penerimaan paling tinggi dalam 6 tahun terakhir, kata dia, terjadi pada 2018 yakni Rp 5,4 triliun.

"Pertumbuhan penerimaan pajak meningkat siginifikan jadi porsi bea materai makin lama makin kecil," ujarnya.

Padahal, menurut dia, potensi sumbangan bea meterai cukup besar.

"Menurut kami potensinya cukup besar, karena ada dua komponen satu kegiatan ekonomi dan tidak berbasis ekonomi," jelas Yon.Â