Liputan6.com, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi menyatakan, OJK telah memberikan relaksasi kepada industri asuransi untuk memasarkan Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) secara daring melalui video call. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Nomor 18/D.05/2020.
Hingga saat ini, OJK telah memberikan izin penjualan PAYDI kepada 6 perusahaan. Masih ada 4 perusahaan lagi yang sedang mengajukan proses perizinan.
Baca Juga
"Ada 4 perusahaan lagi yang sedang dalam proses persetujuan. Kami lihat, bahwa mungkin setelah pnademi, penjualan produk digital akan memiliki peranan penting dalam lini bisnis asuransi," ujarnya.
Advertisement
Riswinandi melanjutkan, penjualan produk asuransi secara digital akan memberikan peranan penting bagi lini bisnis industri keuangan pasca pandemi Covid-19 berakhir.
Hal itu dikarenakan pandemi Covid-19 telah menjadi game changer karena telah mengubah kebiasaan, terutama dalam penggunaan teknologi dimana hampir sebagian besar masyarakat memanfaatkan teknologi untuk bekerja, belajar dan bertransaksi.
"Industri jasa keuangan memang cepat menggunakan teknologi untuk memberi kemudahan ke konsumen untuk mendapatkan akses ke produk keuangan. Kami lihat pola adaptasi ini hampir terjadi di seluruh industri keuangan termasuk asuransi," ujar Riswinandi dalam webinar, Senin (24/8/2020).
Oleh karenanya, peluang ini harus dimanfaatkan sebagai batu loncatan agar kinerja industri membaik di tengah pandemi. Yang tak kalah penting, aspek kehati-hatian harus tetap dijaga, termasuk aspek perlindungan hak-hak konsumen yang terkait dengan reputasi.
"Justru teknologi harus dibangun untuk lebih memperkuat manajemen resiko perusahaan asuransi," tuturnya.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan video pilihan berikut ini:
OJK Minta Perusahaan Asuransi Hati-Hati Jaga Reputasi di Tengah Pandemi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan asuransi bisa menjaga reputasinya agar masyarakat bisa percaya sepenuhnya kepada industri terutama di tengah pandemi.
Hal ini dikarenakan maraknya kejadian jatuhnya reputasi perusahaan asuransi tertentu yang membuat masyarakat takut mengambil polis, sehingga mereka tidak memiliki proteksi ketika sesuatu yang tak terduga datang di masa depan, seperti pandemi Covid-19.
"Kami meminta perusahaan asuransi agar berhati-hati dalam mengelola aset and liability management-nya, agar terhindar dari kasus yang terkait reputasi, terutama yang ditakuti itu keadaan gagal bayar," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi dalam webinar, Senin (24/8/2020).
Tidak dipungkiri, pandemi turut mengubah kondisi internal dan keuangan perusahaan. Riswinandi menyebutkan, industri asuransi rentan terhadap volatiltias di pasar modal, apalagi dengan kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih belum stabil dalam 5 hingga 6 bulan terakhir.
Secara agregat, sekitar 80 persen portofolio investasi di industri asuransi menggunakan instrumen pasar modal seperti reksadana, obligasi dan lainnya, sehingga apa yang terjadi di pasar modal akan memberi dampak yang cukup besar bagi industri asuransi, termasuk yang mempengaruhi yaitu sentimen pasar.
"Kita lihat betul sekali, karena lebih dari 80 persen portofolio diinvestasikan di pasar modal, ini memang kondisi yang harus dilihat secara baik karena market mempengaruhi naik turunnya investasi kita," tuturnya.
Meski demikian, kinerja industri asuransi di tengah pandemi tidak mengalami penurunan yang tajam. Risk Based Capital (RBC) industri tercatat naik menjadi 688,1 persen per Juni 2020, khusus untuk asuransi jiwa, walaupun secara pertumbuhan preminya mengalami kontraksi hingga -10 persen per Juni 2020.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6
Advertisement