Liputan6.com, Jakarta - Memasuki kuartal III 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) komisi XI mendesak pemerintah agar gesit dalam realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pasalnya, Per 19 Agustus 2020, realisasi mencapai Rp 174,79 triliun atau sekitar 25,1 persen dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun.
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Marsiman Saragih mengaku pesimis bahwa realisasi anggaran PEN bisa terserap 100 persen. “Kami pesimis ini bisa terserap semua, paling tidak Rp 200-300 triliun,”kata dia dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/8/2020).
Dia pun mempertanyakan, apakah pemerintah sudah memiliki skenario lain jika anggaran PEN tidak terealisasi 100 persen.
Advertisement
"Kita tahu sumber dari pemulihan ekonomi nasional ini adalah bersumber dari utang, ini terkait masalah kita berhutang tapi ternyata uangnya tidak dimanfaatkan, menjadi sisa anggaran. Kami menginginkan kepastian apakah ini sudah masuk dalam skenario? Karena dengan pertumbuhan 20 persen saja per bulan kita tidak akan mampu menyerap keseluruhan dalam program pemulihan ekonomi nasional," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Demokrat Siti Mufattahah menilai pemerintah kurang gesit dalam implementasi realisasi PEN ini. Mengingat sudah memasuki kuartal ke-III, Siti mengatakan bahwa progres seharusnya dilaporkan per hari, dan bukan per bulan.
Menurutnya, memasuki kuartal ke-III ini, pemerintah seharusnya sudah bisa menyerap realisasi PEN sebesar 70 persen. Untuk itu, pemerintah diminta menciptakan inovasi dalam mempercepat realisasi.
"Jika hal ini terjadi pertumbuhan ekonomi di kuartal III (negatif) ini disebabkan karena PEN gagal diimplementasikan, harusnya bulan ini PEN sudah mencapai 70 persen. Saya mohon agar progres pengadaan program dan jasa harus ada inovasi, hal ini sangat penting untuk memudahkan birokrasi bagi PEN," ujarnya.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Sri Mulyani: Pencairan Program PEN Capai Rp 174,79 Triliun
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat, realisasi anggaran untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga per 19 Agustus 2020 baru mencapai sebesar Rp 174,79 triliun. Realisasi anggaran tersebut baru sekitar 25,1 persen dari pagu Rp 695,2 triliun.
"Evaluasi program PEN, maka kami melihat program yang desainnya simpel dan sudah memiliki existing maka bisa dieksekusi cepat, seperti pemberian bansos PKH, kartu sembako bisa cepat. Namun apabila belum, dan merupakan program usulan baru, kami melihat ada yang betul-betul sangat challenging sehingga eksekusinya butuh waktu," kata dia dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (24/8/2020).
Jika dirinci, realisasi program PEN terdiri dari anggaran kesehatan sebesar Rp 7,36 triliun dari pagu Rp 87,5 triliun. Realisasi sektor ini terdiri dari insentif kesehatan pusat dan daerah Rp 1,86 triliun, santunan kematian tenaga kesehatan yang meninggal Rp 21,6 miliar, gugus tugas covid Rp 3,22 triliun, dan insentif bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kesehatan Rp 2,26 triliun.
Sementara untuk perlindungan sosial, realisasinya mencapai Rp 93,18 triliun atau 49,7 persen dari pagu Rp 203,91 triliun. Ini terdiri dari PKH Rp 26,6 triliun, kartu sembako Rp 26,3 triliun, bantuan sembako Jabodetabek Rp 3,4 triliun, bantuan tunai non-Jabodetabek Rp 18,6 triliun, kartu prakerja Rp 5,3 triliun, diskon listrik Rp 3,5 triliun, dan BLT dana desa Rp 9,6 triliun.
"Pemerintah akan terus mendukung terutama beberapa sektor seperti pariwisata yang masih akan diusulkan hibah pariwisata usulan pinjaman Rp 12,25 triliun untuk pemda. Dan percepatan anggaran dan eksekusi terutama dua program baru, akan diluncurkan Presiden pekan ini bantuan produktif dan subsidi gaji yang sudah disiapkan," ungkapnya.
Untuk sektoral Kementerian Lembaga atau K/L dan Pemerintah Daerah, realisasi atau pencairan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baru mencapai 13,1 persen dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Angka itu setara dengan Rp 12,40 triliun dari pagu sebesar Rp 106,05 triliun.
"Untuk belanja KL dan Pemda sudah capai 13,1 persen dari pagu Rp 106,05 triliun, yang sudah di DIPA-kan Rp 94,73 triliun yang belum DIPA Rp 11,32 triliun," kata dia.
Bendahara Negara ini merinci, dari realisasi sebesar Rp 12,40 triliun tersebut program padat karya mencapai Rp 9,01 triliun. Kemudian untuk Dana Insentif Daerah (DID) Pemulihan Ekonomi sudah terbayarkan Rp 654,9 miliar.
Di samping itu, untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp 328,8 miliar. Dan terakhir bantuan produktif sebesar Rp 2,4 triliun untuk satu juta usaha mikro.
Advertisement
Insentif Usaha dan UMKM
Sementara itu, untuk program insentif usaha dalam bentuk perpajakan sebesar Rp120.61 triliun baru terealisasi sebesar Rp17,23 triliun atau mencapai 14,3 persen dari pagu.
Adapun rinciannya terdiri dari PPh 21 DTP baru mencapai Rp1,35 triliun. Kemudian untuk PPh 22 impor sebesar Rp3,36 triliun, pengurangan angsuran PPh 25 Rp6,03 triliun, pengambilan pendahuluan PPN Rp1,29 triliun, dan penurunan tarif PPh badan Rp5,20 triliun.
"Kemenkeu terutama DJP terus sosialisasi kepada stakeholder agar fasilitas bisa dipahami dan dimanfaatkan.
Kemudian realisasi anggaran dukungan untuk UMKM adalah Rp44,63 triliun atau 37,2 persen dari pagu Rp123,47 triliun. Ini terdiri dari penempatan dana pemerintah di bank Rp41,2 triliun, pembiayaan investasi LPDB Rp1 triliun, PPh Final UMKM ditanggung pemerintah Rp0,27 triliun, dan subsidi bunga UMKM Rp2,16 triliun.
Terakhir, pembiayaan korporasi belum ada yang terealisasi. Namun dari pagu Rp53,57 triliun, sebanyak Rp15,5 triliun sudah masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), Rp3,4 triliun tanpa DIPA, dan Rp34,7 triliun belum di-DIPA-kan.
"Untuk pembiayaan korporasi belum realisasi karena untuk beberapa penyertaan modal negara (PMN) BUMN sudah terbit dan dalam proses final dan diikuti pencairan sehingga akan terjadi pelaksanaan. Terutama untuk PMN BUMN untuk penjaminan kredit korporasi padat karya sudah diluncurkan dan monitor pelaksanaan di perbankan," pungkasnya.