Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini mengatakan program 35.000 Megawatt (MW) dan 7.000 MW ditargetkan selesai pada tahun 2023. Selain itu, menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) akan ada penambagan pembangkit sebesar 56,5 Gigawatt.
“Sesuai RUPTL 2019-2028 program 35.000 MW dan 7000 7.000 direncanakan selesai pada tahun 2023,” kata Zulkifli dalam paparan RDP bersama DPR Komisi VII secara Virtual, Selasa (25/8/2020).
Selain itu, ia menambahkan sesuai RUPTL 2019-2028 juga akan ada penambahan pembangkit sebesar 56,4 Gigawatt. Adapun terbagi dalam porsi PLTU sebesar 48 persen, PLTG sebesar 22 persen dan total pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 30 persen.
Advertisement
“Sesuai dengan RUPTL 2019-2028 akan ada penambahan pembangkit sebesar 56,4 Gigawatt dimana porsi PLN adalah 28 persen, EVP murni sebesar 43 persen, Kerjasama EVP dan anak perusahaan 17 persen, sisanya adalah wilayah usaha,” ujarnya.
Lanjutnya, progres 35.000 MW masih dalam tahap pengadaan dan perencanaan, serta Power Purchase Agreement (PPA) yang belum dimulai pengerjaan fisiknya sebesar 27,6 persen.
“Artinya sudah lebih dari program tersebut dimulai pembangunan fisiknya, sementara yang sudah benar-benar beroperasi 23,9 persen,” kata Dirut PLN.
Sementara, untuk progress pembangkit listrik 7.000 MW ia mengatakan realisasinya sudah 94 persen sudah dilakukan Sertifikat Laik Operasi (SLO).
“6 persen lainnya atau setara 458 MG masih dalam progress konstruksi, artinya keseluruhan program tersebut secara fisik sudah dikerjakan dan bahkan sebagian besar sudah beroperasi,” pungkasnya.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
PLN: Proyek 35.000 MW Baru Beroperasi 23 Persen
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Zulkifli Zaini mengatakan progres pembangunan listrik 35.000 megawatt (MW) sudah beroperasi efektif sebanyak 23,6 persen.
Dia juga menyampaikan, hingga kini dari pengerjaan hingga tersambung secara keseluruhan telah mencapai 78,4 persen.
"Yang sudah dimulai pengerjaan fisik mulai dari konstruksi sampai dengan tersambung totalnya adalahh sebesar 78,4 persen, sedangkan dalam tahap pengadaan, perencaanaan dan PPA tetapi belum dimulai pengerjaan fisik adaah 27,6 persen," ujarnya di DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2020).
"Artinya sudah lebih dari 3/4 dari program tersebut dimulai pembangunan fisiknya. Sementara yang sudah benar-benar beroperasi adalah sebesar 23,6 persen," sambung Dirut PLN itu.
Zulkifli mengatakan, program pengadaan listrik 35.000 MW sebagian besar mengandalkan bahan bakar batu bara. Untuk itu, perusahaan pelat merah tersebut membutuhkan harga batu bara yang kompetitif untuk penyediaan listrik.
"Program 35.000 MW yang sebagian berbasis bahan bakar batubara akan meningkatkan PLTU Indonesia. Setiap tahun masa produksi pembangit listrik adalah 30 sampai 40 tahun sehingga perlu dipastikan kesediaan batubara dengan harga terjangau dan jumlah yag memadai," jelasnya.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik tersebut, PLN pun mengusulkan Indonesia harus memiliki tambang batubara dengan spesifikasi yang sesuai.
"Untuk mendukung ini, salah satunya memiliki tambang dengan spesifikasi yang dibutuhkan," tandasnya.
Advertisement