Sukses

Tak Diasuransikan, Renovasi Gedung Kejagung Gunakan APBN 2021

Tahun ini ditargetkan ada 10 kementerian dan lembaga (K/L) yang akan mengasuransikan gedung perkantorannya.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata mengatakan, anggaran perbaikan gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) yang terbakar pada Sabtu malam harus menunggu alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan. Mengingat, gedung tersebut juga belum diasuransikan.

"Dalam catatan kami ini (gedung Kejagung) belum diasuransikan. Jadi ini nanti kalau direnovasi atau dibangun kembali tentunya membutuhkan penganggaran baru dari APBN," kata Isa dalam APBN Kita, diJakarta, Selasa (25/8/2020).

Isa mengatakan, pada tahun ini tidak ada alokasi anggaran untuk perbaikan gedung pemerintah yang dilanda bencana. Sehingga paling cepat, biaya renovasi gedung Kejagung dialokasikan pada RAPBN 2021 yang saat ini tengah dibahas pemerintah bersama dengan DPR RI.

Isa menambahkan, saat ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama dengan Universitas Indonesia tengah meneliti struktur bangunan di Kejagung. Ini akan menentukan apakah struktur masih kuat sehingga hanya perlu renovasi atau perlu dibangun ulang.

"Ini maklum bangunannya dari tahun 70-an dibangun tahun 70-an waktu itu nilainya Rp7 jutaan tapi sekarang terakhir direvaluasi nilainya Rp 155 miliar. Dengan ada beberapa tambahan renovasi, nilai buku terakhir yang dicatat itu nilai Rp 161 miliar," jelas dia.

"Jadi itu mungkin estimasi-estimasi yang bisa memberi gambaran berapa kebutuhan anggaran untuk pembangunan kembali. Sekali lagi sedang diteliti oleh Kementerian PUPR dan UI mengenai kekuatan struktur dari bangunan yang ada, apakah masih bisa direnovasi saja atau dibangun ulang semuanya," lanjut dia.

Sementara dari seluruh Barang Milik Negara (BMN) yang ada, saat ini hanya gedung-gedung milik Kemenkeu yang sudah diasuransikan. Tahun ini ditargetkan ada 10 kementerian/lembaga (K/L) yang akan mengasuransikan gedung perkantorannya.

"Sedang berproses karena mengasuransikan bangunan ini juga termasuk membangun budaya baru untuk menjaga ketertiban, pemeliharaan, kemudian pencegahan untuk kebakaran dan sebagainya. Jadi bukan sekedar kita mengeluarkan anggaran dan membayar premi tapi juga membangun budaya baru untuk tertib, rapi, dan pencegahan diutamakan daripada penanganan dampak dari musibah," pungkasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Dugaan Sabotase di Kebakaran Kejagung Dinilai Bukan Hal Mustahil

Sebelumnya, Gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) dilalap si jago merah, Sabtu (22/8) malam. Spekulasi bermunculan, terlebih Kejagung saat ini tengah mengusut sejumlah kasus besar seperti Jiwasraya dan Djoko Tjandra.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kebakaran tersebut tak bisa lepas dari persepsi sabotase.

 

Bukan tidak mungkin, menurut analisanya, ini sebagai sebuah bentuk serangan terhadap para penyidik Jaksa yang tengah mengusut kasus besar. Termasuk Djoko Tjandra yang menyeret nama Jaksa Pinangki.

"Bahkan sangat mungkin itu menjadi ancaman bagi penyidik kejaksaan untuk mengembangkan kasus Jaksa Pinangki pada jaksa lainnya, termasuk para pejabat tingginya," ujar Fickar kepada Merdeka.com, Senin (24/8/2020).

Salah satu ruangan yang terbakar di Kejagung yakni milik Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Dia terbelit kasus pelarian Djoko Tjandra. Diduga menerima fulus USD 500 ribu dari Djoko. Saat ini, Pinangki telah dijebloskan ke penjara oleh Kejagung. Kasusnya, masih dilakukan penyidikan di korps Adhyaksa tersebut.

"Demikian juga ada info akan ada penetapan TSK baru dr kalangan petinggi Jaksa. Kemudian terjadi kebakaran besar di Kejagung," ujar Fickar.

Dia menambahkan, serangkaian peristiwa ini sulit untuk tidak menyimpulkan salah satu penyebab kebakaran itu adalah sebuah sabotase, sebagaimana dikemukakan Menko Polhukam Mahfud MD.

Pada tahun 2000 lalu, Kejagung juga sempat diteror bom. Kala itu, Djoko Tjandra sedang diperiksa sebagai saksi atas tersangka Gubernur Bank Indonesia (nonaktif) Syahril Sabirin, serta FX Soedjasmin dalam kasus penyalahgunaan dana reboisasi.

Di tengah peristiwa kebakaran ini, Kejagung juga sedang gencar menyelidiki kasus kakap lain. Sebut saja kasus dugaan penyelewengan dana asuransi PT Jiwasraya. Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp16 triliun.

Kejagung menetapkan enam tersangka, yaitu Benny Tjokro, Komisaris PT Hanson International Tbk. Heru Hidayat, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram) dan Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Selanjutnya, Hary Prasetyo, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan Direktur PT Maxima Integra bernama Joko Hartono Tirto.   

Kejagung juga tengah mengusut dugaan korupsi importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai pada 2018-2020. Kasus ini merugikan negara hingga Rp1,6 triliun.

Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. Keempat tersangka ini merupakan pejabat di Bea-Cukai Batam dan satu lagi berlatar belakang pengusaha.