Sukses

Diumumkan Oktober, Tarif Cukai Rokok di 2021 Bakal Naik

Pemerintah akan kembali menaikan tarif cukai rokok di 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi memastikan pemerintah bakal kembali menaikan tarif cukai rokok di 2021. Kendati begitu, dirinya belum bisa menyebut berapa besaran kenaikannya, mengingat baru akan diumumkan pada Oktober mendatang.

"Kalau secara historis biasanya kita Kemenkeu umumkan akhir September atau awal Oktober dan akan konsisten dengan sebelum-sebelumnya," kata Heru dalam APBN Kita, di Jakarta, Selasa (25/8).

Heru menekankan, dalam menentukan tarif cukai rokok pihaknya mempertimbangkan banyak hal. Diantaranya masalah kesehatan, industri termasuk para petani cengkeh dan tembakau serta adanya potensi rokok ilegal.

Sebagai informasi saja, sampai 31 Juli 2020, realisasi penerimaan Bea Cukai mencapai Rp109,06 triliun atau sudah mencapai 53,02 persen dari target atau tumbuh sebesar 3,71 persen.

Adapun pertumbuhan tersebut didorong oleh penerimaan cukai yang naik 7,01 persen dan cukai hasil tembakau pada akhir Juli 2020 tumbuh positif 8,09 persen atau mencapai Rp85,55 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pemerintah Diminta Kaji Kembali Kenaikan Tarif Cukai Rokok Hasil Produksi Petani

Pemerintah diminta kembali mempertimbangkan kenaikan tarif cukai rokok, khususnya untuk rokok berbahan baku hasil produksi para petani. Ini merupakan permintaan Bupati Temanggung, M Al Khadziq.

Seperti diketahui, kenaikan tarif cukai rokok sendiri sudah berlaku efektif sejak awal tahun sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

"Mohonlah kenaikan cukainya jangan terlalu tinggi untuk memberikan ruang hidup bagi masyarakat kita sendiri. Toh mereka adalah saudara-saudara kita para petani tembakau yang juga dari dulu ikut berjuang mendirikan negara ini mereka adalah saudara-saudara kita semua yang harus kita bela yang harus kita tempatkan untuk tempat yang layak," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Mengakhiri Polemik Kebijakan Cukai' yang diadakan di Jakarta, Minggu (23/8/2020).

Dia mengatakan, kalaupun pemerintah ingin melakukan perubahan di industri tembakau dan pergeseran maka para petani harus dibina dan dipikirkan betul.

"Kalaupun memang cukai ini harus dinaikkan oleh pemerintah yang mohonlah bagi hasilnya yang bisa dirasakan oleh petani tembakau porsinya diperbesar," kata dia.

Sebagai daerah penghasil tembakau terbesar, Kabupaten Temanggung hanya memperoleh dana bagi hasil cukai hasil tembakau sekitar Rp30-31 miliar saja. Sementara kabupaten lainnya menerima porsi lebih besar.

Dia menyampaikan, pihaknya menjadi pemerintah daerah pertama yang protes saat pusat berencana menaikkan tarif cukai tembakau. Karena jika itu terealisasi akan mengganggu atau berdampak pada harga tembakau di tingkat petani.

"Kita adalah satu-satunya Pemerintah Daerah yang waktu itu mengajukan keberatan soal rencana kenaikan cukai tembakau. Saya tidak tahu setelah kami datang apakah ada pemerintah daerah lain kami memberikan masukan waktu itu kepada bapak Dirjen," jelas dia.

Dalam pertemuan itu, dia sempat menyarankan jika memang cukai dinaikan maka kenaikan itu diberlakukan kepada rokok-rokok yang menggunakan bahan baku impor. Sedangkan rokok-rokok yang jelas menghidupi masyarakat dan petani cukainya tidak perlu dinaikan.

"Ini untuk memberikan ruang bagi para petani kita saudara-saudara kita yang sudah jelas berkontribusi pada pembangunan bangsa dan negara ini," tandasnya.

Seperti diketahui, pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai rokok sebesar 25 persen dan berlaku efektif pada 1 Januari 2020 lalu. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Dalam aturan itu, Kementerian Keuangan merinci satu persatu jenis rokok dan besaran tarif kenaikannya. Untuk jenis rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I buatan dalam negeri, batasan harga jual eceran per batang dinaikkan dari Rp 1.120 per batang menjadi Rp 1.700 per batang. Cukainya naik dari Rp 590 menjadi Rp 740 per batang atau 25,4 persen.

Sementara itu, untuk jenis Sigaret Putih Mesin (SPM), batas harga jual eceran per batang naik dari Rp1.120 per batang menjadi Rp1.790. Kenaikan tarif cukainya naik dari Rp625 menjadi Rp790 per batang atau 26,4 persen.

Ada juga Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan I, yang harga eceran dinaikkan dari Rp1.260 menjadi Rp1.460 per batang. Di mana arif cukainya, naik dari Rp 365 menjadi Rp 425 per batang.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

HPTL Berpotensi Dongkrak Pendapatan Negara dari Cukai

Realisasi penerimaan cukai sepanjang Januari-Juni 2020 sebesar Rp 75,4 triliun tumbuh 13 persen year on year (yoy). Meski tumbuh, kenyataannya peningkatan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pencapaian semester I-2019 yang tumbuh 30,9 persen yoy. 

Sumber kontribusi tersebut masih didominasi oleh Industri Hasil Tembakau (IHT), termasuk sektor Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Pada 2019, HPTL turut memberikan kontribusi kepada pemasukan negara sebesar Rp 426,6 Miliar.

Dengan demikian, industri yang baru ditetapkan kurang lebih dua tahun ini berpotensi memberikan kontribusi lebih terhadap pemasukan negara.

Menyikapi potensi tersebut, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo menyatakan hal ini bukan hanya soal pemasukan negara. Ia mengatakan bahwa kesadaran masyarakat tentang kesehatan sudah mulai tumbuh.

Berbagai produk dari sektor HPTL, seperti vape atau produk tembakau yang dipanaskan merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi risiko yang timbul akibat kebiasaan merokok. 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), penggunaan HTPL bukannya bebas risiko. Namun HPTL terbukti menghasilkan emisi aldehyde yang jauh lebih rendah dari rokok.

Secara terperinci, bahan kimia yang bersifat karsinogenik (zat pemicu kanker) pada rokok mencapai 1.480,6, sedangkan pada HPTL berkisar diantara 239,1 sampai dengan 23,1. Ariyo mengatakan saat ini belum ada aturan yang secara jelas mengatur produk ini.

“KABAR sebagai organisasi yang bertujuan memberikan edukasi dan meningkatkan kesadaran publik mengenai masalah kesehatan menaruh perhatian yang cukup besar terhadap permasalahan ini. Produk ini punya banyak potensi dari aspek kesehatan, industri, pemasukan negara, hingga pembukaan lapangan pekerjaan,” tegas Ariyo.