Sukses

Sri Mulyani Laporkan Pertanggungjawaban APBN 2019 ke Badan Anggaran DPR

Penyampaian pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2019 telah dilaksanakan dengan penyampaian surat Presiden Nomor R3/Presiden/06 tahun 2020 pada tanggal 25 Juni 2020.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan pertanggungjawaban atas pembahasaan tingkat I Rancangan Undang-Undang tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2019 kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

"Pemerintah harus menyampaikan RUU tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN untuk tahun yang sudah selesai yaitu tahun anggaran 2019 kepada DPR RI ini," kata dia dalam rapat bersama dengan Badan Anggaran DPR RI, secara virtual, Selasa (25/8/2020).

Dia menjelaskan, penyampaian pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2019 telah dilaksanakan dengan penyampaian surat Presiden Nomor R3/Presiden/06 tahun 2020 pada tanggal 25 Juni 2020. Pemerintah juga telah menyampaikan pokok-pokok RUU P2 APBN tahun anggaran 2019 pada rapat paripurna DPR RI tanggal 16 Juli 2020.

Selanjutnya fraksi-fraksi dari DPR RI juga telah menyampaikan pandangan dan juga masukan atas RUU tersebut yang disampaikan pada tanggal 18 Agustus.

Atas pandangan dan masukan dari fraksi DPR tersebut pemerintah, akhirnya menyampaikan tanggapan pada rapat paripurna DPR RI pada sore tadi yaitu tanggal 25 Agustus 2020 atau tepatnya pada pukul 14.30 WIB.

"Dari sisi substansi RUU pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN tahun 2019 adalah berisi laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh BPK dan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun Anggaran 2019 BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian atau WTP atas LKPP tahun 2019," jelas dia.

Capaian tersebut menjadi opini WTP secara empat tahun kalinya berturut-turut yang diperoleh pemerintah dari BPK terhadap LKPP. Hal itu menunjukkan pelaksanaan APBN dilaksanakan oleh pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

 

2 dari 3 halaman

Capaian Ekonomi RI 2019

Menteri Sri Mulyani juga menyoroti berbagai capaian pertumbuhan ekonomi di 2019. Meski menghadapi tekanan dari ekonomi global tahun lalu, pertumbuhan ekonomi RI masih bisa tumbuh positif 5,02 persen. Angka itu lebih rendah jika dibandingkan posisi 2018 sebesar 5,17 persen

"Dan pertumbuhan ini di bawah asumsi pemerintah dan juga pertumbuhan ekonomi ini menggambarkan dimensi tekanan global baik dari sisi ekspor dan harga-harga komoditas," jelas dia.

Jika dilihat dari sisi kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2019, dengan nilai harga inflasi yang terjadi maka nilai nominal dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2019 mencapai Rp 15.833,9 triliun. Angka itu meningkat dibandingkan PDB nominal tahun 2018 yang sebesar Rp 14.838 triliun.

"Pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dalam hal ini meskipun terjaga memang mengalami kondisi yang sangat tertekan. Kondisi tersebut juga dilihat pada tingkat inflasi tahun 2019 yang sebesar 2,72 persen. Ini baik dilihat dari sisi target inflasi yang dibandingkan tahun 2018, Namun kita juga harus hati-hati melihat bahwa inflasi ini juga menggambarkan permintaan yang melemah di dalam perekonomian," kata dia.

Capaian inflasi 2019 yang di bawah 3 persen ini merupakan inflasi yang terendah di dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Capaian itu tidak lepas juga akibat dari kebijakan dari pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia yang terus melakukan pengendalian inflasi nasional sesuai dengan yang dilakukan oleh tim pengendali inflasi nasional.

Dengan fokus selalu mengendalikan dari sisi keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif yang kemudian bisa mengendalikan dan menciptakan ekspektasi inflasi yang cukup stabil.

Di tengah tantangan dan momentum pertumbuhan ekonomi tahun 2019 maka kebijakan moneter dan fiskal dalam hal ini merupakan kebijakan yang sangat penting untuk jaga perekonomian Indonesia dari tekanan Global.

"Hasil dari policy mix antara kebijakan moneter dan fiskal ini adalah pertumbuhan tetap bisa terjaga dan inflasi serta nilai tukar tetap juga terjaga secara cukup stabil," sebut dia.

Rata-rata nilai tukar Rupiah tahun 2019 adalah Rp 14.146 per USD. Itu menunjukkan kecenderungan apresiasi dibandingkan dengan rata-rata nilai tukar Rupiah pada tahun 2018 yang sebesar Rp 14.247 per USD.

Apresiasi nilai tukar Rupiah juga selaras dengan terjaganya cadangan devisa nasional yang pada akhir tahun 2019 mencapai USD 129,18 miliar.Hal ini lebih baik dari cadangan pada akhir tahun 2018 yang sebesar USD 120,65 miliar USD.

"Dengan devisa akhir tahun 2019 tersebut sama dengan 7,6 bulan impor artinya di atas standar kecukupan internasional biasanya menggunakan indikasi 3 bulan impor," sebut dia.

 

3 dari 3 halaman

Kondisi Lain

Di tengah kondisi global ekonomi yang melemah, pada tahun lalu neraca pembayaran di Indonesia mengalami surplus sebesar USD 4,68 miliar. Meskipun perlu dicatat neraca pembayaran surplus ini adalah berasal dari ekspor dan impor yang keduanya mengalami negatif gross.

Neraca pembayaran Indonesia pada 2019 itu pun meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang justru mengalami defisit USD 7,13 miliar.

"Jadi dalam hal ini penurunan impor kita jauh lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor sehingga neraca pembayaran mengalami surplus," lanjut dia.

Di sisi lain pemerintah juga melakukan berbagai kebijakan dibidang perdagangan termasuk pengendalian impor di dalam rangka untuk bisa menjaga neraca pembayaran seperti yang dihasilkan pada tahun 2019.

Kinerja neraca pembayaran 2019 menunjukkan ketahanan dari sektor eksternal kita meskipun kondisi perekonomian dunia tidak kondusif.

Menteri Sri Mulyani menyebut, APBN adalah instrumen kebijakan yang sangat penting yang sangat menentukan baik dari sisi tingkat kesejahteraan masyarakat maupun dari sisi kebijakan untuk menciptakan pemerataan.

Adapun beberapa capaian dari pelaksanaan APBN tahun anggaran 2019 antara lain indeks pembangunan manusia yang meningkat menjadi 71,92. Posisi itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 71,39.

Dari sisi tingkat pengangguran juga ada perbaikan yaitu tingkat 5,28 persen. Ini lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 5,34 persen. Dari sisi persentase penduduk miskin yang mencapai 9,22 persen itu lebih rendah dari tahun 2018 sebesar 9,66 persen. "Ini adalah tingkat kemiskinan presentasi terendah sepanjang sejarah Republik Indonesia," katanya

Rasio gini kita juga menunjukkan perbaikan di mana tahun 2019 mencapai 0,380 yang berarti lebih baik dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 0,384. Artinya dari indikator pemerataan terjadi perbaikan ini juga terendah sejak 2014.

"Capaian indeks pembangunan manusia merupakan capaian tertinggi dalam 6 tahun terakhir dan ini merupakan angka pengangguran juga merupakan yang terendah dalam 5 tahun terakhir sementara rasio gini kita juga terendah sejak tahun 2014. Pemerintah juga berhasil mempertahankan angka persentase penduduk miskin pada level 1 digit yaitu di 9,22," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com