Sukses

Seberapa Dekat Indonesia dengan Jurang Resesi?

Indonesia harus waspada terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal III agar tidak masuk ke jurang resesi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro, mengatakan Indonesia harus waspada terhadap pertumbuhan ekonomi di kuartal III agar tidak resesi.

“Indonesia memang belum officially dikatakan resesi, namun tentunya kita harus waspada terhadap potensi pertumbuhan ekonomi di kuartal III ini. Berarti Juli sampai September, saat ini kita di bulan Agustus dan kita bisa melihat seperti apa potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III ,” kata Bambang dalam webinar Kebijakan Pembangunan yang Inklusif dan Berkelanjutan Strategi Pemulihan Pasca-Pandemi, Rabu (26/8/2020).

Namun jika dibandingkan dengan negara lain, dampak negatif pandemi covid-19 bagi perekonomian jauh lebih terasa di kuartal II-2020. Hampir seluruh negara terkoreksi pertumbuhan ekonominya dan masuk ke jurang resesi. Terkecuali China yang justri membukukkan angka pertumbuhan positif di kuartal II yaitu 3,20 persen.

Sedangkan negara lain ada yang sampai minus di atas 10 persen, seperti Jerman -11,85 persen, Singapura -13,15 persen, Filipina -16,50 persen, dan lainnya. Sementara Indonesia masih di angka -5,32 persen, lebih baik dibanding negara-negara tersebut.

“Yang membuat ekonomi Indonesia langsung terkontraksi lumayan dalam sampai -5,32 persen itu karena konsumsi rumah tangga yang memang terkoreksi cukup dalam sampai -5,51 persen lebih dalam dari kontraksi pertumbuhan ekonomi sendiri,” jelasnya.

Kontraksi konsumsi rumah tangga ini berasal dari sub sektor restoran dan hotel sebesar -16,5 persen, serta transportasi dan komunikasi 15,3 persen, ini cerminan bahwa yang langsung terasa oleh daerah-daerah yang bergantung pada sektor pariwisata.

“Minggu lalu saya ke Bali dan saya melihat sendiri ekonomi di Bali itu lumpuh, karena jumlah turis yang sangat terbatas, belum banyaknya hotel yang beroperasi sehingga masih banyak pekerja yang terpaksa dirumahkan. Demikian juga kegiatan ritel toko-toko segala macem juga masih sangat sedikit,” ujarnya.

Selain itu, ia melihat sektor transportasi dan akomodasi ini adalah dua sektor yang mempekerjakan orang dalam jumlah yang cukup besar secara langsung maupun tidak langsung, artinya pasti kontraksi ini akan berujung pada peningkatan kemiskinan dan juga gangguan pada ketimpangan gini rasio.

“Kontraksi nasional dan global akhirnya menuntut kita untuk mencari solusi tentunya solusinya tidak bisa ideal, karena kita harus melakukan dengan protokol yang disiplin dari covid-19. Sehingga otomatis kita harus mencari upaya lain dalam adaptasi kebiasaan baru, sekaligus mengedepankan pemulihan ekonomi yang inklusif dan paling penting berkelanjutan,” pungkasnya.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Prediksi Ekonomi Bisa Minus 2 Persen, Indonesia Resesi?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan outlook kuartal III 2020 berada pada kisaran 0 hingga -2 persen.

Dengan pergeseran yang belum solid, Menkeu memperkirakan keseluruhan outlook untuk 2020 pada kisaran -1,1 sampai dengan 0,2 persen.

“Indikator di bulan Juli kita memang melihat downside ternyata tetap menunjukkan suatu risiko yang nyata. Jadi untuk kuartal ketiga kita outlooknya adalah antara 0 hingga negatif 2 persen. Kita lihat karena negatif 2 persen tadi pergeseran dari pergerakan yang belum terlihat, ini sangat sulit meskipun ada beberapa yang sudah positif,” kata Sri Mulyani dalam APBN KiTa, Selasa (25/8/2020).

Menkeu mengatakan, kunci utama dalam menghadapi situasi ini adalah konsumsi dan investasi. Menurutnya, meskipun pemerintah sudah all out, namun jika kedua kunci tersebut masih negatif, maka akan sangat sulit mencapai zona netral.

“Ini harus dilihat dan dimonitor. Makanya, Presiden minta menteri fokus melihat indikator investasi. Kuartal II kontraksi dalam. Kuartal III dan Kuartal IV bisa mulai pulih paling tidak mendekati 0 persen,” kata Sri Mulyani.

3 dari 3 halaman

Pengusaha Prediksi Ekonomi Indonesia Minus 2 Persen di Kuartal III 2020

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2020 minus 5,32 persen. Kendati begitu, sejumlah pengusaha tetap optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III tidak akan sedalam kuartal sebelumnya. 

“Kita masih berharap bahwa di kuartal III nanti pertumbuhan ekonomi walaupun minus bisa di bawah -4 persen, mungkin itu -1 atau -2 persen. Sehingga boleh dikatakan nanti di kuartal IV kita sudah berada di positif,” kata Ketua umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang, kepada Liputan6.com, Minggu (16/8/2020).

Ia meyakini Indonesia bisa menghindari resesi, meskipun di kuartal II pertumbuhan -5,32 persen setidaknya Indonesia lebih baik dibandingkan negara lain yang minus hingga dua digit, seperti Singapura -41 persen dan Amerika Serikat -35 persen.

“Walaupun -5,32 persen itu kan dikatakan masih jauh lebih bagus daripada misalnya Singapura dan Amerika Serikat, menurut saya ini sesuatu yang yang cukup meyakinkan kita,” ujarnya.

Kata Sarman, hal itu dikarenakan pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh jumlah penduduk yang banyak yang mencapai 262 juta penduduk, yang berarti banyak kesempatan untuk ditingkatkan dalam mendorong pertumbuhan perekonomian.

“Saya yakin kita sangat sangat ditopang oleh jumlah penduduk kita yang hampir 262 juta itu adalah kekayaan kita, makannya bisa kita lihat bahwasannya pertumbuhan ekonomi kita kuartal kedua ini hanya -5,32 persen saja,” katanya.

Lanjut dia juga meyakini, prospek pertumbuhan ekonomi ke depan di tahun 2021 bisa tumbuh positif, jika semua pihak baik Pemerintah, dan masyarakat dan lainnya fokus dalam menangani covid-19 dalam waktu yang cepat.

“Kalau bicara prospek, saya sangat yakin di 2021 kita akan bisa tumbuh positif asalkan memang kita betul-betul mampu memerangi covid-19 ini dalam waktu tidak terlalu lama,”pungkasnya.