Sukses

Akibat Pandemi, Indeks Kepercayaan Konsumen Turun Drastis di Kuartal II 2020

Di masa pandemi covid-19 terjadi perubahan konsumsi masyarakat, dan indeks kepercayaan konsumen menurun drastis di kuartal II 2020

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani mengatakan di masa pandemi covid-19 terjadi perubahan konsumsi masyarakat, dan indeks kepercayaan konsumen menurun drastis di kuartal II 2020.

“Terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat, saya mengambil data dari survey Danareksa Research Institute yang baru saja dirilis, terjadi pola dimana intensi belanja masyarakat turun sehingga mengakibatkan korelasi dengan demand menurun,” kata Hariyadi dalam webinar Kebijakan Pembangunan yang Inklusif dan Berkelanjutan Strategi Pemulihan Pasca-Pandemi, Rabu (26/8/2020).

Di mana intensi belanja masyarakat Indonesia turun disebabkan oleh indeks rencana pembelian yang turun hingga 10,5 persen YoY. Selain itu, prioritas pengeluaran konsumen juga berubah, mereka lebih mementingkan pada kebutuhan  pokok listrik dan obat dan vitamin serta paket dan pulsanya karena banyak digunakan untuk kegiatan online.

Lanjutnya, sisi barang konsumsi masyarakat juga menurun. Misalnya kegiatan makan di luar berkurang 84 persen, traveling menurun 80 persen yang terkait dengan pariwisata, dan akomodasi juga drop sangat jauh.

“Jadi ini menunjukkan pola konsumsi yang memang akhirnya menunjukkan bahwa masyarakat membatasi spending  atau pengeluarannya.  Tapi di lain pihak juga menunjukkan adanya penurunan pendapatan yang signifikan sehingga daya belinya turun,” jelasnya.

Tambah Hariyadi, indeks kepercayaan konsumen juga menunjukkan drop yang cukup besar yakni menurun ke level 72,6 persen, karena present situation index turun tajam sementara expectation index relative stabil.

Diketahui Kepercayaan konsumen diukur menggunakan angka indeks kepercayaan konsumen, merupakan indikator yang menunjukkan optimisme atau pesimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan masa yang akan datang.

“Semakin banyak masyarakat yang berpikir pendapatan mereka akan turun dalam kurun 6 bulan kedepan, ini terkait dengan masalah daya beli yang akan berpengaruh terhadap demand tersebut,” pungkasnya.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pilkada Serentak dan Gaji ke-13 Jadi Andalan Dorong Daya Beli

Mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, penyelenggaraan pilkada serentak tahun ini dan penyaluran gaji ke-13 menjadi harapan untuk mendongkrak daya beli masyarakat.

Untuk pilkada serentak, meskipun tidak seramai biasanya tetapi diprediksi tetap akan ada permintaan untuk berbagai jenis atribut kampanye.

"Kebetulan di 2020 ini ada pilkada serentak yang cukup banyak sehingga ini uang beredar ini membantu untuk belanja. Karena mau bicara apapun apakah itu money politik atau apapun tapi nyablon atau kegiatan yang dibatasi masih berjalan," ujar Enggar, Jakarta, Kamis (13/8/2020).

Sementara itu, penyaluran gaji ke-13 pada bulan ini juga akan mendongkrak daya beli masyarakat. Paling tidak, para penerima insentif tambahan tersebut akan mengalokasikan uangnya minimal untuk membeli bahan pokok.

"Kalau bicara apa yang dibeli pasti bahan pokok apalagi kita bersyukur gaji ke-13 bulan Agustus disalurkan dan ditambah BLT itu diberikan. Meski ini masih menyisakan beberapa masalah sebenarnya masalah data, ketepatan dan berbagai hal lainnya. Dan itu yang akan terjadi bahan pokok akan menjadi andalan," paparnya.

Enggar menambahkan, pada masa sekarang ini sangat sulit untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi diluar peningkatan konsumsi. Sebab, dua sisi lainnya seperti ekspor dan investasi masih lesu akibat pandemi Virus Corona.

"Persoalannya adalah investasi yang besar besar itu sulit sekali, hampir tidak mungkin, atau kecil sekali mereka yang mau masuk. Kalau toh mau masuk case by case yang harus dituntun dan digarap. Dengan hubungan khusus dan berbagai hal lainnya," jelasnya.

"Kedua mendorong ekspor, pasar kecil sekali karena dunia semua mengalami. Tapi apakah sama sekali tidak ada peluang oleh ekspor? Ada. Beberapa komoditi unggulan kita berdasarkan SDA, CPO, andalannya hanya itu ditambah hal-hal khusus, ditambah dengan pola semacam barter," tandasnya.

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Beri Tambahan Gaji ke 13 Juta Pekerja, Sri Mulyani Siapkan Rp 31 T

Pemerintah tengah menyusun berbagai program untuk menggairahkan lagi perekonomian Indonesia. Mengingat, pada kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen.

Salah satu wacana paling baru adalah pemberian bantuan sosial bagi para pegawai yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Terkait hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan saat ini pemerintah tengah dilakukan identifikasi.

“Bansos untuk gaji bagi mereka yang berpendapatan di bawah Rp 5 juta yang sekarang sedang diidentifikasi targetnya, yang diperkirakan mencapai 13 juta pekerja,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan, Rabu (5/8/2020).

Sri Mulyani menyebutkan, insentif ini akan menyasar kepada sekitar 13 juta pegawai dengan total anggaran Rp 31 triliun.

“Ini nanti anggarannya Rp 31 triliun,” sambung Sri Mulyani.

Selain itu, beberapa langkah tambahan juga akan dilakukan pemerintah untuk mempercepat belanja. Sampai dengan akhir tahun, Sri Mulyani menyebutkan langkah percepatan belanja akan dilakukan untuk bisa melindungi masyarakat dari dampak pandemi.

Termasuk mendorong dunia usaha baik UMKM maupun korporasi serta daerah.

“Dalam hal ini langkah untuk peningkatan belanja akan ditingkatkan. Misalnya akan dilakukan tambahan bansos produktif hingga mendekat Rp 30 triliun untuk 12 juta pelaku usaha ultra mikro dan makro,” kata Menkeu.

Selain itu, Pemerintah juga akan menambahkan bansos untuk pemberian beras pada 10 juta orang penerima PKH, dengan anggaran Rp 4,6 triliun. Juga menambah bansos tunai Rp 500 ribu per penerima kartu sembako dengan total anggaran Rp 5 triliun.