Sukses

Pandemi Belum Usai, Anggaran Kesehatan Malah Dipangkas jadi Rp 73 Triliun

Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melakukan penyesuaian anggaran kesehatan menjadi Rp 73 triliun, dari semula Rp 87,5 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melakukan penyesuaian anggaran kesehatan menjadi Rp 73 triliun, dari semula Rp 87,5 triliun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menjelaskan, perbaikan Perpres ini sudah diputuskan dan segera diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.

“Perpres sudah diputuskan dan segera diajukan kepada Bapak Presiden. Kemudian melakukan monitoring terhadap pelaksanaan anggaran dari pemulihan ekonomi dan tentunya juga diharapkan buka dilakukan optimalisasi terhadap pemulihan ekonomi, yaitu ada penyesuaian anggaran kesehatan dari Rp 87,5 triliun menjadi Rp 73 triliun,” beber Menko dalam video konferensi, Rabu (26/8/2020).

Airlangga menambahkan, bagian lain yang dilakukan penyesuaian yakni anggaran bidang perlindungan sosial. “Ada pergeseran-pergeseran, dan kami akan terus memonitor pergeseran tersebut dan akan mengusung program-program baru selanjutnya,” kata Menko.

Dalam kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani membantah adanya pemotongan Menurutnya ini merupakan upaya efisiensi. “Intinya tdk ada istilah dipotong. Semua dimanfaatkan secara maksimal untuk program PEN,” ujar dia.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sri Mulyani Angkat Suara Soal Proses Pencairan Anggaran Covid-19

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati angkat suara mengenai proses pencairan belanja penanganan Virus Corona (Covid-19) di kementerian. Menurutnya, banyak penyesuaian yang harus dilakukan sebab Indonesia belum pernah menghadapi pandemi.

Belum lagi, beberapa menteri masih tergolong baru sehingga kaget menghadapi modifikasi belanja. Menteri-menteri baru tersebut juga terkendala dengan aktivitas kerja yang harus berubah dari sistem tatap muka menjadi bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH).

"Dalam 3 bulan terakhir, banyak desain kebijakan yang kami diskusikan, lalu datanya berubah. Kami harus reshape dan redesign, kita harus modifikasi lagi," ujar Sri Mulyani dalam diskusi online, Jakarta, Rabu (19/8).

"Beberapa menteri juga masih baru. Tidak semua benar-benar paham birokrasi, belum pernah bekerja di pemerintah. Covid-19 menghantam kebutuhan budget mereka, ada yang harus dipotong, ada yang harus diprioritaskan. Ini menjadi tantangan bagi mereka untuk manage sambil WFH," sambungnya.

Sri Mulyani melanjutkan, pandemi Covid-19 yang mengubah secara total sistem kerja dan belanja negara menjadi tantangan tersendiri di luar keharusan menahan laju penyebaran virus. Tantangan tersebut tentu tidak hanya dihadapi oleh Indonesia tetapi seluruh negara di dunia.

"Kalau mereka nggak WFH, mereka bisa di kantor saja 24 jam per 7 hari berdiskusi secara intensif. Tapi sekarang, semua tantangan ini menantang sekali bagi seluruh pemerintah di dunia, bukan hanya di Indonesia," paparnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, kondisi negara yang berubah drastis membuat pemerintah bergerak cepat mengeluarkan berbagai kebijakan. Hal ini juga didukung oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Budget-nya berubah drastis. Kita menghadapi situasi dan tantangan yang luar biasa. Kami sangat mengapresiasi support politik dari parlemen. Presiden mengeluarkan perppu, dan mereka menerima kebijakan darurat itu. Ini bisa dikatakan sebagai situasi yang sangat tidak pasti," tandasnya.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com