Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pandemi Corona sebagai bencana kemanusiaan yang mempengaruhi seluruh faktor kehidupan umat manusia. Hal ini terekam dalam perubahan cara interaksi orang di kegiatan sosial, politik, kultural, juga ekonomi.
"Dampak dari pandemi ini mengakibatkan jutaan pekerja kehilangan pendapatan, atau pekerjaannya akibat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Seluruh dunia melakukan kebijakan countercyclical dlama merespon ini," kata Sri Mulyani dalam webinar bersama Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, Kamis (27/8).
Baca Juga
Lanjutnya, pandemi dari jenis baru virus corona tersebut juga sukses mengantarkan banyak negara ke jurang resesi. Selain itu, kontraksi yang ditimbulkan pun mampu menembus dua digit. Sehingga kebijakan countercyclical kian marak diberbagai negara.
Advertisement
"Indonesia juga mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal II 2020 yaitu minus 5,3 persen. Ini sedikit lebih baik dibandingkan yang terkontraksi hingga dua digit," jelasnya.
Menurut Sri Mulyani kontraksi yang dialami oleh Indonesia terjadi karena menurunnya konsumsi masyarakat, seretnya sektor investasi, serta terpangkasnya laju ekspor dan impor secara drastis.
Maka dari itu, dia menyebutkan pemerintah Indonesia aktif membuat kebijakan antisipasi yang bersifat luar biasa dengan menekankan percepatan namun tetap akuntabel. Diantaranya mengeluarkan UU No 2 Tahun 2020, menaikkan batas defisit ke level 6,34 persen, sampai merevisi anggaran melalui Perpres No 72 Tahun 2020.
Selain itu, pemerintah juga telah meluncurkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencakup insentif bidang kesehatan, pemberian bansos bagi masyarakat terdampak pandemi Corona, insentif bagi pelaku UMKM, mensupport korporasi dan sektoral juga stimulus bagi perekonomian daerah.
"Kita memahami dalam situasi yang luar biasa, emergency, dan urgensi. Maka kecepatan dalam suatu kebijakan menjadi sangat penting namun harus tetap akuntabel," tutupnya. Â
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dampak Corona, Sri Mulyani Prediksi Banyak Perusahaan yang Ajukan Pailit
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi kasus sengketa bisnis dan pengajuan kepailitan akan semakin sering terjadi. Mengingat dampak yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19 begitu merugikan bagi dunia usaha.
"Beberapa kasus hukum sering muncul baik sedang maupun akan berpotensi lebih muncul dikemudian hari. Sengketa bisnis antara pelaku usaha dan pengajuan kepailitan akan menjadi sesuatu yang sering kita lihat akibat Covid-19," jelas dia dalam webinar bersama Mahkamah Agung (MA), Kamis (27/8).
Menurutnya MA selaku lembaga yudikatif harus mampu mengantisipasi berbagai permasalahan terkait bisnis yang telah diprediksinya. Diantaranya dengan penguatan peran atas pemberian putusan hukum yang berkeadilan.
Apalagi bendahara negara ini menilai, masa pandemi Covid-19 masih terus berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Sehingga akan semakin banyak pelaku bisnis yang mengalami kondisi sulit.
Kendati demikian, Sri Mulyani menganggap MA mempunyai kapabilitas yang mumpuni dlama menghadapi berbagai kasus terkait persoalan bisnis. Hal itu dikarenakan lembaga peradilan ini pernah menghadapi kasus serupa pada krisis ekonomi ditahun 1997-1998.
Dimana pada saat itu dunia usaha juga dihadapkan pada kondisi sulit akibat krisis yang terjadi. "Saat itu lembaga keuangan juga terdampak dan banyak bisnis yang bangkrut," jelasnya.
Untuk itu, dia berharap MA akan mengedepankan pemberian putusan hukum yang berkeadilan dalam menyikapi berbagai kasus atas persoalan bisnis. Imbasnya situasi kehidupan pada tataran masyarakat dapat tetap kondusif. Seperti yang dikehendaki oleh pemerintah untuk kegiatan upaya pemulihan ekonomi nasional.
"Jadi, Indonesian paling tidak Indonesia pengalaman atas krisis 1997-1998 menjadi di satu yang baik untuk berbagai lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Saat ini ini kita harapkan adanya sistem peradilan yang berkeadilan dan akuntabel," imbuh Sri Mulyani.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Sri Mulyani Akui Terima Temuan Berulang Piutang Perpajakan dari BPK
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui hasil laporan keuangan Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2019 telah memperoleh temuan mengenai kelemahan dalam penatausahaan piutang perpajakan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Atas temuan itu, pihaknya berupaya membenahi sistem pengendalian intern mengenai penatausahaan piutang perpajakan.
Di mengatakan salah satu perbaikan dilakukan di lingkungan Kementeriannya yakni dengan mengimplementasikan Revenue Accounting System (RAS) secara nasional mulai 1 Juli 2020. Dengan sistem ini dia berharap ke depan tidak ada lagi temuan mengenai penatausahaan piutang perpajakan.
"Kita berharap RAS ini akan betul-betul mengaddress isu pajak yang memang selama saya menjadi menkeu berkali-kali BPK menyampaikan pertanyaan dan temuan mengenai hal ini," kata dia di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (26/8).
Seperti diketahui, salah satu satu temuan signifikan dari BPK adalah mengenai sistem pengendalian intern dalam penatausahaan piutang perpajakan. BPK menilai penatausahaan piutang perpajakan pada DJP masih memiliki kelemahan dan penatausahaan piutang pada DJBC dianggap belum optimal.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP 2019, BPK menyoroti saldo piutang perpajakan bruto pada neraca pemerintah pusat tahun anggaran 2019 (audited) yang mencapai Rp94,69 triliun. Piutang itu naik 16,22 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp81,47 triliun.
BPK menilai sistem pengendalian intern dalam penatausahaan piutang perpajakan masih memiliki kelemahan, baik pada DJP maupun DJBC. Sampai 31 Desember 2019, saldo piutang perpajakan pada DJP senilai Rp72,63 triliun, sedangkan pada DJBC senilai Rp22,06 triliun
Dengan demikian, penerapan RAS itu diharapkan mampu memutakhirkan dan memvalidasi data piutang pada setiap transaksi, sehingga saldo piutang dapat diketahui secara real time. Menurutnya, saldo piutang yang terlalu besar justru menunjukkan angkanya tidak akurat.
"kita berharap piutang akan mencerminkan kondisi yang paling update dan terkini, sehingga tidak menimbulkan potensi yang berlebihan atau angka-angka yang terlalu besar yang tidak menunjukkan akurasinya," tandas Sri Mulyani.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.comÂ