Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menetapkan ganja sebagai komoditas tanaman obat binaan. Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian.
Dalam diktum pertama Kepmen tersebut, diuraikan bahwa komoditas binaan Kementerian Pertanian menjadi wewenang 4 direktorat jenderal (ditjen) di dalam instansi. Antara lain Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Perkebunan, serta Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Adapun ganja atau tanaman yang bernama latin cannabis sativa ini merupakan salah satu komoditas tanaman obat yang berasal di bawah binaan Ditjen Tanaman Pangan.
Advertisement
Namun tak lama kemudian, peraturan tersebut dicabut. Ditulis Liputan6.com, Minggu (30/8/2020). berikut ini kronologi dan pro-kontra ganja masuk dalam kategori tanaman binaan:
1. Ditetapkan Sebagai Tanaman Obat Binaan
Mentan Syahrul menetapkan ganja sebagai salah satu komoditas tanaman obat binaan di bawah Kementerian Pertanian (Kementan) pada 3 Februari 2020. Keputusan itu tertera dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian.
"Bahwa tanaman binaan dan komoditas lain lingkup Kementerian Pertanian saat ini mengalami perkembangan jenis komoditas," tulis Kepmen tersebut, seperti dikutip Sabtu (29/8/2020).
Dalam diktum pertama Kepmen tersebut, diuraikan bahwa komoditas binaan Kementerian Pertanian menjadi wewenang 4 direktorat jenderal (ditjen) di dalam instansi. Antara lain Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Hortikultura, Ditjen Perkebunan, serta Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Adapun ganja (cannabis sativa) merupakan salah satu komoditas tanaman obat yang berasal di bawah binaan Ditjen Tanaman Pangan. Total ada sebanyak 66 komoditas tanaman obat yang berada di bawah direktorat jenderal tersebut, salah satunya seperti akar kucing, jahe, kecubung, hingga purwoceng.
Sebagai catatan, ganja sendiri dalam peraturan pemerintah lainnya ditetapkan sebagai jenis narkotika golongan I. Itu tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam menetapkan komoditas binaan dan produk turunannya, berbagai ditjen di bawah Kementan wajib berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, direktorat jenderal teknis lingkup Kementerian Pertanian, pakar/perguruan tinggi, hingga pihak kementerian/lembaga.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan video pilihan di bawah ini:
2. Harus Izin Kementerian Kesehatan
Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno Siregar menyampaikan, pengobatan menggunakan ganja tidak sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Bahkan lebih jauh, penggunaannya pun mesti mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan.
"Manakala akan dilakukan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan termasuk untuk pengobatan, harus melalui izin menteri terkait, menteri kesehatan tentunya," tutur Krisno saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu (29/8/2020).
Sebagai aparat penegak hukum, lanjut Krisno, Polri tidak bisa keluar dari aturan undang-undang yang diterapkan di Tanah Air. Pasalnya, dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja masuk dalam kategori golongan I.
"Bahwa narkotika golongan I tidak diperbolehkan untuk kepentingan pengobatan," kata Krisno.
Â
Advertisement
3. Bisa Direvisi
Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan siap merevisi aturan penetapan ganja (cannabis sativa) sebagai tanaman obat komoditas binaan Kementerian Pertanian jika menjadi kontroversi.
"Kalau memang aturan ini menurut berbagai pihak bahwa ini lebih banyak tidak bermanfaatnya daripada manfaatnya, ya tentunya kita akan revisi Kepmentan ini," kata Dirjen Hortikultura Prihasto Setyanto di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (29/8/2020).
Prihasto mengatakan, penetapan ganja sebagai tanaman obat binaan sudah ada dalam Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 511 Tahun 2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura.
Sebagai catatan, ganja sendiri dalam peraturan pemerintah lainnya ditetapkan sebagai jenis narkotika golongan I. Itu tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam menetapkan komoditas binaan dan produk turunannya, berbagai ditjen di bawah Kementan wajib berkoordinasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, direktorat jenderal teknis lingkup Kementerian Pertanian, pakar/perguruan tinggi, hingga pihak kementerian/lembaga.
Â
4. Akhirnya Dicabut
Kementerian Pertanian mencabut sementara Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020, yang di dalamnya menetapkan ganja atau dengan nama latin Cannabis sativa sebagai tanaman obat komoditas binaan Kementan.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian Tommy Nugraha menjelaskan Kepmentan 104/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, dicabut sementara untuk selanjutnya dikaji kembali.
Kepmentan itu akan dilakukan revisi bersama pihak terkait, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, dan LIPI)," kata Tommy seperti dikutip dari Antara, Sabtu (29/8/2020).
Sebelumnya, Kepmentan Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian, yang ditandatangani Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada 3 Februari 2020 menyebutkan ganja masuk dalam daftar komoditas tanaman obat, di bawah binaan Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan.
Namun, tanaman ganja, yang termasuk dalam psikotropika, selama ini telah masuk dalam kelompok tanaman obat sejak 2006 melalui Kepmentan 511/2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura.
Pada 2006, pembinaan yang dilakukan adalah mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu.
Pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan atau ilmu pengetahuan, dan secara legal oleh UU Narkotika.
"Saat ini, belum dijumpai satu pun petani ganja yang menjadi petani legal, dan menjadi binaan Kementan," tulis Tommy.
Advertisement