Sukses

Faisal Basri Sebut Pembangunan Jaringan Gas ke Rumah Tangga Tak Efektif

Ekonom Faisal Basri menilai pembangunan jaringan pipa gas untuk menggantikan pemakaian gas elpiji 3 kg di sektor industri dan rumah tangga, tidak efektif.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Faisal Basri menilai pembangunan jaringan pipa gas untuk menggantikan pemakaian gas elpiji 3 kg di sektor industri dan rumah tangga, tidak efektif.

“Gas kota ini menurut saya keblinger, dananya dari APBN untuk membangun pipanya. Nah kenapa saya katakan keblinger, elektrifikasi sudah mendekati 100 persen,” kata Faisal dalam diskusi bersama dengan Komisi VI DPR RI, secara virtual di Jakarta, Senin (31/8/2020).

Menurutnya, rakyat tidak peduli pasokan energi apa yang mereka dapatkan baik itu listrik maupun gas atau dalam bentuk lainnya.Padahal jika dilihat dari penggunaan listrik di Indonesia sudah siap mencapai 100 persen.  

“Buat apa gas kota? Kenapa gas kota ? karena awalnya subsidi minyak tanah jadi masalah jadi datanglah  gas melon 3 kg subsidinya sudah gila-gilaan lagi, untuk menggantikan gas ini diganti dengan jargas kota ini. Keblinger sekali, infrastrukturnya mahal rakyatnya belum siap,” jelasnya.

Padahal subsidi ini tujuannya untuk rakyat kecil, tapi rakyat diminta untuk ganti gas 3 kg menjadi Jargas, menurut Faisal masalah itu akan terus bermunculan dan tak akan selesai-selesai.

“Solusinya, jika melistriki rakyat sudah selesai maka bangun pabrik yang menghasilkan kompor listrik karena kompor listrik dijamin lebih murah daripada kompor gas, dijamin oleh PLN, bikin pabrik kompornya sekarang,” katanya.

Sementara untuk pedagang UMKM yang memakai gerobak dan menggunakan tabung gas melon 3 kg, Pemerintah bisa menyediakan gas tabung tanpa subsidi. Sedangkan subsidi beralih dari ke rakyat langsung. Menurut Faisal hal itu lebih efektif untuk berhemat anggaran negara.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Harga Gas Turun, Industri Pupuk Apresiasi Menteri ESDM

PT Pupuk Indonesia (Persero) mengapresiasi langkah Kementerian ESDM yang telah menetapkan penyesuaian harga gas bagi sejumlah sektor industri, termasuk industri pupuk.

Seperti diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri No 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri dan Keputusan Menteri ESDM No 89K/10/MEM/2020, yang mengatur penyesuaian harga gas untuk beberapa sektor industri.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Bakir Pasaman mengatakan bahwa penyesuaian harga gas akan berdampak positif bagi industri pupuk. Kebijakan tersebut memberi manfaat efisiensi yang cukup signifikan terhadap ongkos produksi, yang pada akhirnya dapat mengurangi beban subsidi Pemerintah untuk komoditas pupuk.

"Penyesuaian harga gas dapat meningkatkan daya saing industri pupuk. Maka dari itu, Pupuk Indonesia Grup sangat berterimakasih kepada Menteri ESDM atas kebijakan tersebut," kata Bakir Pasaman kepada wartawan, Senin (31/8/2020).

Hal itu disampaikan Bakir usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Jual Beli Gas antara PT Pupuk Kujang dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk dan PT Pupuk Iskandar Muda dengan PT Pertagas Niaga, pada Senin, 31 Agustus 2020.

Selain disaksikan secara virtual oleh Dirut Pupuk Indonesia beserta jajaran, Penandatanganan kontrak jual beli tersebut juga disaksikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, dan Direktur Utama PT PGN Tbk. Suko Hartono.

Menurut Bakir, penyesuaian harga gas kali ini merupakan penuntasan dari persoalan yang sudah bertahun-tahun dialami terkait dengan harga dan pasokan gas bagi industri pupuk. Perlu diketahui, gas merupakan bahan baku utama dan sangat krusial terhadap kelangsungan industri pupuk di Tanah Air.

"Jaminan pasokan gas dengan harga yang lebih kompetitif dari sebelumnya, memberikan kontribusi efisiensi terhadap beban subsidi Pemerintah. Penghematan subsidi yang dihasilkan dari kebijakan harga gas ini bisa mencapai Rp1,4 triliun per tahun, belum termasuk efisiensi-efisiensi operasional lainnya yang selalu Kami tingkatkan," kata Bakir.

Dari PJBG ini, PT PIM kini dapat memperoleh tambahan pasokan gas dan harga gas yang lebih kompetitif dari sebelumnya sehingga operasional pabrik bisa lebih optimal dan efisien. Begitu juga dengan Pupuk Kujang, yang mendapatkan tambahan pasokan dari realokasi gas dari Sumatera Selatan.

“Hal ini sangat menggembirakan bagi kami karena berarti kami bisa menjalankan pabrik dengan lebih baik dan dengan biaya yang lebih kompetitif dari sebelumnya," tutup Bakir.