Liputan6.com, Jakarta - VP Economist Bank Permata, Josua Pardede menanggapi rencana Badan Legislasi (Baleg) DPR atas pembentukan lembaga baru Dewan Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebagaimana tertuang dalam RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).
Menurut dia, kehadiran bendara negara dan satu orang menteri yang membidangi perekonomian dalam Dewan Moneter berpotensi memberikan sentiment negatif pasar keuangan dalam negeri. Imbasnya aliran dana investasi dapat terhambat.
Baca Juga
"Terkait dengan menteri sebagai perwakilan pemerintah memiliki hak voting di RDG, berdampak pada independensi BI dan selanjutnya berpotensi memberikan sinyal/sentiment yang kurang positif di pasar keuangan. Sehingga dapat mengganggu aliran investasi," jelas dia kepada Merdeka.com, Selasa (1/9).
Advertisement
Josua mengatakan selama ini pelaku pasar termasuk investor asing telah mempercayai independensi BI dalam mengawal stabilitas nilai tukar rupiah dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, kepercayaan pelaku pasar dapat saja sirna akibat keterlibatan menteri selaku wakil pemerintah yang juga memiliki hak voting dalam RDG.
"Menurut saya, secara best practice, meskipun mandat bank sentral antar negara berbeda dalam fungsi masing-masing, namun ada kesepakatan global bahwa bank sentral memiliki tugas sebagai stabilisator ekonomi makro. Artinya sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia mengelola kebijakan moneter yang fokus dalam stabilisasi perekonomian," jelasnya.
Lebih jauh, ia menilai koordinasi antara otoritas moneter dan fiskal dapat diperkuat di forum KSSK. Sebab ia mengkhawatirkan jika mandat BI diperluas untuk mendorong pertumbuhan terdapat beberapa risiko buruk bagi ekonomi Indonesia.
"Seperti pernah dialami, dimana perekonomian Indonesia mengalami kontraksi ekonomi pada tahun 1962-1963 diikuti oleh hyperinflation sebelum fungsi independensi BI diperkuat pada tahun 1999," paparnya.
Maka dari itu, Josua berpendapat sebaiknya independesi BI perlu diperkuat dalam rangka menciptakan stabilitas perekonomian. Juga terkait dengan skema burden sharing, dia lebih mendorong jika koordinasi antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menurut saya koordinasi tersebut dapat dilakukan secara ad hoc di luar RDG BI.
"Sehingga independensi BI selaku bank sentral lebih terjaga. Imbasnya dapat memberikan sinyal/sentiment positif di pasar keuangan sehingga dapat meningkatkan aliran investasi," tutupnya.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ada Usulan Dewan Moneter dalam RUU BI, Ketuanya Menteri Keuangan
Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menggelar rapat pada Senin ini untuk membahas Revisi Undang-Undang Bank Indonesia.
Dalam rapat hari ini dikemukakan adanya fungsi baru yaitu Dewan Moneter yang bertugas untuk membantu pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter.
Dikutip dari bahan Rapat Badan Legislasi Senin (31/8/2020), Dewan Moneter memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian.
Dewan Moneter terdiri dari 5 anggota, yaitu Menteri Keuangan dan satu orang menteri yang membidangi perekonomian; Gubernur Bank Indonesia dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan dan bersidang sekurang-kurangnya dua kali dalam sebulan atau sesuai dengan kebutuhan yang mendesak.
Anggota Badan Legislasi Achmad Baidowi menjelaskan, dalam rapat hari ini bukan membahas draf tetapi baru membahas poin gagasan tim ahli yang dipresentasikan.
"Rapatnya terbuka. Gagasan tersebut belum menjadi pendapat Baleg," jelas dia, Senin (31/8/2020).
"Media banyak mengutip presentasi yang disampaikan tim ahli dalam rapat terbuka. Tapi itu bukan sikap baleg, hanya pengantar diskusi," tambah dia.
Menanggapi adanya Dewan Moneter tersebut, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, OJK belum bisa memberikan tanggapan.
Anto menjelaskan, adanya Dewan Moneter merupakan usulan tenaga ahli dari rapat Baleg. Mereka pun diminta melengkapi dengan Naskah Akademis dan Baleg akan membentuk Panitia Kerja (Panja) yang melibatkan ahli yang kompeten untuk bisa menjawab tantangan bank sentral ke depan.
"Demikian pula halnya dengan isu pengawasan bank, karena OJK dibentuk oleh DPR yg mengedepankan pengawasan terintegrasi sehingga dapat memitigasi transaksi dan produk hybrid yang menjadi tantangan ke depan," kata dia.
OJK juga meminta pengawas untuk tetap fokus dalam tugasnya mengatasi dampak covid-19 terhadap sektor keuangan yang saat ini masih terjaga baik karena koordinasi yang kuat antara OJK, BI dan LPS.
Sementara otoritas fiskal sekarang juga sedang bekerja keras mengelola utang yang membesar dan meningkatkan penerimaan pajak.
Tidak lain kolaborasi dan sinergi ini untuk mencapai pertumbuhan yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomuan di akhir tahun bisa mencapai kisaran 0 persen sampai 0,25 persen.
Advertisement