Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengalokasikan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 356,5 triliun. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan anggaran PEN tahun ini yang mencapai sekitar Rp695,2 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan dari alokasi sebesar Rp356,5 triliun, anggaran kesehatan tetap dialokasikan cukup besar hingga mencapai 6,2 persen dari APBN pada tahun 2021. Angka ini jauh lebih besar dari amanat undang-undang kesehatan sebesar 5 persen dari APBN.
Baca Juga
"Di dalamnya termasuk penanganan bidang kesehatan melalui pengadaan vaksin dan perbaikan di bidang kesehatan," kata dia dalam sidang paripuran di DPR RI, Jakarta, Selasa (1/9).
Advertisement
Dia menjelaskan, penurunan anggaran PEN pada tahun 2021 didasarkan pada perkiraan biaya untuk penanganan pasien Covid-19 yang akan jauh lebih berkurang dibandingkan kondisi di tahun tahun tahun 2020. Dan fokus pemerintah di dalam penyediaan vaksin yang dilakukan pada tahun 2021.
Kemudian beberapa program perlindungan sosial juga direncanakan tidak seluas dan sebesar manfaatnya pada tahun 2020. Hal itu sejalan dengan proyeksi dan harapan perekonomian sudah akan mulai bergerak dan tercipta lapangan kerja baru.
"Untuk UMKM korporasi dan insentif pada dunia usaha juga Mulai diturunkan secara bertahap seiring dengan pulihnya perekonomian nasional," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Reporter: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Realisasi Anggaran PEN Capai Rp 192 Triliun pada 26 Agustus 2020
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi anggaran untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) hingga per 26 Agustus 2020 sebesar Rp 192,53 triliun. Angka ini mencapai 27,7 persen dari pagu Rp 695,2 triliun.
"Realisasi 27,7 persen dari pagu. Ini menunjukkan langkah kita harus kerja sama terus untuk memastikan tadi. Kecepatan akurat dan akuntabel," kata Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Kemenkeu, Adi Budiarso saat rapat bersama dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Senin (31/8/2020).
Jika dirinci, realisasi program PEN terdiri dari anggaran kesehatan sebesar Rp 12,3 triliun dari pagu Rp 87,5 triliun. Sementara untuk perlindungan sosial, realisasinya mencapai Rp 101,06 triliun dan untuk sektoral Kementerian Lembaga atau K/L dan Pemerintah Daerah baru mencapai Rp 14,91 triliun.
Sementara itu, untuk program insentif usaha dalam PEN mencapai Rp 17,23 triliun. Kemudian realisasi anggaran dukungan untuk UMKM adalah Rp 47,03 triliun dan terakhir pembiayaan korporasi belum ada yang terealisasi.
"Pembiayaan korporasi masih menunggu waktu yang tepat," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Penyerapan PEN UMKM Baru 37 Persen, Pengamat Sebut Pemerintah Tak Serius
Sebelumnya, realisasi anggaran dukungan untuk UMKM baru Rp 44,63 triliun atau 37,2 persen dari pagu Rp 123,47 triliun. Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menyebut Pemerintah tidak benar-benar serius dalam memberikan terobosan penyerapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM yang hingga kini baru 37,2 persen.
“Kalau kita lihat dengan penyerapan yang baru 37,2 persen ini padahal dari awal Ketika pemerintah mencanangkan program recovery dan stimulus terkait covid-19 ini sasarannya UMKM. UMKM hanya 37,2 persen sampai hari ini harusnya bisa cepat, ini kritik untuk Pemerintah,” kata Eko dalam Diskusi Online INDEF "Meneropong Arah Makroekonomi 2021", pada Selasa 25 Agustus 2020.
Padahal Pemerintah sendiri mengatakan dari data 99 persen usaha di Indonesia didominasi oleh UMKM. Artinya Ketika kita keluar rumah dengan mudah menemukan usaha UMKM. Tapi setelah program ini dikeluarkan beberapa waktu lalu, penyerapannya hanya 37,2 persen.
“Ini mungkin jadi evaluasi bagi Pemerintah, kalau diyakini UMKM menjadi jalan keluar penggerak roda ekonomi, selain vaksin dari sisi kesehatannya. Harusnya Pemerintah benar-benar serius untuk bisa memberikan terobosan penyerapan PEN UMKM ini,” ujarnya.
Eko menduga, alasan penyerapan masih rendah berkaitan dengan prosedur yang rumit dan data-data yang banyak, sehingga diperlukan untuk melakukan konfirmasi dan validasi untuk memastikan penerima anggaran UMKM ini cukup tepat atau tidak.
Padahal menurutnya dilihat dari fakta data 99 persen usaha Indonesia adalah UMKM, seharusnya mudah untuk disalurkan kepada UMKM. Namun yang jadi pertanyaan kenapa penyerapannya bisa rendah.
“Apakah dari petunjuk pelaksanaannya sedemikian rumit sampai UMKM tidak bisa mengakses, atau memang anggarannya tidak begitu besar. Besar dalam hal perencanaan namun realisasinya kecil-kecil, itulah yang harus dilihat,” jelasnya.
Lanjutnya, terkait perbankan dan KUR, apabila dikaitkan dengan unbankable menurut Eko sebenarnya jalur-jalur untuk menyelamatkan UMKM tidak hanya jalur perbankan. Ia menilai penyaluran melalui KUR dan restrukturisasi kredit, subsidi bunga dan lainnya tidak cukup efektif untuk menjangkau Sebagian besar pelaku UMKM.
“Memang harus dikembangkan cara yang lebih mendekati mereka bisa bantu UMKM, jalurnya tidak hanya perbankan bisa macam-macam. Namun kewenangan ada di Pemerintah, dinas-dinas di pemerintah daerah masing-masing, model-model Lembaga keuangan non bank mungkin bisa dilibatkan sehingga bisa mempercepat realisasinya sehingga ekonomi tidak jatuh,” pungkasnya.