Sukses

Sri Mulyani: Ketidakpastian Akibat Covid-19 Masih Berlanjut Tahun Depan

Pemerintah telah melonggarkan defisit APBN 2020 hingga 6,34 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah melonggarkan defisit APBN 2020 hingga 6,34 persen. Pada awalnya, defisit APBN 2020 direncanakan sebesar 1,76 persen PDB, terendah dalam lima tahun terakhir.

Namun demikian, upaya penanganan Covid-19 beserta dampaknya mengharuskan Pemerintah mengeluarkan kebijakan pelebaran defisit sampai dengan 6,34 persen dari PDB.

“Perihal Defisit dan Pembiayaan utang dapat kami sampaikan bahwa dampak krisis kesehatan kepada perekonomian membuat banyak negara melakukan berbagai langkah kebijakan extraordinary, termasuk Indonesia,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam sidang paripurna, Selasa (1/9/2020).

Trajectory perkembangan Pandemi Covid-19 di Indonesia maupun berbagai negara lain memperlihatkan ketidakpastian yang sangat tinggi, bahkan di beberapa negara yang sebelumnya dianggap telah berhasil mengendalikan penyebaran virus ternyata harus mengalami gelombang kedua.

“Ketidakpastian ini sangat mungkin masih berlanjut tahun depan, sehingga penerimaan pajak maupun PNBP masih akan mengalami tekanan. Kebutuhan APBN untuk bisa lebih fleksibel merespon kondisi ketidakpastian tersebut masih akan memerlukan ruang fiskal besar dari sumber pembiayaan,” jelas Menkeu.

Sejalan dengan amanat UU No. 2 tahun 2020, defisit APBN tahun 2021 direncanakan untuk turun menjadi 5,5 persen dari PDB. Angka defisit yang masih relatif tinggi ini merupakan pilihan objektif sebagai upaya melanjutkan penanganan pandemi Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional, ketika potensi sisi penerimaan belum sepenuhnya pulih.

Besaran defisit juga telah mempertimbangkan kebijakan fiskal konsolidatif secara bertahap kembali menuju batasan maksimal 3 persen PDB di tahun 2023.

“Pemerintah sependapat dengan pandangan fraksi-fraksi DPR bahwa pengelolaan utang negara harus dilaksanakan dengan cermat dan hati- hati. Pembiayaan utang dari pasar keuangan berupa penerbitan SBN tetap dilakukan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri (global),” kata Menkeu.

Sebagai bagian dari langkah extraordinary dalam pembiayaan APBN 2020, Pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam rangka pembiayaan penanganan dampak Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

“Bank Indonesia telah memberikan dukungan melalui pembelian SBN di pasar perdana dan berperan sebagai backstop/last resort. Selain itu, koordinasi Pemerintah dengan Bank Indonesia juga dilanjutkan melalui kesepakatan berbagi beban (burden sharing) yang bersifat one- off,” beber Menkeu.

Melalui penerbitan SBN di dalam negeri untuk tahun 2021, Pemerintah akan merumuskan kesepakatan bersama dengan Bank Indonesia dengan tetap menjaga kredibilitas dan integritas pengelolaan ekonomi, fiskal, dan moneter.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi 5,5 Persen di 2021 Realistis

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yakin target pertumbuhan ekonomi di 2021 yang dipatok oleh pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021 realistis. Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi 4,5 persen hingga 5,5 persen pada tahun depan.

Proyeksi pertumbuhan tersebut melihat berbagai pertimbangan dari proyeksi terhadal lembaga-lembaga keuangan dunia. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan pulih bahkan mencapai 6,1 persen. Sementara Bank Dunia memproyeksikan 4,8 persen dan Asian Development Bank (ADB) adalah 5,3 persen.

Pemerintah juga menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi 2021 ditentukan oleh berbagai faktor utama. Yaitu keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 termasuk upaya riset aktif.

Kedua yakni kondisi pemulihan kinerja perekonomian global, terutama dipengaruhi oleh penanganan pandemi Covid-19 dan faktor politik pasca pemilu dilakukan Amerika Serikat dan dinamika hubungan Amerika dan China serta harga komoditas.

Ketiga upaya reformasi struktural untuk meningkatkan kepercayaan investasi dan kemudahan usaha di dalam rangka untuk menarik investasi. Dan keempat dukungan kebijakan fiskal yang mengarah kepada countercyclical termasuk melalui lanjutan program pemulihan ekonomi nasional.

"Pemerintah berkeyakinan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5 persen hingga 5,5 persen adalah cukup realistis dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut dan juga base line pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 yang menurun," kata dia dalam sidang paripurna di DPR RI, Jakarta, Selasa (1/9/2020).

Pemerintah sepakat penanganan pandemi covid 19 yang menyeluruh adalah kunci pemulihan ekonomi nasional dalam mengembalikan pertumbuhan ekonomi ke jalur alamiahnya. Oleh karena itu pemerintah mengalokasikan untuk keberlanjutan program pemulihan ekonomi nasional pada tahun 2021 sebesar Rp 356,5 triliun.

Di samping itu, dari sisi komponen sumber pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 pemerintah memandang adanya pemulihan dari sisi permintaan domestik khususnya dari investasi dan konsumsi. Hal ini diperkirakan akan berfungsi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.

Komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas tingkat inflasi juga diharapkan akan mampu mengembalikan level kepercayaan masyarakat untuk kembali melakukan aktivitas belanja konsumsinya. Dengan mobilitas secara lebih normal, investasi atau pertumbuhan modal domestik bruto diperkirakan akan naik tajam sejalan dengan keberhasilan pembangunan infrastruktur.

"Serta upaya reformasi struktural yang mendorong kemudahan berusaha dan daya tarik investasi kinerja ekspor diperkirakan akan lebih membaik meskipun akan sangat tergantung kepada kondisi pemulihan ekonomi global," kata dia.

Selanjutnya ekspor sendiri akan didorong melalui perluasan negara yang potensial sebagai tujuan serta diversifikasi produk ekspor. Sementara impor diarahkan pada pemenuhan kebutuhan domestik sesuai dengan prioritas nasional terutama untuk bahan baku dan barang modal dari sisi produksi atau suplai.

"Pemerintah memandang bahwa 2021 menjadi tahun pemulihan ekonomi sekaligus momentum untuk reformasi struktural guna mendorong produktivitas dan daya saing industri manufaktur. Sektor industri pengolahan diharapkan kembali menjadi engine of terus dengan dukungan berbagai upaya kebijakan pemulihan dan upaya revitalisasi perbaikan infrastruktur," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Mulai Membaik

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto membeberkan trend indikator pertumbuhan ekonomi terus mengalami perbaikan. Dibandingkan dengan negara lain, Airlangga menyebut kontraksi Indonesia di kuartal II tak terlalu dalam.

Dimana ekonomi Indonesia terkontraksi - 5,32 persen. Sementara Filipina -16,5 persen, Singapura -12, Jerman -11, dan Perancis hingga -19.

“Trend Perekonomian berbagai indikator sudah ada perbaikan arah positif. Stock market sudah mendekati balik ke Rp 81 triliun dari Rp 90 triliun. Dan pandemic ini yang terburuk ada di akhir Maret, awal April. Dimana seluruh chart itu berada di bawah, tapi beberapa sudah naik,” ujar Airlangga dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, Jumat (14/8/2020).

Selain itu, Airlangga juga mencatat harga minyak yang relatif naik. Tembaga dan aluminium juga menunjukkan tren yang sama. Demikian juga CPO juga sudah RM 2.800/ton.

“Jadi, kira kira sudah diatas harga. Lalu, ini juga relatif harganya baik. Dari ekonomi baik di Sumatera dan Kalimantan gak sedalam di Pulau Jawa,” kata Menko.

Menko Airlangga menyebutkan beberapa sektor yang jadi pengungkit pemulihan pertumbuhan ekonomi. Dalam catatannya, pertambanagn sudah menunjukkan pertumbuhan positif. Lalu, beberapa sektor keuangan, pendidikan, real estate, properti disebut Airlangga jadi pengungkit yang memiliki multiplier besar.

“Lalu industri utiliti dan kesehatan. Domestik ekonomi, kendaraan bermotor sudah naik. Penjualan retail juga sudah naik. Indeks keyakinan konsumen naik, survei dunia usaha dari -13 sudah membaik. Trendnya sudah membaik seiring dengan kegiatan di Global. Kami juga melihat sektor perbankan, korporasi strukturnya sudah 17 persen. UMKM sudah 50-55 persen,” rincinya.