Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperketat pengawasan terintegrasi terhadap sektor jasa keuangan baik perbankan maupun non-bank, terlebih bagi jasa keuangan yang bersifat konglomerasi.
Hal ini dilakukan karena sektor jasa keuangan menjadi salah satu penentu utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Staf Ahli OJK Ryan Kiryanto menyatakan, sektor jasa keuangan konglomerasi cenderung rumit karena memiliki aturan main hingga cakupan resiko yang berbeda satu sama lain.
Advertisement
"Oleh karena itu di sini peran OJK ialah bagaimana bisa menyelaraskan aturan antara entitas yang satu dengan yang lainnya agar tidak conflicting," ujar Ryan dalam tayangan virtual, Rabu (2/9/2020).
Ryan menjelaskan, pembentukan jasa keuangan konglomerasi memiliki beberapa tujuan, mulai dari meningkatkan efisiensi penggunaan aset, SDM, teknologi hingga meminimalkan biaya operasional perusahaan.
Hal ini harus didukung penuh oleh OJK karena bukan hanya berdampak pada eksistensi perusahaan, tapi juga kepada konsumen. Contoh kecilnya, harga produk yang lebih murah dan layanan yang lebih cepat.
Apalagi, produk jasa keuangan saat ini semakin bervariatif. Ada produk jasa keuangan yang termasuk ke dalam asuransi, namun dipasarkan lewat kanal perbankan, sehingga orang-orang mengira itu adalah produk perbankan.
"Ini harus diawasi dengan intens supaya kalau ada masalah yang terdetect di satu entitas maka regulator bisa mengambil tindakan yang preventif," jelas Ryan.
Selama ini, OJK sendiri selalu mengedepankan tindakan preventif dalam pengawasan terintegrasi yang dimaksud. Masalah kecil langsung diidentifikasi agar tidak membesar.
"Kalau di anak usaha perusahaan ada problem, OJK bisa langsung meng-indetify masalah itu dari tahap yang sangat dini sehingga perusahaan bisa tetap sehat ke depan," tutur Ryan.
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
OJK: Integrasi Pengawasan Jadi Kunci Jaga Stabilitas Sektor Keuangan
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengaku banyak cara yang harus dilakukan demi menjaga stabilitas sektor keuangan.
Salah satunya melalui pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi antara sektor perbankan, industri keuangan non bank dan pasar modal.
“Berkembangnya produk dan layanan transaksi keuangan yang semakin borderless serta memiliki keterkaitan yang tinggi antarsektoral produk perbankan, pasar modal, dan IKNB menekankan semakin dibutuhkannya pengawasan terintegrasi dalam rangka menjaga stabilitas keuangan serta melindungi konsumen keuangan terutama di masa pandemi ini,” kata Wimboh dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Kamis (27/8/2020).
Menurutnya, dalam melakukan pengawasan terintegrasi, OJK memiliki Komite Pengawas Terintegrasi yang beranggotakan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif PM dan Kepala Eksekutif IKNB termasuk Deputi Komisioner dari masing-masing kompartemen untuk berbagai kebijakan strategis konglomerasi keuangan terutama yang bersifat lintas sektor jasa keuangan.
Selain itu, OJK juga memiliki unit Perizinan dan Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi yang bertugas untuk memproses perizinan lintas sektoral dan menformulasikan kebijakan yang bersifat lintas sektoral.
“Dengan adanya pengawasan terintegrasi, OJK dapat melakukan pengawasan lebih efektif terhadap transaksi dan produk keuangan yang melibatkan intragroup dan lintas sectoral untuk mengidentifikasi lebih dini risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan. Sehingga pelaksanan program pemulihan ekonomi nasional dapat dilakukan lebih terintegrasi,” katanya.
Sejak tahun 2014, OJK telah menerbitkan serangkaian pengaturan pengawasan terintegrasi mencakup Manajemen Risiko, Tata Kelola dan Permodalan Terintegrasi dan proses pengawasan terintegrasi.
Sementara itu, untuk memitigasi dampak lebih lanjut pandemi Covid-19 terhadap perekonomian serta mendorong pemulihan ekonomi, OJK telah mengerahkan semua kebijakan dan instrumen untuk meringankan beban masyarakat, sektor informal, UMKM dan pelaku usaha. Kebijakan yang diterbitkan sifatnya pre-emptive untuk mencegah terjadinya pemburukan yang lebih dalam maupun berupa insentif atau relaksasi.
Advertisement