Sukses

Indonesia Masih Tergantung Susu dan Jeruk Impor

Meski melakukan impor, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang tercatat melakukan berbagai ekspor komoditas

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Gunawan mengatakan, Indonesia hingga kini masih ketergantungan impor susu, tepung dan jeruk. Untuk itu dibutuhkan sinergi dengan berbagai stakeholder agar ketergantungan tersebut dapat ditekan.

"Dari sisi impor juga kita melakukan impor susu, tepung dan jeruk. Ini sinergi pembangunan pertanian tidak bisa hanya Kementan tetapi ada Kemenkeu selaku pengelolaan anggaran, BUMN seperti PLN juga harus terlibat, Kemendes dan Kemendagri, Kementerian PUPR untuk menguatkan pertanian," ujarnya, Jakarta, Jumat (4/9/2020).

Gunawan mengatakan, meski melakukan impor, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang tercatat melakukan berbagai ekspor komoditas. Untuk sektor pangan dalam negeri, pemerintah memiliki fokus menjaga kedaulatan pangan Indonesia.

"Sinergi keadulatan pangan, pangan utama tetap kita beras, jagung, kedelai gula, daging sapi. Tetap juga arahan Presiden Jokowi kita harus orientasi ekspor terutama komoditas perkebunan, peternakan dan holtikulutra. Dan Pak Menteri juga menggalakkan ekspor 300 kali untuk pengembangan 3 kali lipat ekspor pertanian," jelasnya.

Gunawan menambahkan, selain sinergi dengan berbagai pihak, pengembangan pertanian Indonesia juga bergantung pada teknologi yang digunakan oleh para petani. Sebab, semakin canggih ternologi semakin besar pula produksi dan produktivitas pertanian.

"Jadi akselerasi tehnologi juga menjadi kunci pengembangan pertanian 2020. Dengan ini semua kita (Kementerian Pertanian) tentu tak bisa berjalan sendiri. Harus berkerja sama dengan stakeholder lainnnya termasuk dengan PLN," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Penguatan Kualitas SDM Sektor Pertanian Jadi Cara Kementan Setop Impor Pangan

Sebelumnya, Pandemi covid-19 memang meluluhlantakkan aspek kehidupan manusia, baik di sektor kesehatan, sosial dan pariwisata. Sektor pertanian yang mempunyai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) menyediakan pangan pun juga ikut terganggu.

Gangguan di sektor pertanian terjadi di semua lini baik sistem produksi, sistem distribusi, komunitas pertanian, hingga distribusi untuk mengirimkan hasil panen ke konsumen.

“Berarti memang sistem ketahanan pangan kita terganggu karena Covid-19. Namun demikian berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang sudah diolah oleh Kementerian Pertanian, diperkirakan sampai dengan Agustus dan September kebutuhan pokok 11 komoditas itu aman,” kata Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, kepada Liputan6.com, Kamis (2/7/2020).

Kendati begitu, Dedi mengakui memang masih ada beberapa komoditas pangan yang masih impor seperti gula pasir, daging sapi dan daging kerbau, serta bawang putih. Sampai dengan saat ini, Dedi bersyukur bahwa Indonesia masih bisa mendapatkan komoditas pangan secara impor ketika dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan sendiri.

“Memang ke depan kita harus memikirkan agar kita mampu menyediakan pangan sendiri. Berarti kita harus memanfaatkan pangan lokal kita, saat ini bawang putih lokal kita sebetulnya ada dan lumayan produktivitasnya, kalau kita genjot dan kembangkan terus kita bisa swasembada pertanian, gula pasir sebetulnya kita punya juga walaupun produksi belum memenuhi kebutuhan kita sehingga terpaksa harus impor,” katanya.

Begitupun dengan daging sapi, ayam, domba, dan lain sebagainya yang termasuk protein hewani itu baik. Ke depannya juga akan dikembangkan agar mampu memenuhi pangan sendiri tanpa harus impor lagi.

3 dari 3 halaman

Peran SDM

Maka dari itulah peran Sumber Daya Manusia (SDM) yang harus terus didorong dan dikembangkan kualitasnya, agar kebutuhan pangan kita tercukupi di dalam negeri.

“Kalau ditanya bagaimana support BPPSDMP terhadap ketahanan kita, tentu kita support dari SDM. SDM pertanian itu ya petani, praktisi pertanian, dan penyuluh pertanian. Itu kita genjot agar mereka terus berproduksi,” ujarnya.

Pihaknya akan menugaskan praktisi, dan penyuluh harus tetap turun ke lapang, misalnya turun ke sawah, ladang supaya bisa mendampingi petani untuk menggenjot produksi, karena produksi tidak boleh tersendat, tidak boleh tertahan apalagi terlambat.

Kalau produksi terlambat artinya pangan juga terlambat, sehingga masalah pangan bisa menjadi soal yang berkepanjangan, itulah yang tidak boleh terjadi. Oleh karena itu dalam situasi dan kondisi apapun pertanian itu harus jalan terus.

“Maka harus turun ke lapangan untuk mendampingi petani bagaimana mengolah tanah yang baik, memilih varietas yang bagus, dan bagaimana cara menggunakan transplanter (alat penanam bibit), dan mengelola gulma (sejenis rumput liar), bagaimana cara mengelola panen menggunakan Harvester (mesin pemanen padi), cara skill panen menggunakan dryer dan sebagainya sampai panen kita dijual ke pasar,” jelasnya.

Demikian kata Dedi, sehingga petani itu mendapatkan keuntungan yang layak dan maksimal, kalau begitu maka para petani pasti akan terdorong untuk melakukan produksi berikutnya.

“Intinya kontribusi BPPSDMP itu bagaimana kita mendorong SDM pertanian, penyuluh, praktisi pertanian untuk terus berproduksi dan meningkatkan produktivitas,” pungkasnya.