Liputan6.com, Jakarta - Tingkat inklusi keuangan di Indonesia sudah mencapai 76 persen. Namun, berdasarkan sayangnya, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya 38 persen saja. Hal ini berarti banyak orang Indonesia memiliki atau menggunakan produk keuangan tetapi sebagian besar tidak memahami isi dari produk tersebut.
"Artinya banyak yang tergabung di inklusi keuangan tapi tidak banyak yang tahu dengan produk investasinya," kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, dalam Webinar Indonesia Millenial Financial Summit Jakarta, Senin (7/9).
Baca Juga
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 menunjukkan ada 64,19 juta jiwa penduduk tergolong usia millenial. Namun, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih rendah.
Advertisement
Tirta menuturkan, di level milenial sudah saatnya untuk mempelajari literasi keuangan. Sebagai generasi penerus bangsa, generasi milenial sudah harus bisa melakukan investasi dari jauh-jauh hari. Investasi harus dilakukan sejak pertama kali memiliki pekerjaan.
"Milenial ini harusnya sejak mulai kerja langsung melakukan investasi mereka sebagai critical economic players," kata Tirta.
Investasi yang dilakukan sejak dini bisa menghasilkan dana pensiun 4 kali lipat ketimbang jika dilakukan dalam waktu mendekati pensiun. Investasi yang dilakukan bisa dimulai dari menabung.
Selain itu generasi millenial lebih rentang secara finansial. Pendapatan yang mereka miliki biasanya dihabiskan untuk kesenangan. Mereka cenderung enggan untuk menabung dan menambah aset.
"Yang membuat mereka tidak invest bukan keterbatasan dana tapi menghabiskan dana buat kesenangan. Logikanya berbeda dengan generasi yang konservatif," kata dia.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tidak Aman
Selain itu, menurut survei OECD 1 dari 3 orang tidak aman secara keuangan. Sebab mereka tidak mempersiapkan dan darurat. Sehingga jika terjadi gangguan dalam pendapatan atau penerimaan, tidak bisa mempertahankan status ekonomi dan terpaksa turun kelas menjadi kelompok miskin.
"Kalau ada gangguan penghasilan, dia tidak bisa mempertahankan status ekonomi," kata dia.
Minimnya literasi keuangan ini juga bisa membuat terjebak dalam investasi ilegal. Biasanya mereka terperdaya oleh ajakan influencer yang produk investasinya kurang dipercaya.
"Ada beberapa produk investasi menggunakan influencer, menggunakan statmen yang seolah-olah di endorse masyarakat," kata Tirta.
Lantaran literasi keuangan ini penting, maka semua orang harus paham. Pihaknya juga melakukan edukasi terkait hal ini ke berbagai kelompok masyarakat. Termasuk kelompok Pekerja Migran Indonesia agar tidak terjebak investasi ilegal.
"Kepada pekerja migran juga harus diedukasi agar tidak terjebak dengan investasi bodong," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement