Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatatkan realisasi penerimaan negara hingga Agustus 2020 telah mencapai Rp1.028,02 triliun atau 60,52 persen dari perubahan APBN dalam Perpres 72/2020 yaitu Rp1.699,9 triliun.
Realisasi tersebut lebih rendah dari periode sama tahun lalu yang telah mencapai Rp1.189,3 triliun atau 54,9 persen dari target dalam APBN 2019 sebesar Rp2.165,1 triliun.
Baca Juga
"Penerimaan pajak tentu menjadi indikator kinerja yang selalu dipantau seluruh stakeholder," kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Senin (7/9/2020).
Advertisement
Realisasi penerimaan negara Rp1.028,02 triliun itu terdiri atas penerimaan perpajakan Rp795,95 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp232,07 triliun.
Sementara itu, Suahasil mengatakan rasio utang sampai dengan akhir Agustus 2020 mencapai 34,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Secara tahunan, rasio utang terhadap PDB per akhir Agustus 2020 tersebut naik dibandingkan periode sama tahun lalu yakni di level 29,8 persen
Rasio utang naik karena dipengaruhi oleh suku bunga dan nilai tukar serta peningkatan penerbitan surat berharga negara (SBN).
Selain itu, kenaikan rasio utang tersebut sejalan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan seiring defisit yang melebar dalam rangka penanganan pandemi COVID-19.
Sri Mulyani: Resesi Bukan Berarti Ekonomi dalam Kondisi Sangat Buruk
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 sebesar 0 persen hingga -2 persen. Apabila nantinya ekonomi tercatat negatif maka secara teknik Indonesia masuk zona resesi. Meski demikian, hal ini bukan sesuatu yang sangat buruk.
"Kalau kita lihat aktivitas masyarakat sama sekali belum normal. Oleh karena itu, kalau secara teknik nanti kuartal III ada di zona negatif maka resesi itu terjadi. Namun itu tidak berarti bahwa kondisinya adalah sangat buruk," ujar Sri Mulyani usai rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Senin (7/9/2020).
Sri Mulyani melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih jauh lebih baik dibanding negara-negara lainnya yang mengalami kontraksi ekonomi hingga negatif 20 persen. Bahkan negara-negara tersebut sudah lebih dulu memasuki zona resesi dibandingkan dengan Indonesia.
"Karena kalau kita lihat, kontraksinya lebih kecil dan menunjukkan adanya pemulihan dibidang konsumsi, investasi melalui dukungan dan belanja pemerintah akselerasi cepat. Dan kita juga berharap ekspor sudah mulai baik, kita lihat satu bulan atau beberapa bulan terakhir terjadi kenaikan yang cukup baik," paparnya.
"Dibandingkan negara lain yang kontraksinya sangat dalam, kita sebetulnya dalam posisi yang relatif lebih baik karena kita di 5,3 persen itu dibandingkan dengan negara yang kontraksinya mencapai negatif 17 hingga negatif 20 persen, itu sangat dalam," sambungnya
Pemerintah tetap berupaya dengan segala cara untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi Virus Corona. Seluruh mesin pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi, investasi dan ekspor terus didorong agar mampu mendongkrak ekonomi di kuartal III tahun ini.
"Jadi kita tetap berusaha, akselerasi seluruh belanja pemerintah dan program ekonomi akan terus dilaksanakan sehingga konsumsi masyarakat secara bertahap pulih dan investasi secara bertahap pulih. Ekspor juga mulai didorong. Maka mesin pertumbuhan di antara konsumsi, investasi dan ekspor dan pemerintah pertumbuhan kuartal III akan lebih baik," tandasnya.
Advertisement