Sukses

Harga Minyak Tertekan karena Ulah Arab Saudi

Dunia tetap dibanjiri minyak mentah meskipun ada pemotongan pasokan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun lebih dari 1 persen pada penutupan perdagangan Senin setelah dalam perdagangan sempat menyentuh level terendah sejak Juli 2020.

Pendorong penurunan harga minyak ini karena Arab Saudi melakukan pemotongan harga yang cukup dalam untuk pasokan ke Asia selama lima bulan ke depan. Sementara itu optimisme pemulihan permintaan di tengah pandemi justru memudar.

Mengutip CNBC, Selasa (8/9/2020), harga minyak mentah Brent berada di USD 42,21 per barel, turun 45 sen atau 1,1 persen setelah sebelumnya anjlok ke USD 41,51 per barel, terendah sejak 30 Juli.

Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS tergelincir 51 sen atau 1,3 persen menjadi USD 39,26 per barel setelah sebelumnya turun menjadi USD 38,55, terendah sejak 10 Juli.

Dunia tetap dibanjiri minyak mentah meskipun ada pemotongan pasokan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC +. Upaya pemerintah untuk merangsang ekonomi global dan permintaan minyak juga belum terlalu terasa.

Akibatnya, pabrik penyulingan telah mengurangi produksi bahan bakar mereka, menyebabkan produsen minyak seperti Arab Saudi menurunkan harga untuk mengimbangi penurunan permintaan minyak mentah.

“Ada sentimen sehingga membuat harga minyak sedikit suram dan mungkin akan ada beberapa tekanan jual lagi ke depan,” kata Howie Lee, ekonom dari Bank OCBC Singapura.

Libur Hari Buruh yang berlangsung pada hari Senin menandai akhir musim puncak permintaan musim panas di Amerika Serikat (AS) dan memperbaharui fokus investor pada permintaan bahan bakar yang tetap lesu karena ekonomi melemah.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Perdagangan Sebelumnya

Pada perdagangan sebelumnya, harga minyak turun lebih dari 3 persen pada perdagangan Jumat (Sabtu waktu Jakarta), menuju penurunan mingguan terbesar sejak Juni. Hal ini karena kekhawatiran seputar pemulihan ekonomi yang lambat dari pandemi COVID-19 menambah kekhawatiran tentang permintaan minyak yang lemah.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (5/9/2020), harga minyak mentah Brent ditutup turun USD 1,41, atau 3,2 persen ke level USD 42,66 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate turun USD 1,60 atau 3,8 persen menjadi USD 39,77 per barel.

 

Harga minyak tertekan oleh penurunan berkepanjangan di pasar ekuitas AS dan laporan pertumbuhan pekerjaan AS yang melambat lebih jauh pada bulan Agustus karena bantuan keuangan dari pemerintah telah habis.

Nonfarm payrolls meningkat sebesar 1,37 juta pekerjaan bulan lalu, meskipun pekerjaan tetap 11,5 juta di bawah tingkat pra-pandemi dan tingkat pengangguran 4,9 poin lebih tinggi dari pada bulan Februari.

Tingkat pengangguran turun menjadi 8,4 persen bulan lalu, dibandingkan dengan perkiraan 9,8 persen, yang menurut beberapa analis pasar akan mengurangi urgensi di Washington D.C. untuk mengesahkan undang-undang stimulus ekonomi tambahan.

“Harapan untuk lebih banyak stimulus akan keluar. Kami perlu melihat aktivitas ekonomi kembali naik untuk mendapatkan aliran permintaan," kata John Kilduff, Partner di Again Capital di New York.

Sebuah laporan pemerintah AS minggu ini menunjukkan permintaan BBM domestik telah turun lagi, sementara persediaan distilat menengah di pusat minyak Singapura di Asia telah melampaui level tertinggi dalam 9 tahun, data resmi menunjukkan. .

"Gambaran pasar yang lebih besar adalah sentimen penurunan secara keseluruhan yang dimulai dengan laporan permintaan BBM yang lebih rendah pada hari Rabu," kata Paola Rodriguez-Masiu, Analis di Rystad Energy.

Permintaan minyak global bisa turun 9-10 juta barel per hari (bph) tahun ini karena pandemi, kata Menteri Energi Rusia Alexander Novak.

Sebuah rekor pemotongan pasokan sejak Mei oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, telah mendukung harga.

OPEC dimulai pada Agustus untuk mengurangi skala pemotongan, meningkatkan produksi hampir 1 juta barel per hari, menurut survei Reuters.