Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Lisman Manurung angkat suara seputar perdebatan larangan wakil menteri (wamen) yang rangkap jabatan.
Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah membuat keputusan bahwa larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri seperti diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wamen.
Baca Juga
Senada, Lisman menilai jabatan wakil menteri perlunya ditempatkan sebagai pejabat layaknya seorang menteri.
Advertisement
"Wakil itu tugasnya merupakah pengganti di saat darurat. Itu esensinya. Ibarat ban serep, itulah fungsi wakil. Mobil tidak boleh jalan tanpa ban serep," kata Lisman kepada Liputan6.com, Rabu (9/9/2020).
Lisman juga berpendapat, Lembaga Administrasi Negara (LAN) perlu berpartisipasi dengan memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) seputar larangan wamen rangkap jabatan ini.
"Saya pikir Lembaga Administrasi Negara harus merekomendasi solusi hal ini kepada Presiden. Terkadang lembaga lembaga takut menjalankan fungsinya," ujar dia.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono sudah memberikan pendapat soal putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019. Menurutnya, putusan tersebut hanya menyarankan agar wakil menteri tidak merangkap jabatan, bukan memutuskan untuk melarang.
"Permohonan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK. Namun, MK memang memberikan pendapat bahwa ketentuan rangkap jabatan yang berlaku terhadap menteri seharusnya diberlakukan mutatis mutandis terhadap jabatan wamen," ungkap Dini.
Dini menegaskan, pendapat MK tersebut sifatnya tidak mengikat lantaran bukan bagian dari putusan.
"Sebagai klarifikasi, pendapat MK ini sifatnya tidak mengikat. Karena bukan bagian dari keputusan MK," jelas dia.
Meski demikian, pihak istana dan pemerintah disebutnya akan mempelajari pendapat MK tersebut. "Pemerintah akan memperhatikan dan mempelajari lebih lanjut pendapat MK tersebut," tukas Dini.
Istana: Pemerintah Pelajari Pendapat MK soal Larang Wamen Rangkap Jabatan
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019, hanya menyarankan agar Wakil Menteri tidak merangkap jabatan, bukan memutuskan untuk melarang.
"Permohonan pemohon dinyatakan tidak dapat diterima oleh MK. Namun, MK memang memberikan pendapat bahwa ketentuan rangkap jabatan yang berlaku terhadap menteri, seharusnya diberlakukan mutatis mutandis terhadap jabatan Wamen," kata Dini dalam pesan singkatnya, Minggu (6/9/2020).
Dia menegaskan, pendapat MK tersebut sifatnya tidak mengikat karena bukan bagian dari putusan.
"Sebagai klarifikasi, pendapat MK ini sifatnya tidak mengikat. Karena bukan bagian dari keputusan MK," jelas Dini.
Meski demikian, pemerintah akan mempelajari pendapat MK tersebut.
"Pemerintah akan memperhatikan dan mempelajari lebih lanjut pendapat MK tersebut," kata Dini.
Advertisement