Sukses

Deretan Proyek PT INTI yang Bikin Rugi

PT INTI dilaporkan belum membayar gaji dan tunjangan karyawannya selama 7 bulan.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan pelat merah PT INTI dilaporkan belum membayar gaji dan tunjangan karyawannya selama 7 bulan. Perusahaan juga tercatat memiliki utang hingga Rp 1,32 triliun dan mengalami kerugian dalam sejumlah proyek.

Ketua Serikat Pekerja PT INTI (Sejati) Ahmad Ridwan Al-Faruq membeberkan proyek-proyek PT INTI yang rugi dengan nilai keseluruhan melebihi Rp 1 triliun. Tercatat, laporan keuangan perusahaan sudah minus miliaran rupiah tiap tahunnya sejak 2014.

"Sumbangsih terbesar kerugian PT INTI diakibatkan oleh proyek TITO dengan Telkom yang meninggalkan kerugian sekitar Rp 700 miliar," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (9/9/2020).

Kerugian lainnya ialah proyek SMP BBM dengan Pertamina meninggalkan kerugian Rp 116 miliar dan proyek Manage Service dengan MBK yang rugi Rp 230 miliar.

Secara keseluruhan, 3 proyek ini menyebabkan kerugian Rp 1,046 triliun kepada perusahaan. Ahmad melanjutkan, kondisi keuangan PT INTI di tahun 2020 semakin berat.

"Memasuki triwulan III, perolehan kontrak masih diangka Rp 580 miliar dari target RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) sebesar Rp 1,2 triliun," jelasnya.

Dengan persentasi pencapaian baru sebesar 48 persen, terjadi gap yang sangat jauh dari tujuan 100 persen sehingga para direksi harus bekerja sangat kerja untuk mencapai target dengan sisa waktu 4 bulan lagi.

Ahmad melanjutkan, Sejati sendiri telah medorong pemerintah untuk turut membantu upaya penyelamatan dan penyehatan PT INTI melalui Kementerian BUMN terkait rekomendasi yang disampaikan PPA dengan mempertimbangkan dan memilih poin yang dianggap terbaik untuk PT INTI.

"Atau mendorong Kementerian Keuangan dengan memberikan penambahan penyertaan modal melalui program RR (Restrukturisasi dan Revitalisasi) sesuai dengan PER-05/MBU/2012 dan PER -01/MBU/2009 mengenai pedoman Restrukturisasi dan Revitalisasi BUMN melalui PT PPA," katanya.

2 dari 2 halaman

Kisah PT INTI, Pelopor Digitalisasi Telepon yang Kini Tak Mampu Bayar Gaji Karyawan

 PT INTI (Persero) kini tengah menjadi salah satu BUMN yang jadi sorotan. Pasalnya, perusahaan pelat merah ini kedapatan belum membayar gaji sejumlah karyawannya selama 7 bulan terakhir. Tepatnya, terakhir perusahaan menggaji karyawan yaitu Februari 2020.

Perusahaan teknologi yang bermarkas di Bandung ini juga telah lama terbelit utang dengan jumlah tidak sedikit. Alhasil, PT INTI turut mencatatkan rugi komprehensif mencapai Rp 397,7 miliar di 2019. Kerugian ini naik drastis jika dibandingkan 2018 yang saat itu rugi Rp 87,2 miliar.

Kondisi tersebut turut memancing aksi dari Serikat Pekerja PT INTI (Sejati) yang menggeruduk kantor pusat PT INTI di Bandung, Jawa Barat pada Kamis (28/8/2019) silam.Bukan tanpa alasan, demonstrasi dilakukan gegara perusahaan tidak mempertahankan kinerja yang baik. Ketua Sejati Ahmad Ridwan Al-Faruq menyatakan, proyek perusahaan banyak yang terbengkalai dan utang semakin menumpuk.

"Kondisi seperti ini sudah mulai dirasakan sejak 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan adanya utang bank yang sudah tidak ada lawannya, setera dengan ratusan miliar," ujarnya dalam pembacaan tuntutan kala demonstrasi.

Jika menilik sejarah, PT INTI sebenarnya pernah meraih kesuksesan besar dan ikut berperan serta dalam perkembangan teknologi komunikasi di Tanah Air.

Pendirian BUMN ini berawal dari laboratorium penelitian dan pengembangan industri bidang pos dan telekomunikasi (LPPI-POSTEL) pada 30 Desember 1974.

Seiring dengan perkembanganya, PT INTI memasuki masa keemasan dengan sukses melakukan digitalisasi telepon di seluruh Indonesia pada kurun waktu 1984-1994.

Selama periode 1994-2000, INTI melakukan transformasi bisnis manufaktur ke bisnis engineering (ISTI-infocom servicesand technology integration). Perseroan kemudian mendirikan anak perusahaan dan usaha patungan yang berkaitan dengan bisnis intinya, seperti bidang CPE, mekanik-plastik dan bidang swiching, akses, serta transmisi.

Selanjutnya, PT INTI juga telah melakukan perubahan orientasi bisnis yang semula berbasis manufaktur 100 persen menjadi industri yang berbasis solusi kesisteman, khususnya dalam bidang sistem infokom dan integrasi teknologi.

Perusahaan pelat merah ini juga telah bekerjasama dengan berbagai perusahaan internasional dan menciptakan anak usaha. Seperti PT INTI PISMA internasional yang bekerjasama dengan Jtech Internasional, PT IMPS bersama PT Pindad, hingga kerjasama dengan beberapa perusahaan multinasional seperti Motorola, Ericsson hingga Huawei.